Home / Romansa / Kesempatan Kedua / Bab 7. Cinta dan Kebencian Telah Menyatu

Share

Bab 7. Cinta dan Kebencian Telah Menyatu

last update Last Updated: 2023-06-25 12:01:11

“Arletta? Kenapa kamu di dalam lama sekali? Apa Pak Keevan membicarakan sesuatu padamu?” Rima—rekan kerja Arletta—bertanya pada Arletta yang baru saja keluar dari ruang meeting. Padahal meeting sudah sejak tadi selesai, tetapi Arletta masih juga berada di ruang meeting itu.

Arletta buru-buru menyeka air matanya kala melihat Rima menghampirnya. Dia tak ingin sampai Rima melihat dirinya menangis. Arletta memasang topeng pura-pura. Dia tidak mau sampai ada yang melihat kerapuhannya.

“Ah … iya. Aku kan karyawan baru jadi Pak Keevan menanyakan sesuatu padaku,” dusta Arletta dengan senyuman yang sengaja dia buat-buat. Arletta tidak mungkin membiarkan orang lain tahu tentangnya.

Kening Rima mengerut. Sorot mata wanita itu menatap mata Arletta yang merah seperti habis menangis. “Arletta, matamu kenapa? Apa kamu habis menangis?” tanyanya penasaran bercampur kebingungan melihat mata Arletta memerah.

Arletta kembali menyeka matanya. “Tadi aku kelilipan. Di dalam banyak debu. Aku alergi debu, Rima,” dustanya lagi. Sialnya, meski air mata sudah tak lagi tumpah, tapi matanya masih tetap memerah.

‘Banyak debu?’ ulang Rima dalam hati. Raut wajah Rima tampak bingung. Pasalnya tidak mungkin di ruang meeting ada debu. Tapi kenapa Arletta mengatakan di dalam ada debu? Rima bisa pastikan kalau office boy di kantor ini sangat bersih ketika membersihkan setiap sudut ruangan.

“Arletta—”

“Rima, ayo tunjukan tempat kerjaku. Ada beberapa pekerjaan yang ingin aku kerjakan.” Arletta mengalihkan pembicaraan. Dia tidak mau lagi Rima menanyakan matanya yang memerah. Wanita itu takut kalau dia salah bicara yang mengakibatkan Rima curiga padanya.

“Baiklah, ayo ikut aku. Aku akan menunjukan tempat kerjamu,” jawab Rima dengan embusan napas panjang.

Arletta tersenyum dan menganggukan kepalanya. Selanjutnya, dia melangkah mengikuti Rima. Terlihat Arletta berusaha untuk bersikap normal. Dan menepis semua bayang-bayang tentang Keevan.

Bagi Arletta, Keevan sudah mati sejak lama. Dia tak akan pernah lupa dengan apa oleh Keevan. Pria itu memperilakukannya sebagai boneka. Setelah bosan, dibuang ke tempat sampah.

Sekarang, meski Arletta kembali bertemu dengan Keevan, tetap tidak akan mengubah apa pun. Keadaan tetap sama. Bahkan luka di hati Arletta tetap sangat amat menyayat hatinya. Hanya saja, Arletta berjuang keras seolah tak mengenal Keevan Danuarga.

Hi, Arletta.” Seorang pria tampan berambut hitam berpakaian formal kantor menyapa Arletta dengan hangat. Pun pria itu mengulas senyuman di wajahnya. Menatap Arletta dengan tatapan yang begitu ramah.

“Arletta, ini Arvin, rekan kerja kita. Dia senior arsitek di sini.” Rima berujar memperkenalkan Arvin pada Arletta.

Hi, Arvin.” Arletta tersenyum tulus membalas sapaan Arvin.

Well, welcome to Mahardika Company, Arletta. Aku senang bisa memiliki rekan kerja secantik dirimu,” ujar Arvin jujur dengan tatapan hangat pada Arletta. Karena memang sejak tadi tatapan Arvin tak henti menantap sosok Arletta. Wanita cantik dan terlihat lemah lembut serta anggun. Pakaiannya terbilang sopan tapi karena lekuk tubuhnya indah membuat wanita itu memiliki keseksian yang terpancar dari wajahnya. Dan hal itu yang membuat Arvin tertarik pada Arletta.

Rima berdeham sebentar sambil menahan senyuman. “Arvin, kamu ini kebiasaan. Selalu saja mengusik karyawan baru. Cepat kembali ke tempat kerjamu.”

