"Kehangatan dalam keluarga adalah kebahagiaan sederhana yang mahal harganya, bagi mereka yang terpisah jarak dan ruang. Namun, kebahagiaan sederhana yang murah bagi mereka yang saling berdekatan, baik jarak dan juga hatinya."
Faiqa Eiliyah.
Karina terjaga dengan pandangan berputar ... salat Subuh dengan keadaan tak stabil. Kepalanya sangat berat.
Pagi ini Kayra sudah harus kembali ke Kota untuk kerja, Karina terus mewanti-wantinya agar bisa mawas diri. Jangan sampai terperosok dalam lembah zina.
"Inshaa Allah, siap Kanse!" ucapnya sembari menaikkan tangan menyentuh keningnya untuk hormat.
Kanse (Kanda senior) adalah panggilan Kayra pada Karina sejak mereka beranjak remaja. Sebaliknya Dinjun (Dinda junior) adalah panggilan Karina pada Kayra, tapi setelah Ayub lahir, panggilan untuk Kayra bertambah jadi Bunjunnya Ayub (Bunda Junior).
Ayub berlari dari dalam rumah, masih dengan muka bantal. Langsung menyerbu Bunjunnya, seolah tidak ingin berpisah.
"Bunjun, nanti datang lagi yah, kita jajan es krim lagi yang banyak," celoteh bibir mungilnya membuat Kayra gemas dan menciuminya.
"Emh, bau asem, Nanjun (Nanda junior) masih bau iler!" sindir Kayra, yang membuat Ayub terkikik geli, membuat mereka serempak ikut merasa geli dengan reaksi lucunya.
"Nanti Ayub harum kok, Bunjun. Kalau sudah mandi!" terangnya dengan penuh percaya diri.
"Ok, Bunjun harus berangkat dulu Nanjun, nanti telat. Doakan Bunjun dapat banyak uang dan dapat Yanjun (Ayahanda junior) yang dompetnya tebal, biar kita bisa jajan sepuasnya," bisik Kayra pada Ayub yang membuat Karina melotot dan melemparnya dengan setangkai bunga mawar yang tumbuh subur di belakangnya saat ini.
"Dasar gesrek!" teriak Karina ditujukan padanya, yang di balas dengan kekehan oleh Kayra.
"Aku pamit, Pa, Ma, Kanse dan Nanjun Ayubku yang paling ganteng!" ucapnya mencium Ayub lalu menurunkannya di samping. Menyalakan motor dan membunyikan klakson sebelum berangkat.
"Bunjun cepat-cepat cari Yanjun yang dompetnya tebal, ya, biar bisa jajan sepuasnya!" teriak Ayub yang membuat Papa dan Mama Ina tertawa bersama.
'Ya, Allah bocah ini, ingatannya benar-benar masih fresh. Aku saja sudah lupa kalau Kayra janji begitu pada Ayub tadi.' Karina menggelengkan kepala sembari bermonolog dalam hati.
Karina menggendongnya masuk ke rumah. Mandi, berbenah, lalu duduk santai menemaninya nonton di depan TV.
"Assalamualaikum!"
Waalaikumussalaam!" jawab Karina melihat siapa yang datang.
"Eh, Idham! tumben?" sapa Karina.
"Kebetulan Kakak di sini, aku ke sini diutus Mama buat jemput Kakak," ucapnya.
"Kenapa, apa Tante baik-baik saja?" tanya Karina menanyakan tantenya.
"Iya, Kak, Mama baik-baik saja. Kemarin malam Kak Ikhsan dan istrinya tiba dari Surabaya. Nadira terus merengek minta ketemu sama adik gantengnya!" tutur Idham.
"Ough, jadi Kak Nisya dan Kak Ikhsan ada di rumah sekarang?" tanya Karina antusias.
"Iya, Kak, ini di suruh jemput kalian berdua," jelasnya.
Ayub yang belum mengerti apa-apa, dan memang belum mengenal Nadira. Membuatnya sama sekali tak tertarik dengan keseruan mama dan om-nya itu.
