"Sahabat baru terkadang bisa membawa suasana baru. Di saat jenuh terasa ingin mencekikmu."
Faiqa Eiliyah
Seperti permintaan Nayra kemarin sore. Saat ini Karina dan Ayub sudah duduk manis di depan rumah Nayra. Berbeda dengan Karina yang lebih suka bunga yang benar-benar menampakkan bunga. Karina begitu gila pada jenis-jenis bunga itu. Karena mencintai aneka warna, bentuk bunga, kelopak, juga keharumannya.
Sedang Nayra kelihatannya lebih menyukai tanaman hias daun yang beraneka corak dan bentuk. Berbagai jenis tanaman hias daun memenuhi teras dan halaman rumahnya.
"Eh, Ayub! Senang banget akhirnya kalian mau ke sini!" serunya, membuat Karina terlonjak kaget dari keasyikannya menyapu tanaman hias milik Nayra dengan tatapan liarnya.
"Eh, maaf!" ucap Karina tersipu malu, sementara Ayub ternyata sudah asyik sendiri melihati kolam ikan yang penuh dengan ikan-ikan cantik di bawah sana.
"Mari, masuk!" ajaknya. Karina dan Ayub mengikuti langkahnya.
"Assalamualaikum!" salam mereka, meski si empunya rumah sudah berjalan beriringan.
Nayra terkikik, menjawab salam Karina sambil memukul pelan pundaknya. Nayra membawa mereka ke ruang keluarga yang cukup luas. Di sana ada TV berukuran 21 inci, dua salon besar di kedua sisinya lengkap dengan alat-alat buat karaokean.
Lalu ada karpet berbulu yang sangat lembut dan nyaman buat dipijak, bahkan mungkin Nayra biasa tiduran di sana karena ada dua bantal tergeletak di atasnya. Dindingnya di dominasi dengan cat warna crem, diperindah dengan perpaduan warna kain gorden merah marun. Sangat serasi dan cocok sekali.
"Nay, kamu biasa karaokean?" tanya Karina menatap Nayra penuh harap.
"Eh, enggak, kok." Dia memalingkan wajah menatap keluar jendela.
"Kan, sayang, cuma dipajang begitu nggak pernah kepake," tanya Karina bingung.
"Entahlah, aku juga heran. Kenapa suamiku begitu gigih ada alat-alat karaokean ini. Padahal dia tau kalau aku tidak bisa nyanyi," ucapnya sambil terkikik geli.
"Atau jangan-jangan dia yang hobi nyanyi lagi?" tebak Karina dengan mata berbinar.
"Iya seh, dia suka nyanyi, tapi jarang pakai karaokean gini, dia nyanyinya langsung nyanyi aja. Kok, nanya-nanya, jangan bilang kalau kamu juga suka nyanyi ...?" Karina menjawab tebakan Nayra dengan gelak tawa, melihat wanita itu memicingkan mata.
"Wah, bagus dong! Kasihan kan? Kalau keberadaan mereka hanya sebagai pemanis ruangan." Nayra bersemangat menarik kabel demi kabel. Mengatur volume suara dan musik pun mulai menggema di ruangan itu.
"Eh, mau ngapain?" tanya Karina.
"Dengerin suara kamulah! Mana tau kamu ketagihan dan setiap hari ke sini buat nemenin aku!" ucapnya dengan riang.
"Eh, Ayub mana?" teriak Karina panik, tak buah hatinya ada di antara mereka.
Nayra beranjak ke dapur dan merangkul Ayub yang ternyata masuk ke dapur. Bermain dengan catty si anggora putih cantik yang menjadi penyebab dua keluarga kecil ini saling kenal dan akrab satu sama lain.
"Nyanyi dong, serius aku mau dengar suara kamu!" rengek Nayra, persis seperti anak kecil minta dibelikan es krim.
"Jangan nyesal aja entar, pas aku ketagihan karaokean dan pembayaran listrik kamu membengkak!" ancam Karina dengan senyum-senyum gak jelas.
"Yaelah, cuma karaokean ini. Sini kamu mau nyanyi lagunya siapa?" tanyanya dengan tangan sudah menari-nari di layar laptopnya.
"Wajah kekasih, Siti Nurhaliza!" pinta Karina.