Arvin mengangkat bahunya tak acuh. “Come on, Rim. Aku nggak sama sekali ganggu. Aku hanya berkata jujur saja. Memangnya letak kesalahanku di mana? Arletta memang cantik. Namaku dan namanya mirip. Siapa tahu kami memang jodoh yang sengaja dipertemukan di kantor ini. Kita tidak pernah tahu rencana takdir kan?” Dia berkata begitu percaya diri, meyakinkan bahwa mungkin saja Arletta adalah jodohnya.

Arletta mengulum senyumannya mendengar ucapan Arvin. Wanita itu menggeleng pelan. Dia tak menyangka kalau Arvin sampai memikirkan nama mereka yang hampir mirip. Arletta saja sampai tidak menyadari kalau memang nama mereka mirip.

Rima mendengkus sebal. “Arvin, kembalilah ke tempat kerjamu.”

“Oke-oke. Aku akan—” Perkataan Arvin terpotong kala melihat sosok wanita seksi baru saja keluar dari lift. Dress begitu minim memperlihatkan paha sekaligus kaki jenjang wanita itu. Lekuk tubuh menggoda. Bahkan dress yang dipakai wanita itu sukses memperlihatkan belahan dadaa. Para pria yang ada di sana langsung menatap lapar wanita cantik nan seksi itu.

Namun … seketika tubuh Arletta mematung saat melihat sosok wanita cantik dan seksi itu. Wanita cantik itu pun terhenti tepat di hadapan Arletta. Mereka saling melemparkan tatapan dingin. Raut wajah Arletta berubah. Pancaran mata Arletta menunjukan sesuatu hal yang berkecamuk di pikirannya.

Arletta? Is that you?” Suara wanita itu terdengar begitu anggun bercampur dengan keangkuhan kala bertanya pada Arletta.

Sorot mata Arletta terlihat dingin itu mulai sedikit melemah. Bulir air matanya nyaris menetes. Tapi tidak! Arletta tidak membiarkan air matanya harus tumpah. Dia terlalu kuat untuk dipatahkan.

Hi, Nasha. long time no see,” jawab Arletta seraya mengangkat dagunya. Wanita itu mengulas senyuman di wajahnya. Nada bicaranya matang layaknya wanita dewasa. Pun Arletta bersikap formal pada sosok wanita di hadapannya itu.

Tampak Rima dan Arvin menatap bingung Arletta yang mengenal wanita cantik yang baru datang. Ditambah kini Arletta dan Nasha sama-sama melemparkan tatapan yang tersirat dingin dan tak bersahabat.

“Ibu Nasha, apa Anda mengenal Arletta?” tanya Rima sopan pada Nasha.

Senyuman anggun di wajah Nasha terlukis. Dia mengibaskan rambut panjangnya agar terjuntai ke punggungnya. “Arletta adalah teman satu angkatanku saat aku kuliah dulu. Apa Arletta bekerja di sini juga? Maksudku dia bekerja di kantor milik Keevan?” tanyanya dengan nada yang angkuh.

Rima menganggukan kepalanya. “Benar, Bu. Arletta adalah arsitek di Mahadika Company,” jawabnya menjelaskan.

Nasha terdiam kala mendengar ucapan Rima. Dia terus melukiskan senyuman meremehkan di wajahnya. “Terakhir aku mendengar kamu sempat berhenti kuliah, Arletta. Tapi ternyata kamu meneruskan kuliahmu. Aku pikir kamu tidak meneruskan lagi kuliahmu.” Nada bicaranya tersirat menyindir tajam.

Napas Arletta sedikit memburu mendengar sindiran tajam dari Nasha. Sepasang iris mata wanita itu berkilat sedikit tajam menahan amarah. Akan tetapi, Arletta berusaha keras untuk mampu mengendalikan dirinya. Arletta tak mau terpancing hanya karena ucapan Nasha.

“Aku berhenti karena aku ingin bekerja. Aku ingin menambah pengalamanku. Dan, ya, aku melanjutkan lagi pendidikanku. Menunda bukan berarti aku tidak meneruskan lagi kuliahku.” Arletta berkata begitu tegas dan dingin. Meski apa yang dikatakan Arletta adalah berdusta tapi Arletta cukup puas dengan jawabannya.

Nasha mengangkat bahunya tak acuh. “Dunia begitu sempit. Ternyata kamu bekerja di kantor Keevan.”