"Hei, jagoan! om-nya datang kok nggak, salim?" tegur Idham padanya.
Membuat Ayub menoleh, lalu beranjak menyaliminya. Idham memeluk lalu menatap ponakannya lekat, mungkin mencari wajah sahabatnya di sana ....
Ia menggendongnya dan Ayub pun tak menolak. Idham membawa Ayub ke dapur, menemui Mama Ina. Buat minta izin membawa jagoan kecil ke rumahnya.
"Eh, Idham, sama siapa?" Suara Mama Ina yang terdengar kaget, Idham tiba-tiba sudah ada di dapur menggendong Ayub.
"Sendiri Tante, Mama ngundang Om dan Tante ke rumah malam ini, soalnya Kak Ikhsan dan Kak Nisya pulang dari Surabaya kemarin malam," ucap Idham yang terdengar jelas oleh Karina.
"Wah, tante seh, terserah om-mu nanti, Dham. Kalau pulang kerja om, nggak terlalu capek. Tante akan usahain ke sana, buat ketemu sama si Nadira. Sekarang dia pasti sudah besar," ucap myama Ina mengambang.
***
"Karin!?" Pekik Nisya, suaranya menggema memenuhi ruangan, takkala melihat Karina pertama kalinya.
"Hai, Kak Nisya!" sapa Karina balik sambil memeluknya.
"MasyaAllah, kakak sampai pangling. Kamu cantik benar, pakai hijab ini!" pujinya, membuat Karina bersemu merah, tersipu malu.
"Ah, Kak Nisya berlebihan," sungutnya.
"Terus, si kecil Ayub, mana?" tanyanya dengan bola mata kesana kemari mencari Ayub.
"Ayub ke taman belakang Kak, sama Nadira dan Tante. Kakak pasti tertawa, andai Kakak lihat tingkah Nadira tadi, pas pertama kali ketemu sama aku. Dia bilang gini, 'Eh, Tante, Adik kecilnya mana?' padahal adik kecilnya kan sudah ada di depannya, neh. Pas kutunjukkan Ayub, eh, dia malah ngedumel 'Kok, Adik kecilnya sudah besar?' Ya, kali Ayub jadi bayi mulu demi menyenangkan dirinya!" ucap Karina dibarengi kekehan.
Nisya ikut terkekeh mendengar cerita Karina, "Mana Kak Ikhsan?" tanya Karina kemudian setelah menyadari tak melihat kakak sepupunya dari tadi.
"Dia keluar, baru saja!" jawab Nisya sambil menuntun Karina ke taman belakang, menyusul bocah-bocah mereka.
Mereka duduk bertiga bersama Tante dan Nisya, melihat Nadira dan Ayub yang akhirnya sudah terbiasa satu sama lain. Mereka seperti sudah lama saling mengenal, tanpa pernah tahu. Kalau beberapa tahun lalu, mereka pernah menjadi sepasang teman kecil di rumah ini juga.
"Assalamualaikum!" Suara Ikhsan menggema dari ruang tamu, Nisya beranjak keluar menyambut suaminya.
"Itu, Ayub, lengkap dengam Mamanya!" ucap Nisya menunjuk ke arah Karina, seolah meyakinkan Ikhsan kalau Karina benar-benar ada di sana.
"Nadira! Ingat pernah janji apa sama adik gantengnya pas di Bandara?" tanya Ikhsan pada Nadira. Mereka serempak menoleh pada Nadira, menanti jawaban yang akan keluar dari mulutnya.
"Mau di bawain robot, Pa!" ucapnya sambil tersenyum.
"Nah, ini papa sudah beliin, kasih, gih, sama Ayub!" titah Ikhsan pada Nadira putrinya, yang disambut dengan anggukan senang oleh Nadira. Ia segera berlari meraih bungkusan dos yang cukup besar dari papanya dan menyerahkan dos itu pada Ayub.