Jadilah hari itu Karina karaokean. Setelah sekian lama melupakannya. Hobi yang dulu sering dilakukan saat menginap di rumah Nadine. Hal ini entah kenapa seperti melempar Karina ke masa-masa silam, masa di mana dia, Nadine, dan Adnan Iskandar masih bersama.
Setiap sore mereka akan karaokean, persis seperti saat ini. Saat menyanyikan lagunya Rheina, Seribu janji. Piks air mata mengalir di ke dua belah pipi Karina, entah lagu itu mengingatkannya pada siapa? Pada Adnan sang mantan kekasih atau Raka sang suami yang kini berubah.
"Pilu rasa hatiku di dalam jiwa, tanpa sedar diriku kau tinggalkan. Kusangkakan madu penawar di jiwa, rupanya racun yang engkau suguhkan!"
Sampai di bait ini, piks Karina tak kuat. Ia menoleh, membiarkan air mata yang kembali menganak sungai itu lolos dari kelopak matanya.
"MasyaAllah, Mbak Karin! Suaranya merdu banget, mirip suara penyanyi aslinya loh!" puji Nayra.
Karina menoleh menatapnya dengan senyum lebar, takut ketahuan kalau dia baru saja terbawa perasaan dengan lagu yang dinyanyikannya penuh penghayatan barusan.
"Aku sudah nyanyi lima lagu, sekarang giliran kamu dong!" tantang Karina.
Di luar dugaan, Nayra malah ngakak memegang perutnya. Karina terhenyak kaget, sebelum akhirnya ikut terpingkal geli melihat kelucuan yang ditularkan Nayra.
"Serius, Mbak mau dengar aku nyanyi?" godanya.
"Ya iyalah! Serius, paling juga kamu jago nyanyi, cuma nyembunyiin bakatmu. Istilah kerennya bakat terpendam!" bisik Karina dengan kedipan mata. Sekali lagi Nayra berguling-guling di sofa memegangi perutnya sambil tertawa. Membuat Karina tanpa sadar geleng-geleng kepala, melihat Nayra yang heboh sendiri.
"Ayub! Ayub bisa nyanyi juga nggak?" tanyanya pada Ayub yang tak bergerak dari tempatnya, saking asyiknya main sama si catty. Ayub menggelengkan kepalanya tak mau diganggu. Padahal Ayub sebenarnya jago nyanyi juga, bakat ibunya nurun ke dia. He ... he ....
Nayra mulai memegang mik, membiarkan jari jemari mungilnya yang halus dan putih menari sekejap di atas laptop. Begitu suara musik menghentak, dia kembali dengan setengah berlari ke arah Karina dan duduk di sofa tepat di sampingnya.
Karina mengernyitkan kening mendengar musik, dan saat menatap monitor di depan, Ya Robbana ... Nayra menyanyikan lagu Cicak-Cicak di dinding persis dengan suara balita. Bahkan Ayub pun mengangkat kepala menatap Nayra heran, kemudian menggendong catty ke depan mereka. Dengan tatapan melongo dan mulut terbuka, menatap Nayra yang sudah bernyanyi sambil jingkrak-jingkrak menirukan anak TK ketika menyanyi di depan gurunya.
Satu detik, dua detik, tiga detik, dan di detik selanjutnya tawa Karina meledak. Apalagi ketika menyadari ekspresi Ayub, Nayra juga jadi ikut tertawa terbahak-bahak menertawakan dirinya sendiri.
"Ya Allah Nayra, perutku sakit!" ucap Karina menyudahi tawa, sambil mengusap air mata yang menetes di sudut mata karena kebanyakan tertawa.
"Kamu nyanyi lagi, gih!" pinta Nayra menyerah sambil menyodorkan mik pada Karina.
"Enggak, lagi deh! Tenagaku sudah habis buat ketawa tadi." Karina dengan refleks menolak tawaran Nayra. Sementara Nayra merilekskan badan dengan bersandar pada sofa mencari yang sangat empuk.
"Kamu tau nggak, waktu pertama kali kami pindah ke rumah ini dan benda ini sudah ada di sini?" ucap Nayra membuka percakapan baru. Setelah mematikan salon dan suasana kembali hening. Karina memperbaiki posisi duduk, menanti kisah selanjutnya.
"Aku bertanya sama suamiku, 'Mas, ini buat apa?', Kamu tau, suamiku bilang apa?" tanyanya dengan wajah serius pada Karina. Karina menjawabnya dengan menggelengkan kepala dan menanti cerita selanjutnya.
