Marah itu mudah, bahkan kita tanpa sadar sudah terbawa pada puncak emosi yang menggebu yang akan berakhir pada adanya penyesalan, tapi marah kepada siapa? Bisakah kita menahan dan mengontrolnya? Dengan ukuran kemarahan yang sesuai, pada saat dan tujuan yang tepat, serta dengan cara yang benar, itulah yang susah. Menahan marah itu susah dan butuh kesabaran untuk meredam gejolak nya. Bahkan ... menahan marah itu berat. Yang mampu cuma orang yang kuat.Rasulullah Muhammad SAW juga memuji umatnya yang mampu menahan marah. Dalam hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, beliau bersabda:ليسَ الشديدُ بالصّرعَةِ، إنما الشديدُ الذي يملكُ نفسهُ عند الغضب"Orang yang kuat bukanlah yang pandai bergulat, sungguh orang yang kuat adalah yang mampu menguasai dirinya ketika marah.” (HR. Bukhari dan Muslim)***Sore ini Rayyan dan Renata kembali ke kafe tempat Afika bekerja. Setelah memarkirkan mobilnya di tempat parkir yang disediakan, Rayyan dan Renata segera masuk. Mereka senga
Saat dia sudah menyerah untuk memperjuangkanmu dan memilih berhenti, di saat itu juga bersamaan kamu mulai menyadari bahwa kamu mencintainya. Namun, semuanya telah terlambat karena ia tak mau ada hal apapun yang berhubungan denganmu. Yang tersisa hanyalah sesal mendalam. ***Pengajian berjalan dengan lancar, setelah ikut beres-beres dan mengobrol dengan Vika dan Amirah, Anin segera pamit pulang. Rayyan pun sudah siap untuk mengantarkannya pulang. "Makasih ya mas, sudah mau antar jemput aku," ucap Anin malu-malu di dalam mobil Rayyan. "Iya sama-sama," ucapnya tersenyum lembut. Setelah mengantar Anin, Rayyan segera pulang ke rumahnya. Di persimpangan jalan kebetulan sedang lampu merah dirinya melihat Afika yang sedang mengayuh sepeda dengan membawa beberapa kardus yang diletakkan di keranjang sepedanya. Mungkin karena kepanasan Afika berulang kali mengelap wajahnya yang dibanjiri keringat karena hari ini cuaca begitu panas. "Kenapa Afika begitu ketakutan melihatku? Bahkan dia sanga
Aku lebih memilih memendam perasaan, karena aku takut terluka, tapi justru memendam hanya membuatmu terluka.***Pagi ini Afika disuruh Bu Rani untuk berbelanja di pasar untuk membeli bahan-bahan kue, diakui bu Rani sejak Afika kembali ke panti bebannya sedikit berkurang, ia bisa membagi tugasnya dengan Afika, sejak suaminya meninggal tiga bulan yang lalu, bu Rani hanya sendiri mengurus panti dan menghidupi 30 anak panti dengan uang pensiunan suaminya juga dari donatur tetap panti ini. Anak semata wayangnya sudah mempunyai kehidupan sendiri di Belanda bersama istri dan anaknya. Bahkan tidak pernah datang ke Indonesia hanya sekedar melepas rindu pada ibunya.Afika mengayuh sepedanya untuk pergi ke pasar. Setelah memarkirkan sepeda pancal buntutnya Afika segera pergi ke toko bahan kue.Saat ini Ambar sedang berada di pasar untuk belanja bulanan, biasanya Ambar selalu ditemani sang menantu, Devina, namun sudah tiga hari Devina, Abizar dan Alika pergi ke Kanada mengunjungi mamanya yang se
Manusia harus lebih cerdas dalam menghadapi masalah dan diiringi dengan kesabaran hati. Itulah jalan keluar yang terbaik untuk menghadapi masalah tersebut. Karena kita tahu, semua orang pasti mempunyai masalah. ***Kenzo menceritakan semua yang dialaminya hari ini pada sang istri setelah pulang dari rumah sakit."Sayang, tadi vertigo Tante Ambar kambuh saat belanja ke pasar, untung ditolong sama seseorang, Bunda tau nggak, siapa yang nolong Tante Ambar?" tanya Kenzo."Ya nggak tau lah Sayang. Kok malah kasih tebakan sama bunda sih," ucap Amirah sambil mengerucutkan bibirnya kesal."Hehehe ... iya deh, yang nolong bunda itu Afika ....""Hah, Afika ... beneran Ayah, itu Afika?""Iya, Sayang. Aku sama Rayyan tadi sudah lihat CCTV rumah sakit secara langsung dan memang itu Afika. Tapi yang buat ayah sedih, kenapa Afika tidak mau ketemu ayah ya, Bun, malah untuk menghindar gadis itu menutup wajahnya dengan koran saat ayah mendekat ke ruang IGD," ungkapnya sedih."Iya sama, sampai segituny