Pandangan Ayub berpencar menatap ke arah mereka satu persatu, lalu terakhir menatap Karina, meminta persetujuan. Ketika Karina menganggukinya, sekulum senyum merekah lebar di bibir bocah itu.
Mereka semua menanti dengan sabar. Ketika Ayub dan Nadira membuka dos itu bersama-sama. Begitu dosnya terbuka, tampak sepasang robot di dalam sana. Robot Iron man dan cat women, sangat cantik.
Mereka berdua nampak sangat senang, mereka membagi robot itu lalu membawanya berlari mengintari orang-orang dewasa, yang duduk mengengelilingi meja.
"Makasih, Kak!" ucap Karina tulus pada kakak sepupunya itu. Karena sudah membuat Ayub bahagia. Setidaknya selama Raka pergi, ini yang pertama kalinya Karina melihat Ayub bermain, berlari sambil tertawa seperti tadi.
"Kamu ini kayak sama siapa saja, kamu itu sudah kakak anggap adik kandung kakak. Jadi anak-anakmu, adalah anak-anak kakak juga," ucapnya sambil mengacak pucuk hijab Karina.
"Eh, ngomong-ngomong sekarang kamu berubah, kok makin cantik dan teduh gini ya?" godanya sambil menilik Karina dari atas sampai bawah. Karina yang dulu sering dilihatnya adalah Karina yang belum hijrah dan mengenakan hijab.
"Kak Ikhsan, ih ... malu tau!" sungutnya sambil memukul pundak Ikhsan pelan.
"MasyaAllah, adik kakak ini sudah hijrah, rupanya ya? Semoga istiqomah, Sayang!" ucapnya sambil membelai puncak hijab Karina sekali lagi. Membuat Nisya dan Tante Tiara menatap ke arah sepasang sepupu itu.
"Aamiin, iya, Kak. Semoga Kak Nisya juga bisa secepatnya menyusul!" Harap Karina.
"Aamiin!" ucap Nisya sembari berdiri memeluk Karina, "kalau kau bukan sepupunya, mungkin aku sudah lama cemburu sama kamu Karina. Sepupumu ini hobby sekali membangga-banggakan kamu, di depan semua keluargaku," ucap Nisya yang membuat Karina merasa tidak enak hati.
"Aku bicara apa adanya, Nisya!" bela Ikhsan sambil merangkul istrinya, membuat Karina dan Tante Tiara tertawa geli melihat tingkah absurd mereka.
Malam itu berlalu dengan mereka ngumpul melantai di ruang keluarga tanpa menyalakan TV. Agar mereka bisa fokus pada satu sama lain, besok pagi-pagi sekali. Karina dan Ayub sudah harus pulang ke rumah.
Mereka sudah dua hari ini, meninggalkan rumah. Bisa dipastikan rumah mereka sudah pasti penuh debu sekarang, belum lagi dedaunan yang berguguran pasti sudah memenuhi halaman belakang dan depan rumah mereka.