"Suamiku bilang, biar aku di sini nggak kesepian aku bisa karaokean, dan tau nggak apa yang kulakukan?" tanyanya lagi pada Karina yang masih dijawab dengan gelengan kepala.
"Aku bangkit dan memutar lagu tadi dan menyanyi persis seperti tadi di depannya!" Tawa mereka serempak pecah sampai perut mereka sakit.
"Lalu, suamimu bilang apa setelahnya?" tanya Karina di sela-sela tawanya, penasaran dengan reaksi suami Nayra saat itu.
"Dia berdiri dengan mata melotot dan mulut menganga, persis seperti reaksi Ayub tadi," ucapnya membuat tawa mereka kembali pecah.
"Nay, Nay, ternyata kamu itu seru dan menyenangkan banget, ya!" ucap Karina di sela tawa yang masih berderai.
"Kamu nggak pernah coba gitu, nyanyi lagu lain dengan serius?" tanya Karina didominasi oleh rasa penasaran.
Nayra menggeleng, "Aku sekeluarga nggak ada yang bakat nyanyi," ucapnya.
Senja itu berakhir sangat cepat dan tak terasa hampir Maghrib. Karina dan Ayub pamit pulang, meninggalkan Nayra sendiri di sana dengan wajah yang tiba-tiba murung.
"Besok datang lagi, ya. Serius, aku suka banget dengar suara merdumu!" lirihnya.
"Gombal, bilang aja minta ditemenin!" ejek Karina di sertai kekehan.
"Maaf ya, sampai lupa bikin minum dan cemilan. Lupa!" serunya lagi.
"Iya, besok aja, ya, yang banyak tapi!" goda Karina.
"Beres!" teriaknya lagi.
Saat Karina menoleh ke belakang, Nayra masih di sana. Di luar pagar menatapi mereka berdua. Karina melambaikan tangan dan melempar senyum termanis, sebelum mereka menghilang di ujung jalan.
Karina dan Ayub masuk ke dalam rumah. Mandi, salat, dan makan malam. Usai makan malam mereka menonton di ruang keluarga. Karina meraih HP saat ada chat masuk.
Raka
["Assalamualaikum, kok nggak pernah ngasih kabar? "]
Karina
["Waalaikumussalaam,"]
HP-nya berdering kemudian ....
"Ayub, Ayah nelpon!" bisiknya pada Ayub, yang langsung menoleh ke arahnya, "Ayub mau bicara sama Ayah?" tanya Karina yang langsung dianggangguki Ayub dengan semangat.
"Ibu mau salat Isya dulu, yah. Ayub bicara saja sama Ayah!" pinta Karina dan beranjak meninggalkan Ayub untuk wudhu.
Karina sengaja menghindar. Karina sudah terlanjur kecewa. Mengetahui pria yang dulunya begitu bucin padanya, kini penuh rahasia dan tak lagi semanis dulu.
Selesai salat dan berdoa, Karina duduk merenung di atas sajadah. Teringat saat-saat berjamaah mereka. Saat Karina usai mencium tangan Raka, sementara Raka mencium dan mengatupkan kedua tangannya di wajah Karina lalu mengecup keningnya.
Karina menutup mata, menghirup napas dalam-dalam lalu menghembuskannya kuat-kuat. Berharap jika saat ini suaminya masih berbicara dengan Ayub dan menanti dirinya selesai Salat.
Karina segera merapikan mukena dan sajadah, lalu menyusul Ayub ke ruang keluarga. Hati Karina langsung mencelos, melihat Ayub sudah kembali pada posisi menonton. Sementara HP sudah berada di atas sofa.
"Telponannya sudah selesai?" tanya Karina menyembunyikan sesak di dadanya.
Ayub mengangguk lemah, menatap Karina dengan wajah mendung.
"Kenapa, Sayang?"
"Ayub masih rindu, tapi Ayah sudah mau istirahat!" adunya.
"Istirahat secepat ini? Semakin hari semakin nggak masuk akal saja kamu, Kak!" lirih Karina menatap HP dengan tatapan kosong.
