Share

32. Flexing

Penulis: Estaruby
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-14 14:42:21

Arina berdiri di antara kerumunan tamu, di balik dekorasi serba putih dan gemerlap lampu gantung yang tergantung angkuh di langit-langit gedung pernikahan itu. Musik lembut mengalun, para tamu tampak bahagia.

Di ujung altar sana, Jefan tersenyum lebar. Genggaman tangannya erat pada Nindy, wanita yang kini resmi menjadi istrinya. Gaun Nindy menjuntai panjang, senyumnya manis, tatapannya mengandung kemenangan yang tak pernah benar-benar ia sembunyikan.

Arina menyaksikan semuanya dengan muak. Tapi wajahnya tetap datar. Datar dan tak terbaca. Ia bahkan sempat mengangguk kecil pada beberapa tamu yang lewat, terutama mereka yang mengetahui hubungan Arina dan Jefan, seolah berkata, “Aku baik-baik saja. Sangat baik.”

Padahal perutnya sudah mual sejak tadi.

Silvia pergi sebentar untuk menyapa kawan lama yang tanpa sengaja dia temui disini. Saat tengah sendirian, tiba-tiba saja seseorang mengambil kesempatan tersebut hanya untuk mendekati Arina.

"Arina, wah... kamu datang juga."

Suara itu data
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Ferinda Yanti
huuuu....panas gk tuh.... berlian biar kena lumpur tetap akan mahal harganya...ckck
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Konsultasi Cinta dengan Dosen Muda   33. Sindiran Halus di Pelaminan

    Entah sejak kapan lengan dua insan itu bertaut. Arina masih mempertahankan seperempat senyumnya di tengah kebingungan yang melanda. Arina masih membenarkan posisi clutch-nya ketika menahan gelombang aneh yang berkecamuk di dadanya.Keduanya berjalan pelan setelah bercakap dengan Tuan Gutomo. Askara dengan gagahnya menunjukkan aura-nya, dia bukan laki-laki sembarangan. Pesona Askara bahkan turut membius banyak mata yang secara default terarah padanya. Terlebih, orang-orang yang mulai penasaran dengan hubungan antara Arina dan Askara. Arina juga tanpa sengaja sempat bertukar tatap dengan gerombolan teman-temannya yang menatap dengan netra berbinar siap bergosip. Bibir-bibir itu sudah sibuk lebih dulu. Arina yakin setelah ini notifikasi obrolannya akan menjadi sangat ramai karena ini.Baik, sebenarnya alasan Askara turut hadir disini sudah terjawab. Itu karena undangan langsung dari ayah Jefan sendiri. Tapi, mengapa bisa se-kebetulan ini?“Jadi… kamu juga diundang,” gumam Arina tanpa me

  • Konsultasi Cinta dengan Dosen Muda   32. Flexing

    Arina berdiri di antara kerumunan tamu, di balik dekorasi serba putih dan gemerlap lampu gantung yang tergantung angkuh di langit-langit gedung pernikahan itu. Musik lembut mengalun, para tamu tampak bahagia.Di ujung altar sana, Jefan tersenyum lebar. Genggaman tangannya erat pada Nindy, wanita yang kini resmi menjadi istrinya. Gaun Nindy menjuntai panjang, senyumnya manis, tatapannya mengandung kemenangan yang tak pernah benar-benar ia sembunyikan.Arina menyaksikan semuanya dengan muak. Tapi wajahnya tetap datar. Datar dan tak terbaca. Ia bahkan sempat mengangguk kecil pada beberapa tamu yang lewat, terutama mereka yang mengetahui hubungan Arina dan Jefan, seolah berkata, “Aku baik-baik saja. Sangat baik.”Padahal perutnya sudah mual sejak tadi.Silvia pergi sebentar untuk menyapa kawan lama yang tanpa sengaja dia temui disini. Saat tengah sendirian, tiba-tiba saja seseorang mengambil kesempatan tersebut hanya untuk mendekati Arina."Arina, wah... kamu datang juga." Suara itu data