"Kesendirian adalah jalan terbaik untuk duka dan jenuh menghancurkanmu."Faiqa EiliyahAyub seru sendiri bermain di taman belakang. Bersama kedua robot yang dihadiahkan oleh kak Nadiranya, dua hari yang lalu sebelum kembali lagi ke Surabaya.Meskipun Ikshan dan Raka sama-sama di Surabaya, tapi jarak tempat Ikshan bekerja dengan restoran milik papa Pratama cukup jauh. Mereka baru sekali mampir di sana. Itu pun karena kebetulan lewat."Assalamualaikum!" Suara seorang wanita dari arah pintu depan, membuat fokus Karina dari pakaian yang dilipatnya teralihkan. Karina meninggalkan pekerjaannya dan bergegas menuju pintu."Waalaikumussalaam, eh, Mbak Nayra, silahkan masuk!" ajaknya ramah."Ayubnya mana, Mbak Karin?" tanyanya sambil celingak celinguk mencari Ayub, membuat Karina tanpa sadar terkikik geli melihat ulah tetangga barunya yang polos itu."Dia di taman belakang,
"Sahabat baru terkadang bisa membawa suasana baru. Di saat jenuh terasa ingin mencekikmu."Faiqa EiliyahSeperti permintaan Nayra kemarin sore. Saat ini Karina dan Ayub sudah duduk manis di depan rumah Nayra. Berbeda dengan Karina yang lebih suka bunga yang benar-benar menampakkan bunga. Karina begitu gila pada jenis-jenis bunga itu. Karena mencintai aneka warna, bentuk bunga, kelopak, juga keharumannya. Sedang Nayra kelihatannya lebih menyukai tanaman hias daun yang beraneka corak dan bentuk. Berbagai jenis tanaman hias daun memenuhi teras dan halaman rumahnya."Eh, Ayub! Senang banget akhirnya kalian mau ke sini!" serunya, membuat Karina terlonjak kaget dari keasyikannya menyapu tanaman hias milik Nayra dengan tatapan liarnya."Eh, maaf!" ucap Karina tersipu malu, sementara Ayub ternyata sudah asyik sendiri melihati kolam ikan yang penuh dengan ikan-ikan cantik di bawah sana.
"Luka yang tertinggal di tubuh bisa disembuhkan oleh obat, tapi luka yang tertinggal di hati hanya mampu disembuhkan oleh waktu."Faiqa EiliyahHari ini Karina dan Nayra selesai barter tanaman bunga. Beberapa hari yang lalu Karina menyarankan agar Nayra mau menanam tanaman hias yang ada kembangnya, tapi dia menolak. Alasannya tanaman hias yang berbunga ada masa matinya dan harus diperbaharui lagi, cenderung manja karena harus disiram tiap hari.Tapi Karina mematahkan argumennya dengan mengatakan, kalau untuk melihat keindahan yang luar biasa memang perlu sedikit usaha. Lelah itu akan terbayar ketika warna warni dari kelopak bunga itu memenuhi tamannya.Sebagai gantinya Nayra juga meminta agar Karina merasakan simplenya menanam tanaman hias daun, selain nggak manja. Dia juga tahan segala cuaca dan tak perlu rajin disiram.Karina bahkan sempat ngakak menggoda Nayra kalau tanaman hias daun itu, Tuhan ciptakan unt
"Menepikan biduk ke bibir pantai ketika di tengah lautan ada amukan badai adalah cara terbaik untuk menyelamatkan biduk dari karam."Faiqa EiliyahKarina sudah selesai menata sarapan di atas meja, Ayub sudah rapi menggunakan pakaian TK-nya yang sangat manis dengan perpaduan warna hijau dan putih. Sementara Raka tertidur kembali setelah usai salat Subuh, entah apa yang dilakukannya semalam hingga ia tidur terlalu larut.Selesai sarapan, Karina menyisihkan piring kotor. Menutup kembali sarapan yang ada di atas meja dengan tudung saji. Lalu bergegas mengantar Ayub ke TK-nya dengan jalan kaki."Pagi, Ayub!" Suara Nayra membuat keduanya menoleh berjamaah pada si sumber suara."Pagi, mbak Nayra!" balas Karina dengan tersenyum lebar."Mau kemana, tumben sepagi ini?" tanya Karina bingung."Mau ikut kalian," jawabnya sambil cengar-cengir nggak jelas."Ikut?"
