Share

5.Penyelamatan

Diana mengumpulkan semua keberanian untuk memastikan orang itu masih hidup atau tidak. Sekelebat muncul sosok zombie di pikirannya, sehingga Diana menjadi ragu.

"Heh. Kau manusia atau zombie.?" Teriak diana hati hati. Rasa takutnya sedang bergelut dengan rasa simpati .Diana memang tumbuh dengan sangat baik dan memiliki empati tinggi. karena itu diana melemparkan kardigan dari jauh dan memasang kuda-kuda untuk mengantisipasi kalau pemuda itu benar sosok zombie.

Hasilnya tidak ada respon. Diana kembali memberanikan diri untuk mendekati William kemudian mengambil kembali kardigannya. Masih tidak ada respon, Diana mulai mengecek leher , tangan dan kaki William memastikan bahwa pemuda itu bersih dari gigitan zombie. Diana membuang nafas lega, karena tidak ada bekas gigitan disana.

Diana lanjut memeriksa denyut nadi dan jantung. "Loh kok aku gak denger suara dagdigdug, "Diana bergumam sendiri diatas dada William

Kemudian lanjut menekan pergelangan tangan William.

Deg..deg..deg..

'nadi nya berdenyut.' Pikir diana. Berarti dia masih hidup.

"pak bangun pak. " Diana bernafas lebih cepat dan pupilnya membesar. Tapi William masih tidak memberi respon. Diana buru buru menutup hidungnya dengan kardigan basah kemudian mengeluarkan semua kekuatan untuk mengangkat tubuh William dan menggendongnya di belakang punggung.

Diana mulai berjalan dengan terhuyung huyung dan bergerak menuju eskalator yang masih berfungsi. Kepulan asap semakin mendominasi, membuat Diana mulai terbatuk batuk.

Sesampainya di lantai empat, Diana menemukan api telah menyebar, lampu juga sudah padam dan eskalator tidak berfungsi. Ditengah remang remang, diana terus berdoa dan meyakinkan dirinya untuk keluar dan membawa pemuda ini dengan selamat.

Perlahan lahan Diana mengerakkan langkahnya dari satu tangga ke tangga yang lain. Tapi di satu tangga terakhir, beban William tiba tiba lebih dominan kekanan, membuat Diana tidak bisa menahannya lagi dan William terjembab di lantai.

"Eh....Huaaa...." diana tiba tiba nangis takut orang yang di jatuhkannya mati. Diana segera memburu tubuh william dan kembali mengecek denyut nadinya. Untunglah denyut nadi masih ada, Diana kembali lega tapi tidak mau menghentikan tangisannya.

Di lantai tiga, api terlihat semakin besar . Api dengan mudah melalap furniture dari kayu yang mendominasi ruangan ini. Diana tidak bisa melihat kesekeliling bahkan matanya sudah mulai perih.

Diana kembali berjalan dengan terhuyung huyung mencari arah ke garasi. Tiba tiba terdengar suara ledakan yang sangat besar di lantai atas.

Degg..

seketika tubuh Diana ambruk kelantai. Diana melepaskan William dari punggung nya dan dibiarkan tergeletak kemudian menangis meraung raung sambil memeluk lutut. Kekuatan nya sekarang sudah tidak ada , jangan kan menggendong William bahkan untuk berdiri saja Diana merasa tidak mampu.

Sesuatu yang buruk pernah terjadi di masa kecil . Membuat Diana dimasa kini selalu lemas tiap kali mendengar suara ledakan.

Brak...

Sebuah lampu besar jatuh tidak jauh dari keberadaan diana, "ah.."Diana langsung teriak kaget. Diana semakin batuk batuk melawan asap yang terasa sangat panas di dadanya.

Di ambang keputusasaan, Diana melihat sebuah lampu mobil diluar ruangan tidak jauh dari tempatnya saat ini. Warna lampu itu seperti bintang yang berkerlap kelip. kemudian terdengar juga mobil itu melaju semakin jauh.

Tiba tiba Diana kembali bangkit dan berjalan mendekati wajah william. 'apa dia artis, 'pikir Diana. Walaupun terlihat samar pemuda itu sangat tampan. Diana semakin mendekati wajah itu dan mencium bibirnya sebentar. ' mumpung gak sadar.' Diana bergumam sendiri. " tidak tahu malu." Diana memarahi bibirnya sendiri tapi kemudian tersenyum.