“Nasha?” Keevan melangkah keluar dari ruang kerjanya, dia sedikit terkejut melihat Nasha berada di kantornya.

“Keevan.” Nasha menghamburkan tubuhnya ke dalam pelukan Keevan. Wanita itu bergelayut manja di lengan Keevan. “Aku kangen kamu, Keevan.”

Arletta mengalihkan pandangannya—menatap pemandangan di mana Nasha memeluk Keevan.  Sebuah pemandangan yang disajikan Keevan lima tahun lalu dikala dirinya masih menjadi gadis bodohh nan polos.

Rasanya Arletta ingin menertawakan dirinya sendiri. Pedih. Sakit hati. Terluka. Tiga hal yang dirasakan oleh Arletta. Bahkan hingga detik ini Arletta masih merasakan itu. Namun, Arletta bersikap acuh seolah tak memedulikan dua insan di hadapannya itu saling bermesraan. Lagi. Arletta memasang topeng sandiwaranya.

Keevan terdiam beberapa saat kala Nasha memeluk lengannya. Pria itu masih bergeming. Tanpa sengaja Keevan melihat ke arah Arletta yang sekaan bersikap acuh. Akan tetapi, entah kenapa pancaran mata Arletta menunjukan sesuatu hal yang tak bisa dirinya ungkapkan.

Sejenak, Keevan masih menyelami tatapan mata Arletta. Dalam benak Keevan muncul tentang pertemuan terakhirnya dengan Arletta lima tahun silam. Kala itu Arletta memergokinya berduaan dengan Nasha di kampus. Dan mulai dari situ Keevan meminta Arletta menjauhinya.

“Keevan, aku kangen kamu! Ih kamu kok diam saja sih,” cebik Nasha sebal kala Keevan malah mendiamkannya.

“Kenapa kamu ke sini tanpa memberitahuku, Nasha?” tanya Keevan dingin dan sorot mata lekat pada Nasha.

“Aku tadi datang ke perusahaan keluargamu tapi kamu nggak ada. Jadi aku datang ke sini saja. Aku nggak mungkin lupa kalau hari ini adalah kepulanganmu ke Jakarta. Tadinya aku ingin menjemputmu ke Bandara. Tapi tadi malam kamu malah nggak ngebolehin aku. Ya sudah aku memutuskan menemuimu di kantor,” ucap Nasha dengan bibir mencebik sebal. Sebelumnya Nasha memang ingin menjemput Keevan ke Bandara. Akan tetapi Keevan malah tidak mengizinkannya.

Keevan mengembuskan napas berat. “Kamu tahu aku sibuk, Nasha.”

“Aku kangen kamu, Keevan. Ayo kita pergi dari sini. Memangnya kamu nggak kangen aku,” bisik Nasha sensual di telinga Keevan.

Dengan berani, Nasha memberikan kecupan di rahang Keevan. Menggoda dengan dada yang sengaja dia busungkan agar Keevan mau membawanya pergi dari tempat ini. Nasha tak peduli meski banyak yang melihatnya tengah menggoda Keevan. Memangnya apa yang salah? Menggoda Keevan memang hal biasa untuk Nasha.

Arletta masih tetap terdiam berdiri menatap keromantisan dua insan di depannya itu. Hanya senyuman palsu yang dia lukiskan di wajahnya saat ini. Cemburu? Tentu saja tidak! Arletta membenci Keevan. Dia tak akan pernah mau berurusan lagi dengan pria itu.

“Kita pergi dari sini.” Keevan merengkuh bahu Nasha—akhirnya Keevan membawa wanita itu meninggalkan tempat itu. Karena jika Keevan tak membawa Nasha maka Nasha tidak akan mau meninggalkan tempat ini.

Saat Keevan dan Nasha sudah pergi, terlihat jelas pancaran mata Arletta semakin melemah. Lagi. Kejadian lima tahun silam kembali terulang. Sama-sama hancur. Namun, kali ini Arletta jauh lebih tangguh dan kuat.

Senyuman kemenangan di wajah Nasha terlukis kala Keevan membawanya. Tentu Nasha tahu Arletta pernah menyukai Keevan. Nasha tak akan membiarkan Keevan miliknya direbut oleh Arletta.

“Arletta, kalau Ibu Nasha adalah teman satu angkatan kuliahmu berarti kamu mengenal PakKeevan Danuarga?” tanya Rima kala Keevan dan Nasha sudah pergi. Tampak Arvin yang masih ada di sana pun menatap Arletta, menunggu jawaban wanita itu.