"Luka yang tertinggal di tubuh bisa disembuhkan oleh obat, tapi luka yang tertinggal di hati hanya mampu disembuhkan oleh waktu."Faiqa EiliyahHari ini Karina dan Nayra selesai barter tanaman bunga. Beberapa hari yang lalu Karina menyarankan agar Nayra mau menanam tanaman hias yang ada kembangnya, tapi dia menolak. Alasannya tanaman hias yang berbunga ada masa matinya dan harus diperbaharui lagi, cenderung manja karena harus disiram tiap hari.Tapi Karina mematahkan argumennya dengan mengatakan, kalau untuk melihat keindahan yang luar biasa memang perlu sedikit usaha. Lelah itu akan terbayar ketika warna warni dari kelopak bunga itu memenuhi tamannya.Sebagai gantinya Nayra juga meminta agar Karina merasakan simplenya menanam tanaman hias daun, selain nggak manja. Dia juga tahan segala cuaca dan tak perlu rajin disiram.Karina bahkan sempat ngakak menggoda Nayra kalau tanaman hias daun itu, Tuhan ciptakan unt
"Menepikan biduk ke bibir pantai ketika di tengah lautan ada amukan badai adalah cara terbaik untuk menyelamatkan biduk dari karam."Faiqa EiliyahKarina sudah selesai menata sarapan di atas meja, Ayub sudah rapi menggunakan pakaian TK-nya yang sangat manis dengan perpaduan warna hijau dan putih. Sementara Raka tertidur kembali setelah usai salat Subuh, entah apa yang dilakukannya semalam hingga ia tidur terlalu larut.Selesai sarapan, Karina menyisihkan piring kotor. Menutup kembali sarapan yang ada di atas meja dengan tudung saji. Lalu bergegas mengantar Ayub ke TK-nya dengan jalan kaki."Pagi, Ayub!" Suara Nayra membuat keduanya menoleh berjamaah pada si sumber suara."Pagi, mbak Nayra!" balas Karina dengan tersenyum lebar."Mau kemana, tumben sepagi ini?" tanya Karina bingung."Mau ikut kalian," jawabnya sambil cengar-cengir nggak jelas."Ikut?"
"Sebesar apa pun luka yang tengah meradang di hati seorang Istri, luka itu akan ia lupakan demi melihat buah hatinya bahagia."Faiqa EiliyahAyub mengangkat wajah dengan tatapan dingin ketika Karina sampai di sana. Teman-temannya sudah menghilang, menyisakan dirinya menunggu sendiri. Belum lagi Mak Idah yang biasa menemaninya, hari ini belum juga masuk karena sakit."Ibu lambat, ya?" tanya Karina dengan raut penuh penyesalan, sambil mencoba membaca raut wajah putranya yang dingin. Karina ikut duduk di samping Ayub karena ia tak memberikan tanggapan atau respon pada pertanyaannya."Kenapa memarahi Ayah, apa Ibu mau Ayah pergi lagi jika Ibu terus memarahinya!" ucapan putranya membuat rahang Karina nyaris lepas dan terjatuh."Hah, sejak kapan Ayub berani menguping pembicaraan orang tua? Dosa loh, anak kecil menguping pembicaraan orang dewasa." Karina yang shock menoleh pada putranya."Ayub, nggak
"Bahkan pasangan pun bisa menjadi asing ketika kau meninggalkannya terlalu lama, dan membiarkannya mati terkubur oleh rindu."Faiqa EiliyahKarina keasyikan main game, mencari pelarian saat kedua prianya seperti biasa mengabaikannya. Entah mereka sedang apa di kamar, hanya terdengar suara adu mulut yang sesekali diselingi suara kikikan.Karina mau tidak mau menjadikan HP sebagai pelarian. Meski dia tidak begitu suka main game, tapi demi melindungi dirinya dari kejenuhan yang bertumpuk. Main game adalah jalan ninja untuk lepas dari segala keruwetan dan kejenuhan.Prok prok prok prok!Karina menoleh kaget dengan suara tepuk tangan di belakangnya. Di sana Raka tengah bersandar di ambang pintu kamar. Tengah menatapnya lekat, Karina menoleh menatap wajah Raka, mencari arti dari tepuk tangannya barusan.Raka berjalan mendekat, lalu duduk di sampingnya dan tertawa ringan, "Jadi sekarang kau alih prof