Sekarang Diana membalut kepala William dengan kardigan nya kemudian menggusur kaki William agar secepatnya sampai di garasi .

Sesampainya di pintu, Diana kembali mengangkat tubuh William dan menggendongnya keluar, namun ketika Diana hendak mengulurkan tangan untuk membuka pintu, sebuah besi panas tiba tiba jatuh dan membakar tangan Diana. Sakit sekali. Diana akhirnya kembali menangis sambil berjalan menuju sebuah motor matic yang diparkirkannya.

Diana melepaskan kardigan di kepala William kemudian membantunya duduk diatas motor. Diana mengikat tubuh William agar menempel di punggung nya menggunakan kardigan, kemudiaan menjepit kedua kaki William di pijakan paling depan dengan kakinya sendiri.

Diana membawa motornya melaju ke sebuah rumah sakit.

Deg..

"Pasien tidak akan di tangani kalau tidak ada uang admistrasi."

Diana merogoh sakunya, tapi hanya ada seratus lima puluh ribu. Diana memejamkan mata untuk berpikir. Dua puluh detik berikutnya, Diana kembali keruangan William dan merogoh sakunya. Diana berbinar-binar melihat lembaran seratus ribu yang menumpuk disana.

Setelah pembayaran administrasi lancar, William langsung di bawa ke UGD dan di tangani oleh dokter ahli. Diana duduk diluar untuk menunggunya. Diana mengambil handphone dari dalam tas, tapi batrenya lobet. Diana meringis tidak bisa menghubungi siapapun. Ini sudah jam 9, diana bisa membayangkan bagaimana Dewi akan memarahinya dan membuat Diana tidur di luar rumah lagi ketika nanti dia pulang.

Akhirnya dokter yang menangani William keluar .

"Apa anda keluarganya." Tanya dokter, Diana langsung mengangguk.

"Ayo ikut keruangan saya."

Diana kembali mengangguk, dan berjalan membuntuti dokter dari belakang.

Diruangan dokter Farhan, Diana duduk sambil meringis tiap kali sebuah kapas yang dibasahi alkohol menyentuh lukanya yang cukup lebar.

"Jadi gimana dok kondisi kakak saya?"tanya Diana untuk mengalihkan rasa perih di tangannya.

"Kakak anda keracunan. Beruntung Ade langsung membawanya kesini. Biasanya racun seperti ini bisa membunuh seseorang dalam waktu satu jam. Sepertinya kakak anda mempunyai daya tahan tubuh yang kuat " Farhan menjelaskan sambil memasang perban di tangan Diana.

"Ada yang lebih bahaya lagi de. Kami menemukan bahwa kakak Ade juga telah rutin mengonsumsi obat obatan tertentu. Obat itu bisa memutuskan saraf .Jika itu terus berlanjut, kakak Ade bisa mengalami cacat seumur hidup."

"Apa obat itu sejenis Narkoba.?"tanya diana penasaran.

"Ah bukan. Hanya orang orang di bagian farmasi yang biasanya memiliki obat itu. Sepertinya, ada orang yang sengaja memberikan obat itu tanpa sepengetahuan siapapun."

Diana bergidik membayangkan bagaimana penderitaan William kalo seandainya suatu saat dia benar benar cacat. Sangat disayangkan jika ketampanannya jadi mubazir karena penyakit yang diciptakan sendiri.

Setelah lukanya dibalut kain kasa, Diana berjalan pelan untuk kembali menghampiri william di ruang rawat. Sekarang tubuh william sudah dibalut pakaian pasien berwarna putih.

Diana memperhatikan wajah william dengan lekat. ."Pemuda ini terlihat lebih tampan ya kalo di bawah penerangan yang cukup"Diana bergumam sendiri sampai pipinya bersemu merah.

Diana kembali membuka dompet William dan mencatat identitasnya. Setelah itu diana menyimpan semua barang barang William diatas meja tidak jauh dari ranjang.

Tiba tiba Diana melihat jari tangan William bergerak gerak , pertanda orang itu akan segera sadar. Diana sudah tidak sabar menunggu dan mengajak pasien berkenalan.

Brak..

Seseorang masuk ke dalam ruangan kemudian Diana di sered keluar.

"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status