Kerapuhan sempat terlihat di wajah Arletta kala mendengar pertanyaan dari Rima. Di mata Arletta saat ini Keevan tidaklah berubah. Lima tahun mereka tidak bertemu tetap saja Keevan tak akan pernah melihatnya. Sedangkan dirinya? Jauh dari dalam lubuk hati Arletta terdalam, cinta itu masih sangat kuat. Hanya saja cinta dan kebencian telah melebur menjadi satu. Dan tidak mungkin terpisahkan.

“Ya, aku mengenal Pak Keevan Danuarga. Tapi aku hanya mengenal namanya saja. Tidak mengenal dekat. Yang aku tahu dia adalah seniorku di kampus,” ucap Arletta seraya menahan air matanya agar tak menetes.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Rna 1122
kasian arleta ... jangan di maafin laki" modelan anjing gitu ! cocok dah anjing sama sampah
goodnovel comment avatar
Ida Darwati
kamu bisa lalui arleta
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Kesempatan Kedua    Bab 88. Ending Scene (TAMAT)

    London, UK. Satu persatu salju turun cukup lebat di kota London. Beberapa jalanan penuh dengan balok es yang tertutup. Bahkan mobil-mobil yang kebetulan terparkir di pinggir jalan sudah tertutup oleh balok es. Salju turun masih bisa ditoleransi. Karena jika badai salju yang turun, maka pasti jalanan akan sepi. Tidak ada siapa pun di sana.“Papa … Mama … Keanu suka bermain salju,” pekik Keanu riang sambil melempar-lempar salju.“Keanu, pelan-pelan, Nak,” jawab Arletta dengan senyuman di wajahnya.Keanu tersenyum manis. “Mama tenang aja. Keanu anak pintar.”Arletta kembali tersenyum melihat Keanu yang ditemani Mirna bermain salju. Bocah laki-laki itu tengah membentu boneka salju. Untungnya, Keanu adalah anak cerdas. Cukup melihat satu kali contoh boneka salju, dia sudah mampu membuat boneka salju itu.Ya, London adalah kota di mana Keevan mengajak istri dan kedua anaknya berjalan-jalan. Musim salju adalah musim yang dipilih Keevan. Pria itu tahu pasti kedua anaknya akan senang jika dib

  • Kesempatan Kedua    Bab 87. Extra Part VI

    Sebuah gaun berwarna merah membalut tubuh Arletta begitu sempurna. Rambut panjang dan indah wanita itu digulung ke atas memperlihatkan leher jenjangnya. Kilauan kalung berlian di leher Arletta menyempurnakan penampilan wanita itu.Gaun merah yang dipakai Arletta sama seperti pakaian yang dipakai Arula. Ya, rupanya Arletta sengaja memesan dua gaun khusus untuknya dan Arula. Mereka layaknya kembar.Arula memiliki tubuh yang gemuk, kulit putih seperti boneka hidup, dan wajah yang sangat cantik. Arula perpaduan wajah Keevan dan Arletta. Tak heran jika banyak sekali yang gemas pada Arula. Karena memang balita kecil itu sangatlah cantik.Malam ini adalah malam di mana Arletta untuk hadir di pernikahan Arvin. Tentu Arletta tidak hanya datang sendiri saja. Wanita itu akan datang bersama dengan suami dan kedua anaknya.“Sayang, apa kamu udah siap?” Keevan masuk ke dalam walk-in closet sambil menggenggam tangan Keanu. Namun, seketika mata Keevan dan Keanu begitu berbinar kagum melihat penampila

  • Kesempatan Kedua    Bab 86. Extra Part V

    “Udah selesai ngobrolnya?” Keevan menatap Arletta yang baru saja masuk ke dalam kamar pribadi yang ada di ruang kerjanya. Pria itu duduk di sofa kamar sambil memegang iPad.“Udah.” Arletta menatap Keanu dan Arula yang sekarang sudah tertidur pulas. “Keanu udah makan belum?” tanyanya.“Udah, tadi Keanu udah makan. Dia mengantuk sepertinya di sekolah, pelajarannya terlalu berat sampai membuatnya kecapean,” jawab Keevan dingin dan datar.Arletta duduk di samping Keevan. “Sayang, kamu nggak marah, kan?” tanyanya pelan dan hati-hati. Cukup dari nada bicara saja dia tahu kalau sang suami jengkel.Keevan meletakan iPad-nya ke atas meja dan menatap Arletta. “Apa yang aku duga bener, kan? Arvin itu udah lama naksir kamu.”“Keevan, aku nggak tahu. Arvin nggak pernah bilang kalau dia naksir aku,” jawab Arletta jujur. Selama ini memang Arvin tak pernah bilang padanya, kalau pria itu menyukainya. Dia hanya mendengar ucapan konyol Rima yang selalu bilang Arvin suka padanya.“Nggak perlu ngomong har