  • Konsultasi Cinta dengan Dosen Muda   31. Menghadiri Pernikahan Mantan

    Arina menatap undangan yang sejak sebulan lalu tak kunjung ia buang. Warna emasnya mencolok, seolah menertawakan luka lama yang belum sepenuhnya kering. Nama mempelai pria di sudut kanan atas cukup untuk membuat dadanya sesak—Jefan Gutomo.Yah, meskipun sebenarnya bukan serpihan rasa cinta yang tertinggal, tapi tetap saja pengkhianatan itu terasa seperti pukulan telak yang menghujam harga dirinya. Arina tidak pernah merasa rendah diri sebelumnya, tapi justru karena alasan yang sama dia direndahkan—prestasi akademiknya. Sesuatu yang bahkan sebenarnya tidak direndahkan oleh seseorang yang mungkin tidak berada di tingkat yang sama dengannya. Arina bisa bilang begitu, kan?Jefan? Zaman kuliah dulu, siapa yang membantunya menyelesaikan tugas-tugas dan bahkan skripsinya? Bahkan mungkin kalau bukan karena Arina, Jefan tidak akan lulus di penghujung semesternya itu.Nindy? Arina tidak mau banyak berkomentar sebenarnya tentang wanita itu. Sejauh yang dia tahu, Nindy juga bukan mahasiswa yang m

  • Konsultasi Cinta dengan Dosen Muda   30. Jalan-Jalan Salting

    Udara malam di tepi pantai terasa hangat, diiringi hembusan angin laut yang membawa aroma asin yang khas. Di sebuah restoran seafood terbuka dengan lampu-lampu kuning temaram yang digantung di antara pohon kelapa, Arina dan Askara duduk berseberangan di meja kayu yang menghadap langsung ke lautan gelap berkilau oleh pantulan cahaya bulan. Suara ombak yang memecah di kejauhan berpadu dengan denting sendok dan garpu serta obrolan pelan pengunjung lain, menciptakan suasana yang tenang sekaligus intim.Di atas meja, hidangan laut segar tersaji menggoda. Sepiring besar grilled seafood platter—berisi udang, cumi, kerang, dan ikan kakap—menjadi pusat perhatian, aromanya menggugah selera. Ada juga seporsi kepiting saus Padang yang merah menggoda, disandingkan dengan nasi hangat dan sambal mangga yang pedas segar.Lokasi makan kali ini, seperti biasa adalah pilihan Askara. Pria itu katanya sengaja mengajak Arina untuk makan malam di tepi pantai supaya sekalian bisa menikmati semilir angin mala

  • Konsultasi Cinta dengan Dosen Muda   29. Effort Bertemu

    Jangan berpikir bahwa dua manusia yang sedang pendekatan tipis-tipis itu pada akhirnya benar-benar makan malam atau jalan-jalan bersama. Pada kenyataannya, Arina sudah menyiapkan alasan mutlak dimana dia tidak akan bisa mengiyakan apapun ajakan terselubung alias modusnya Askara sore hingga malam ini. Sungguh, Arina tidak pernah merasa sangat berterimakasih pada jam mengajar kelas malam seperti sekarang ini.Sebenarnya tidak begitu buruk, hanya saja, Arina merasa bahwa dirinya harus sebisa mungkin membatasi diri dengan Askara. Dia ingat pembicaraan mereka tempo hari. Askara mungkin akan menggunakan banyak cara untuk terlibat dengannya dan wanita itu tidak boleh melarangnya. Tapi, demi ketentraman hati Arina, wanita itu memilih untuk membatasi diri tanpa terlihat terlalu menolak. Sejujurnya, dia hanya takut jatuh terlalu jauh, lagi.Usai urusan program magang selesai, Arina benar-benar tak punya waktu untuk berlama-lama di kantor Askara. Wanita itu harus kembali ke kampus karena dia ada

  • Konsultasi Cinta dengan Dosen Muda   28. Tak Lagi Defensif

    Ruang kerja Askara sore itu terasa hangat oleh cahaya matahari yang menembus tirai jendela. Arina duduk di sofa tamu, sementara sang pemilik ruangan masih mengamati dokumen dengan seksama. Lelaki itu duduk di sudut meja kerjanya, tak jauh dari tempat Arina menunggu.Cahaya matahari menembus jendela besar ruang kerja, menyelinap melalui celah tirai dan jatuh tepat di sudut meja tempat Askara duduk. Ia tak menyadari betapa sorotan cahaya sore membingkai tubuhnya dengan sempurna—seolah ruangan itu sengaja diatur untuk memfokuskan dunia padanya. Dengan kemeja yang lengan panjangnya telah digulung hingga siku dan kancing teratas sedikit terbuka, Askara tampak serius menekuni halaman demi halaman dokumen kerja sama magang yang baru saja diserahkan Arina.Kedua alisnya bertaut ringan. Tangannya yang lentik namun tegas sesekali mengetuk permukaan meja dengan ujung pulpen, menandai poin-poin penting. Tatapannya tajam, penuh pertimbangan, seolah setiap kalimat dalam dokumen itu bukan sekadar t

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status