"Sebesar apa pun luka yang tengah meradang di hati seorang Istri, luka itu akan ia lupakan demi melihat buah hatinya bahagia."Faiqa EiliyahAyub mengangkat wajah dengan tatapan dingin ketika Karina sampai di sana. Teman-temannya sudah menghilang, menyisakan dirinya menunggu sendiri. Belum lagi Mak Idah yang biasa menemaninya, hari ini belum juga masuk karena sakit."Ibu lambat, ya?" tanya Karina dengan raut penuh penyesalan, sambil mencoba membaca raut wajah putranya yang dingin. Karina ikut duduk di samping Ayub karena ia tak memberikan tanggapan atau respon pada pertanyaannya."Kenapa memarahi Ayah, apa Ibu mau Ayah pergi lagi jika Ibu terus memarahinya!" ucapan putranya membuat rahang Karina nyaris lepas dan terjatuh."Hah, sejak kapan Ayub berani menguping pembicaraan orang tua? Dosa loh, anak kecil menguping pembicaraan orang dewasa." Karina yang shock menoleh pada putranya."Ayub, nggak
"Bahkan pasangan pun bisa menjadi asing ketika kau meninggalkannya terlalu lama, dan membiarkannya mati terkubur oleh rindu."Faiqa EiliyahKarina keasyikan main game, mencari pelarian saat kedua prianya seperti biasa mengabaikannya. Entah mereka sedang apa di kamar, hanya terdengar suara adu mulut yang sesekali diselingi suara kikikan.Karina mau tidak mau menjadikan HP sebagai pelarian. Meski dia tidak begitu suka main game, tapi demi melindungi dirinya dari kejenuhan yang bertumpuk. Main game adalah jalan ninja untuk lepas dari segala keruwetan dan kejenuhan.Prok prok prok prok!Karina menoleh kaget dengan suara tepuk tangan di belakangnya. Di sana Raka tengah bersandar di ambang pintu kamar. Tengah menatapnya lekat, Karina menoleh menatap wajah Raka, mencari arti dari tepuk tangannya barusan.Raka berjalan mendekat, lalu duduk di sampingnya dan tertawa ringan, "Jadi sekarang kau alih prof
"Tertawa adalah senjata paling ampuh, untuk memutuskan simpul-simpul sepi yang melilitmu."Faiqa EiliyahHari ini Raka mengajak putranya mengunjungi kakeknya. Tadi pagi saat mereka lelah bermain bola di halaman belakang. Mereka tiba-tiba kepikiran untuk pergi bersenang-senang ke sana, tentu saja karena sibuk mengatasi amarah Karina. Raka jadi lupa mengunjungi mereka semua. Terutama Idham, sepupu Karina yang tak lain adalah sahabat karibnya.Sementara Karina lebih memilih tinggal sendiri di rumah. Seperti siang itu, dia duduk sendiri di depan TV ketika semua pekerjaan rumah sudah kelar dia kerjakan. Rasa bosan yang tiba-tiba hadir menyelinap, membuatnya berjalan ke teras rumah dan duduk di sana seperti orang kesepian.Menggerakkan jempolnya naik turun di beranda sosmed, tapi tak ada yang mampu menarik perhatiannya. Meskipun sekedar untuk mengalihkan rasa bosan yang tiba-tiba hadir tanpa diundang. Dia hanya membiarkan semu
"Jika sakralnya pernikahan kau jadikan sebuah kompromi, tunggulah saatnya ketika hatimu bahkan tak bisa berkompromi dengan dirimu sendiri."Faiqa EiliyahKarina memejamkan mata saat menyeruput es lemon tea buatannya yang begitu segar. Sementara Nayra asyik mencocol perkedelnya pada sambal pedis manis yang khusus diracik oleh Karina untuknya. Menggunakan resep rahasia andalan Karina. Nayra begitu senang karena dia sangat menyukai perpaduan rasa pedis, manis, asam itu dalam satu gigitan."Nay, apa kamu nggak kesepian kalau malam tiba dan hanya sendiri?" tanya Karina mulai kefo dengan kehidupan pribadi Nayra."Enggak! suamiku ada atau tidak sama saja bagiku," jawabnya cuek. Membuat Karina tiba-tiba menoleh, mengerutkan kening, "Ada atau tidak sama saja gimana maksudnya?""Ya, sama saja. Nggak akan mengubah apa-apa." Dia mencocol lagi perkedelnya kali ini dengan porsi sambal yang jauh lebih banyak