"Kesendirian adalah jalan terbaik untuk duka dan jenuh menghancurkanmu."
Faiqa Eiliyah
Ayub seru sendiri bermain di taman belakang. Bersama kedua robot yang dihadiahkan oleh kak Nadiranya, dua hari yang lalu sebelum kembali lagi ke Surabaya.
Meskipun Ikshan dan Raka sama-sama di Surabaya, tapi jarak tempat Ikshan bekerja dengan restoran milik papa Pratama cukup jauh. Mereka baru sekali mampir di sana. Itu pun karena kebetulan lewat.
"Assalamualaikum!" Suara seorang wanita dari arah pintu depan, membuat fokus Karina dari pakaian yang dilipatnya teralihkan. Karina meninggalkan pekerjaannya dan bergegas menuju pintu.
"Waalaikumussalaam, eh, Mbak Nayra, silahkan masuk!" ajaknya ramah.
"Ayubnya mana, Mbak Karin?" tanyanya sambil celingak celinguk mencari Ayub, membuat Karina tanpa sadar terkikik geli melihat ulah tetangga barunya yang polos itu.
"Dia di taman belakang, main ayunan sama robot-robotannya," terang Karina menyalakan TV agar Nayra bisa menonton dan dia bisa menemaninya sembari melanjutkan acara lipat-melipat yang tadi terpaksa dia tinggalkan.
"Tiga hari ini, Mbak Karin dan Ayub, ke mana? Aku sering ke sini loh. Bawa catty dan makanan juga, tapi nggak pernah ketemu," curhatnya.
"Ough, iya, mbak. Aku dan Ayub, nginap di rumah kakeknya," terang Karina sambil sesekali melihat ke arah Nayra.
"Padahal dua hari ini suamiku pulang, aku kepengen ... banget, ngenalin kalian sebagai tetangga baru yang pertama kali aku kenal. Sayangnya, nggak jadi karena kalian nggak ada dan sekarang dia sudah pergi lagi!" sesalnya.
"Ya, Allah, Mbak ... kita ini tetanggaan nggak sehari dua hari, tapi dalam kurun waktu lama. Inshaa Allah, kami pasti bisa bertemu suatu saat nanti!" ucap Karina tersenyum geli, melihat betapa polos tetangga barunya itu.
"Iya, seh, mbak. Suamiku juga sudah penasaran banget, mau ketemu sama Mbak Karin dan Ayub. Habisnya saat ia pertama sampai rumah kemarin lusa, hal yang pertama kali kubicarakan padanya adalah si catty, kucing kesayangannya yang sempat nyasar ke kamarnya Ayub," ucapnya semangat.
"Jadi, bagaimana tanggapan suamimu?" tanya Karina ikut penasaran mendengar ceritanya.
"Suamiku bilang, kalau sekarang dia tenang bekerja jauh dariku. Karena sekarang aku punya kalian, tetangga yang baik dan juga bisa diajak main saat aku lagi jenuh atau kesepian!" ucap Nayra semangat.
Karina tersenyum puas karena akhirnya selesai melipati pakaian tanpa terasa, sambil ditemani Nayra. Ia menyusun rapi pakaian itu ke dalam keranjang, sebelum memindahkannya ke dalam lemari pakaian.
"Memangnya kamu nggak kenal tetangga lain selain kami?" tanya Karina penasaran.
"Belum, Mbak. Aku cuma kenal kalian berdua." ucap Nayra sembari nyengir kuda.
Karina terkikik geli karena ulah Nayra, yang tidak hanya terlihat polos dan lugu. Dia juga sangat manis dan menyenangkan. Hal itu membuat Karina dengan mudah akrab dan jatuh cinta pada karakternya.
Mereka berbincang-bincang sampai lupa waktu, kadang mereka terlihat tertawa-tawa, kadang juga dengan mimik wajah serius. Sampai akhirnya tanpa terasa siang telah berganti senja.
"Sudah sore Mbak Karin, aku pamit pulang dulu!" pamitnya beranjak dari duduk lalu keluar menuju pintu depan.
"Mbak, besok kalau sudah salat Asar, jalan-jalan ke rumahku sama Ayub, ya!" ajaknya dengan wajah serius.
"Ough, iya. Nanti dilihat, ya. Aku nggak bisa janji soalnya," ucap Karina dengan tersenyum, menatapnya hingga menghilang di lorong samping pagar rumahnya.