Jadilah yang terbaik di mata AllahJadilah yang terburuk di mata diri sendiriJadilah yang sederhana di mata manusia lainnya.(Ali bin Abi Tholib)***Seperti pagi-pagi sebelumnya, Afika mengantarkan kue ke pelanggan. Mulai pagi ini bu Rani juga membuka pesanan katering beraneka macam menu makanan. Bu Rani hanya menerima pesanan untuk pagi hari saja, karena bu Rani masih menghormati keputusan Afika yang masih ingin bekerja di kafe milik mama sahabatnya Nasywa. Sudah hampir dua bulan ia tidak bertemu sahabatnya Nasywa, bahkan ia harus menahan rindu pada sahabatnya, malu rasanya kalau harus setiap satu minggu sekali minta tolong mbak Ayin untuk menelponkan Nasywa atau pun Ridho, pulsa paketan jelas mahal apalagi untuk telpon ke luar negeri.Sudah 4 kantong plastik yang ia kirim ke pelanggan. Afika beristirahat dulu di bahu jalan untuk melepas lelah."Kak, itu bukan Kak Afika ya, pegawai kafe yang numpahin kopi di baju kesayangan Kakak ya?" tanya Ajeng dari kejauhan sambil menunjuk ke ara
***Seberapa pun usahaku untuk tidak bersedih lagi, tetaplah air mataku tak bisa ditahan. Meski begitu, aku telah ikhlas atas kehilangan sesuatu itu.***Afika hanya mengganjal perutnya dengan roti tawar yang selalu ia bawa kemana-mana. Afika baru ingat kalau ia tidak mengambil air putih saat masuk kamar tadi, kebiasaannya minum air putih sebelum tidur dan bangun tidur memberanikan dirinya keluar untuk mengambil air minum. Jam di dinding kamar tamu menunjukkan pukul 11 malam, saat ini Afika mau tak mau harus keluar untuk mengambil air putih di dapur. Afika saat ini juga sudah kehausan. Afika mengambil minum di dispenser yang tersedia di dapur. Afika meminumnya sambil duduk di lantai karena tidak mau berdiri saat minum. Hingga terdengar suara bariton yang sangat ia kenali mengagetkannya."Ngapain kamu malam-malam di dapur? Mau curi makanan ya?" tanya Rayyan tiba-tiba dari bekakang Afika. Membuat gadis itu kaget bukan kepalang, pria sombong yang dia hindari muncul begitu saja di belaka
Orang menangis bukan karena mereka lemah. Itu karena mereka terlalu tangguh untuk waktu yang lama.***Pengajian selesai pada pukul 15.30. Afika dan bu Rani segera membereskan piring-piring kotor setelah acara tadi. Nanti malam acara puncaknya, pesta syukuran hari jadi Rayyan.Afika dengan sigap membawa piring-piring kotor ke dapur dan mencucinya."Fik, ibu sangat senang lihat kamu pakai hijab, kamu makin terlihat cantik lho sayang," ucap Bu Rani saat ia mencuci piring bersama Afika."Alhamdulillah, doakan ya Bu, insyaallah segera dan istiqomah Afika memakai hijabnya sesuai perintah agama kita ya Bu, karena sudah sejak dulu Afika juga ingin berhijab. Namun, bapak tidak memperbolehkannya, sampai ibu diam- diam membelikan Afika gamis dan hijab tanpa sepengetahuan bapak," ucap Afika."Aamiin, ibu doakan yang terbaik buat kamu anak baik," bisik Bu Rani.Afika tersenyum. "Terima kasih Bu."Ambar diberitahu Kenzo bahwa gadis yang seminggu yang lalu menolongnya ada di sini, Ambar begitu ingi
Patah hati itu seperti menderita patah tulang. Dari luar semuanya terlihat baik baik saja, tapi untuk bernapas saja sakit.***Rayyan masih melihat ke arah Afika dan Renata yang masih tak henti-hentinya digoda Arka. Bahkan tamu yang mengucapkankan selamat tidak ia hiraukan. Entah kenapakenapa tiba-tiba Rayyan reflek mengepalkan tangannya ketika dengan lancangnya tangan Arka menarik tangan Afika, padahal gadis itu tidak menghiraukan sedikit pun godaan Arka. "Bang, jangan nggak sopan ya! Nyentuh-nyentuh kak Afika, bukan muhrim tau nggak sih ...," ucap Renata sengit sambil menarik tangan Afika yang disentuh Arka. "Maaf-maaf ... maaf nona cantik, saya terlalu terbawa suasana jadi nggak sopan nih," ucap Arka sambil melepas tangan Afika merasa keki. "Nak Afika, kalau sudah bantu ibu lagi ya," ucap bu Rani tiba-tiba mendekati mereka. "Iya Bu. Maaf tadi saya diajak Renata ke kamarnya dan dipinjami bajunya," ucapnya menjelaskan. "Nggak apa kok Nak, gaunnya bagus, cocok dipakai Nak Afika,