"Tertawa adalah senjata paling ampuh, untuk memutuskan simpul-simpul sepi yang melilitmu."Faiqa EiliyahHari ini Raka mengajak putranya mengunjungi kakeknya. Tadi pagi saat mereka lelah bermain bola di halaman belakang. Mereka tiba-tiba kepikiran untuk pergi bersenang-senang ke sana, tentu saja karena sibuk mengatasi amarah Karina. Raka jadi lupa mengunjungi mereka semua. Terutama Idham, sepupu Karina yang tak lain adalah sahabat karibnya.Sementara Karina lebih memilih tinggal sendiri di rumah. Seperti siang itu, dia duduk sendiri di depan TV ketika semua pekerjaan rumah sudah kelar dia kerjakan. Rasa bosan yang tiba-tiba hadir menyelinap, membuatnya berjalan ke teras rumah dan duduk di sana seperti orang kesepian.Menggerakkan jempolnya naik turun di beranda sosmed, tapi tak ada yang mampu menarik perhatiannya. Meskipun sekedar untuk mengalihkan rasa bosan yang tiba-tiba hadir tanpa diundang. Dia hanya membiarkan semu
"Jika sakralnya pernikahan kau jadikan sebuah kompromi, tunggulah saatnya ketika hatimu bahkan tak bisa berkompromi dengan dirimu sendiri."Faiqa EiliyahKarina memejamkan mata saat menyeruput es lemon tea buatannya yang begitu segar. Sementara Nayra asyik mencocol perkedelnya pada sambal pedis manis yang khusus diracik oleh Karina untuknya. Menggunakan resep rahasia andalan Karina. Nayra begitu senang karena dia sangat menyukai perpaduan rasa pedis, manis, asam itu dalam satu gigitan."Nay, apa kamu nggak kesepian kalau malam tiba dan hanya sendiri?" tanya Karina mulai kefo dengan kehidupan pribadi Nayra."Enggak! suamiku ada atau tidak sama saja bagiku," jawabnya cuek. Membuat Karina tiba-tiba menoleh, mengerutkan kening, "Ada atau tidak sama saja gimana maksudnya?""Ya, sama saja. Nggak akan mengubah apa-apa." Dia mencocol lagi perkedelnya kali ini dengan porsi sambal yang jauh lebih banyak
"Mengapa melepas itu sakit? Karena kepergiannya membawa serta semua harapan untuk bersama. Menyisakan setumpuk kenangan dan rasa untuk kau ratapi."Faiqa EiliyahBeberapa hari ini romantisme rumah tangga mereka kembali normal seperti dahulu, kadang Raka sengaja menggantikan Karina mengantar Ayub ke TK. Supaya Karina tidak perlu lagi bolak-balik mengantarnya, lalu kembali mengerjakan pekerjaan rumah dan menjemputnya lagi beberapa jam kemudian.Ayub juga lebih senang di antar ayahnya karena ia tak perlu jalan kaki, seperti saat bersama Karina. Ketika malam tiba dan Raka buru-buru mengajak Ayub pergi tidur bersama, maka Karina akan cukup tahu diri kalau Raka menginginkannya.Biasanya Karina juga akan bergegas menyelesaikan semua pekerjaannya, seperti berbenah, mencuci peralatan makan, dan menyiapkan tempat tidur.Ketika bunyi pintu kamar terbuka, Karina akan beranjak dari tempat duduk dan mematikan telev
"Terkadang apa yang terlihat lemah, justru dialah yang terkuat."Faiqa EiliyahKenyataan tak berjalan sesuai harapan. Karena saat semua pekerjaannya selesai, Ayub masih stay di depan televisi menanti dirinya. Karina menarik napas dan menghembuskannya dengan sangat lemah. Melangkah mendekat dan duduk di kasur lantai tepat di sisi Ayub."Jadi apa Ayub sudah siap, untuk tahu Ayah kemana?" Ayub menoleh menatap Karina serius, Karina mematikan televisi dengan remot. Lalu menatap Ayub tepat pada manik matanya, mencium kening dan memeluknya."Sayang, Kakek Pratama mengalami kecelakaan ...." Ayub tampak shock menutup mulut dengan kedua tangan kecilnya. Bola matanya melotot, persis seperti adegan anak-anak kecil yang sedang kaget dalam sebuah sinetron kejar tayang di film ikan terbang."Jadi, apa Kakek terluka dan berdarah?" tanyanya yang membuat Karina bleng dari semua untaian kata yang sudah ia susun rapi sejak sore t