Karina kembali masuk ke dalam rumah, siap-siap untuk meracik menu makan malam. Mandi lalu Salat Maghrib. Begitu semua ritual selesai, Karina mulai bersantai sambil membuka-buka Medsos. Sebelum makan malam dimulai, sebagai relaksasi untuk otot, otak, dan hatinya.
Begitu ia merasa sudah agak baikan, Karina menyiapkan makan malam. Mereka makan malam bersama tanpa banyak bicara. Setelah selesai makan, Ayub beranjak ke meja belajarnya mengerjakan PR. Dia disuruh menghitung gambar setiap buah dalam keranjang, lalu menuliskan hasilnya pada titik-titik di samping gambar.
Karina tak mengajari, hanya ikut melihati Ayub mengerjakan PR. Jika dia terlihat lama mengetuk-ngetuk pensilnya ke meja. Karina akan memajukan tubuh untuk melihat soal mana yang dianggapnya sulit itu. Meskipun dia tetap tak akan membantu tanpa dimintai tolong.
Setidaknya ini adalah awal pendidikan secara dini, untuk menggagahi hidup. Bahwa hidup itu harus bekerja keras tanpa harus bergantung pada orang lain. Karena bergantung pada orang lain adalah jalan terdekat menuju kemalasan dan kegagalan.
Sampai ke sepuluh soalnya selesai, Ayub sama sekali tak kesulitan. Dia mengerjakan sendiri dengan tenang dan tanpa rewel. Selesai semua PR-nya ia kerjakan, ia minta di temani ke kamar untuk pipis, lalu melompat ke tempat tidur.
"Apa hari ini Ayah tak menelpon Ibu?" tanya bocah kecil itu begitu hati-hati, seakan takut menyakiti hati ibunya dengan pertanyaan yang baru saja ia lontarkan.
"Tidak, mungkin Ayah sedang sibuk," kilah Karina penuh basa-basi. Karina membenarkan letak bantal dan selimut yang akan dipakai oleh Ayub. Menatap mata putranya begitu dalam, sebelum akhirnya ia tertidur sembari menepuk-nepuk punggungnya.
Bocah kecil itu melingkarkan tangan di leher Karina, minta dielus-elus agar bisa tertidur dengan cepat. Karina pun memenuhinya, ia mengelus-elus pucuk kepalanya. Hingga akhirnya ia benar-benar terlelap. Dengkuran halusnya menggeletik telinga Karina yang berjarak begitu dekat darinya.
Karina mengangkat kepala dan menjauhkan diri dari Ayub. Menatap wajah malaikat kecilnya itu dengan lekat, lalu merapatkan tubuh mereka, ketika bibirnya menyentuh kening putranya.
"Have a nice dream, honey!" bisiknya, lalu beranjak wudhu untuk salat Isya.
"Have a nice dream, Mommy!" bisiknya juga sambil masih memeluk bantal kesayangannya.
Tanpa Karina ketahui kalau ternyata bocah itu masih terjaga dan membalas ucapannya tadi. Beberapa menit kemudian dia sudah tenggelam dalam dialog panjangnya dengan Sang Pemilik semesta. Menumpahkan kegundahan yang begitu penuh sesak menjejali dadanya.
Setetes demi setetes air matanya jatuh membasahi mukena putih bersih yang dikenakannya. Duka itu begitu membelitnya, jika bukan karena Ayub. Mungkin dia sudah melambaikan tangan ke kamera Tuhan dan mengatakan kalau dia tak kuat lagi. Dia menyerah.
Usai membereskan perlengkapan salat, Karina beranjak menuju tempat tidur dengan HP di tangan. Memadamkan lampu kamar agar tidur jagoan kecilnya tidak terganggu. Menyalakan lampu baca di sampingnya, lalu duduk bersandar sambil kembali membuka kembali HP-nya.
Meski ia tahu, suaminya tak akan menelpon atau sekadar berbagi kabar dengannya. Entah kesibukan seperti apa yang sedang menjerat suaminya, ia tidak tahu. Karina hanya tahu, suaminya tak lagi ada waktu untuknya.
Galeri adalah satu-satunya tujuan yang bisa ia singgahi, membasuh rindu di hatinya dengan menatap wajah-wajah mereka di masa lalu. Ada senyum dan tawa yang terukir jelas pada wajah-wajah mereka di foto itu. Wajah-wajah yang penuh kebahagiaan, tapi kini ... wajahnya hanya dipenuhi oleh kegelisahan.
Karina tersenyum, kontras dengan air mata yang terus bergulir di pipinya. Begitu dalam ujung runcing dari duka itu menghujam tepat ke dasar sukmanya.