  • Kesempatan Kedua    Bab 85. Extra Part IV

    “Arletta, kamu ganti pakaian kamu. Aku mau ajak kamu ke kantor.”Kalimat yang Keevan ucap itu sedikit membuat Arletta terkejut. Arletta yang baru saja selesai menyusui Arula, langsung menatap Keevan lekat-lekat. Sangat jarang sekali suaminya mengajaknya untuk ke kantor. Apalagi sejak Arula sudah lahir. Arletta sangat jarang sekali pergi. Pun kalau pergi pasti Arletta pergi bersama dengan ibunya, ibu mertuanya, atau dengan Rima.“Sayang, kamu mau ajak aku ke kantor?” ulang Arletta memastikan. Dia takut kalau apa yang dia dengar ini salah.Keevan mengangguk sambil melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangannya. “Ya, aku mau ajak kamu ke kantor. Tapi kita jemput Keanu dulu setelah itu kita ke kantor.”Hari ini Keevan sengaja berangkat ke kantor siang hari, karena memang dia ingin mengajak istri dan kedua anaknya untuk ke perusahaannya. Dia tahu sang istri merasa bosan di rumah. Jadi tak ada salahnya dia mengajak sang istri ke kantor demi mengurangi rasa jenuh.Arletta tersenyum m

  • Kesempatan Kedua    Bab 84. Extra Part III

    Arletta bangun terlambat karena sepanjang malam mendapatkan serangan dari sang suami. Wanita itu bahkan tak menyiapkan sarapan, akibat kelelahan. Untungnya di rumahnya itu memiliki chef dan banyak pelayan. Jadi Arletta tak perlu repot untuk memasak.Keanu sudah berangkat sekolah. Arula tengah diajak pengasuhnya untuk berjemur. Sinar matahari pagi sangat baik untuk kulit. Sedangkan Arletta masih terbaring di ranjang, masih kelelahan.Tadi malam, Arletta baru bisa tertidur pada pukul tiga pagi. Lebih dari satu minggu tak bertemu dengan sang suami membuat suaminya itu seperti singa yang kelaparan. Tentu sebagai istri yang baik, Arletta wajib untuk melayani suaminya itu. Suara ketukan pintu terdengar. Refleks, Arletta yang tengah berbaring di ranjang, mengalihkan pandangannya melihat ke arah pintu dan meminta orang yang mengetuk pintu untuk masuk ke dalam.“Permisi, Bu.” Seorang pelayan melangkah menghampiri Arletta.Arletta menatap sang pelayan. “Iya? Ada apa?” tanyanya.“Bu, ini saya b

  • Kesempatan Kedua    Bab 83. Extra Part II

    “Papa …” Keanu melompat-lompat gembira melihat Keevan yang baru saja turun dari mobil. Berikutnya, dia langsung menghamburkan tubuhnya ke Keevan. Refleks, Keevan menggendong Keanu dan menghujani putranya itu dengan kecupan.Arletta tersenyum melihat pemandangan itu. Bahkan Arula yang ada digendongannya juga nampak riang bertepuk tangan melihat Keevan sudah pulang. Tepatnya, tadi malam Keevan bilang kalau akan tiba di rumah pada pukul sepuluh pagi. Arletta senang karena Keevan menepati janjinya untuk pulang lebih cepat. Lihat saja Keanu sudah sangat senang melihat ayahnya pulang. Well, bukan hanya Keanu saja yang senang tapi juga Arletta serta Arula—si balita cantik nampak senang. Keevan melangkah mendekat ke arah Arletta sambil menggendong Keanu. Pria itu memberikan kecupan di bibir istrinya dan kecupan di pipi bulat Arula. “Maaf membuat kalian menunggu lama.”“Nggak apa-apa, Sayang. Yang penting kamu udah pulang sekarang.” Arletta memeluk lengan Keevan, dan memberikan kecupan di l

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status