"Ibu, kenapa Ibu belum tidur?" Geliat si kecil di sampingnya. Membuatnya buru-buru menyeka air mata, memadamkan lampu dan lanjut menyelami luka hatinya.
"Sahabat baru terkadang bisa membawa suasana baru. Di saat jenuh terasa ingin mencekikmu."Faiqa EiliyahSeperti permintaan Nayra kemarin sore. Saat ini Karina dan Ayub sudah duduk manis di depan rumah Nayra. Berbeda dengan Karina yang lebih suka bunga yang benar-benar menampakkan bunga. Karina begitu gila pada jenis-jenis bunga itu. Karena mencintai aneka warna, bentuk bunga, kelopak, juga keharumannya. Sedang Nayra kelihatannya lebih menyukai tanaman hias daun yang beraneka corak dan bentuk. Berbagai jenis tanaman hias daun memenuhi teras dan halaman rumahnya."Eh, Ayub! Senang banget akhirnya kalian mau ke sini!" serunya, membuat Karina terlonjak kaget dari keasyikannya menyapu tanaman hias milik Nayra dengan tatapan liarnya."Eh, maaf!" ucap Karina tersipu malu, sementara Ayub ternyata sudah asyik sendiri melihati kolam ikan yang penuh dengan ikan-ikan cantik di bawah sana.
"Luka yang tertinggal di tubuh bisa disembuhkan oleh obat, tapi luka yang tertinggal di hati hanya mampu disembuhkan oleh waktu."Faiqa EiliyahHari ini Karina dan Nayra selesai barter tanaman bunga. Beberapa hari yang lalu Karina menyarankan agar Nayra mau menanam tanaman hias yang ada kembangnya, tapi dia menolak. Alasannya tanaman hias yang berbunga ada masa matinya dan harus diperbaharui lagi, cenderung manja karena harus disiram tiap hari.Tapi Karina mematahkan argumennya dengan mengatakan, kalau untuk melihat keindahan yang luar biasa memang perlu sedikit usaha. Lelah itu akan terbayar ketika warna warni dari kelopak bunga itu memenuhi tamannya.Sebagai gantinya Nayra juga meminta agar Karina merasakan simplenya menanam tanaman hias daun, selain nggak manja. Dia juga tahan segala cuaca dan tak perlu rajin disiram.Karina bahkan sempat ngakak menggoda Nayra kalau tanaman hias daun itu, Tuhan ciptakan unt
"Menepikan biduk ke bibir pantai ketika di tengah lautan ada amukan badai adalah cara terbaik untuk menyelamatkan biduk dari karam."Faiqa EiliyahKarina sudah selesai menata sarapan di atas meja, Ayub sudah rapi menggunakan pakaian TK-nya yang sangat manis dengan perpaduan warna hijau dan putih. Sementara Raka tertidur kembali setelah usai salat Subuh, entah apa yang dilakukannya semalam hingga ia tidur terlalu larut.Selesai sarapan, Karina menyisihkan piring kotor. Menutup kembali sarapan yang ada di atas meja dengan tudung saji. Lalu bergegas mengantar Ayub ke TK-nya dengan jalan kaki."Pagi, Ayub!" Suara Nayra membuat keduanya menoleh berjamaah pada si sumber suara."Pagi, mbak Nayra!" balas Karina dengan tersenyum lebar."Mau kemana, tumben sepagi ini?" tanya Karina bingung."Mau ikut kalian," jawabnya sambil cengar-cengir nggak jelas."Ikut?"
"Sebesar apa pun luka yang tengah meradang di hati seorang Istri, luka itu akan ia lupakan demi melihat buah hatinya bahagia."Faiqa EiliyahAyub mengangkat wajah dengan tatapan dingin ketika Karina sampai di sana. Teman-temannya sudah menghilang, menyisakan dirinya menunggu sendiri. Belum lagi Mak Idah yang biasa menemaninya, hari ini belum juga masuk karena sakit."Ibu lambat, ya?" tanya Karina dengan raut penuh penyesalan, sambil mencoba membaca raut wajah putranya yang dingin. Karina ikut duduk di samping Ayub karena ia tak memberikan tanggapan atau respon pada pertanyaannya."Kenapa memarahi Ayah, apa Ibu mau Ayah pergi lagi jika Ibu terus memarahinya!" ucapan putranya membuat rahang Karina nyaris lepas dan terjatuh."Hah, sejak kapan Ayub berani menguping pembicaraan orang tua? Dosa loh, anak kecil menguping pembicaraan orang dewasa." Karina yang shock menoleh pada putranya."Ayub, nggak
"Bahkan pasangan pun bisa menjadi asing ketika kau meninggalkannya terlalu lama, dan membiarkannya mati terkubur oleh rindu."Faiqa EiliyahKarina keasyikan main game, mencari pelarian saat kedua prianya seperti biasa mengabaikannya. Entah mereka sedang apa di kamar, hanya terdengar suara adu mulut yang sesekali diselingi suara kikikan.Karina mau tidak mau menjadikan HP sebagai pelarian. Meski dia tidak begitu suka main game, tapi demi melindungi dirinya dari kejenuhan yang bertumpuk. Main game adalah jalan ninja untuk lepas dari segala keruwetan dan kejenuhan.Prok prok prok prok!Karina menoleh kaget dengan suara tepuk tangan di belakangnya. Di sana Raka tengah bersandar di ambang pintu kamar. Tengah menatapnya lekat, Karina menoleh menatap wajah Raka, mencari arti dari tepuk tangannya barusan.Raka berjalan mendekat, lalu duduk di sampingnya dan tertawa ringan, "Jadi sekarang kau alih prof
"Tertawa adalah senjata paling ampuh, untuk memutuskan simpul-simpul sepi yang melilitmu."Faiqa EiliyahHari ini Raka mengajak putranya mengunjungi kakeknya. Tadi pagi saat mereka lelah bermain bola di halaman belakang. Mereka tiba-tiba kepikiran untuk pergi bersenang-senang ke sana, tentu saja karena sibuk mengatasi amarah Karina. Raka jadi lupa mengunjungi mereka semua. Terutama Idham, sepupu Karina yang tak lain adalah sahabat karibnya.Sementara Karina lebih memilih tinggal sendiri di rumah. Seperti siang itu, dia duduk sendiri di depan TV ketika semua pekerjaan rumah sudah kelar dia kerjakan. Rasa bosan yang tiba-tiba hadir menyelinap, membuatnya berjalan ke teras rumah dan duduk di sana seperti orang kesepian.Menggerakkan jempolnya naik turun di beranda sosmed, tapi tak ada yang mampu menarik perhatiannya. Meskipun sekedar untuk mengalihkan rasa bosan yang tiba-tiba hadir tanpa diundang. Dia hanya membiarkan semu
"Jika sakralnya pernikahan kau jadikan sebuah kompromi, tunggulah saatnya ketika hatimu bahkan tak bisa berkompromi dengan dirimu sendiri."Faiqa EiliyahKarina memejamkan mata saat menyeruput es lemon tea buatannya yang begitu segar. Sementara Nayra asyik mencocol perkedelnya pada sambal pedis manis yang khusus diracik oleh Karina untuknya. Menggunakan resep rahasia andalan Karina. Nayra begitu senang karena dia sangat menyukai perpaduan rasa pedis, manis, asam itu dalam satu gigitan."Nay, apa kamu nggak kesepian kalau malam tiba dan hanya sendiri?" tanya Karina mulai kefo dengan kehidupan pribadi Nayra."Enggak! suamiku ada atau tidak sama saja bagiku," jawabnya cuek. Membuat Karina tiba-tiba menoleh, mengerutkan kening, "Ada atau tidak sama saja gimana maksudnya?""Ya, sama saja. Nggak akan mengubah apa-apa." Dia mencocol lagi perkedelnya kali ini dengan porsi sambal yang jauh lebih banyak
"Mengapa melepas itu sakit? Karena kepergiannya membawa serta semua harapan untuk bersama. Menyisakan setumpuk kenangan dan rasa untuk kau ratapi."Faiqa EiliyahBeberapa hari ini romantisme rumah tangga mereka kembali normal seperti dahulu, kadang Raka sengaja menggantikan Karina mengantar Ayub ke TK. Supaya Karina tidak perlu lagi bolak-balik mengantarnya, lalu kembali mengerjakan pekerjaan rumah dan menjemputnya lagi beberapa jam kemudian.Ayub juga lebih senang di antar ayahnya karena ia tak perlu jalan kaki, seperti saat bersama Karina. Ketika malam tiba dan Raka buru-buru mengajak Ayub pergi tidur bersama, maka Karina akan cukup tahu diri kalau Raka menginginkannya.Biasanya Karina juga akan bergegas menyelesaikan semua pekerjaannya, seperti berbenah, mencuci peralatan makan, dan menyiapkan tempat tidur.Ketika bunyi pintu kamar terbuka, Karina akan beranjak dari tempat duduk dan mematikan telev