Share

Bab 6

Pada saat itu, Juan hanya mampu duduk seorang diri di sudut restoran yang ramai, tempat di mana Aleena bekerja sebagai pelayan. Aleena mengikat rambutnya yang indah, hingga leher jenjang nan putih itu nampak begitu jelas. Beberapa kali gadis itu tersenyum pada setiap pelanggan yang datang hanya untuk sekedar menyapa. Juan masih memperhatikan Aleena dari jauh, seperti orang dungu yang hanya mampu terdiam tanpa berkeinginan untuk menunjukkan eksistensinya.

Juan takut Aleena menjauh dari pandangan matanya.

"Aleena, tolong antarkan pesanan ini ke meja nomor 17!" Suara nyaring milik rekan kerjanya menyadarkan keterpanahan Juan akan keindahan Aleena. dan untuk kesekian kali Juan harus rela kehilangan sosok Aleena yang hilang ditelan kerumunan.

"Apa tidak masalah aku memainkan karakter seperti itu?" tanya Aleena pada Juan. Pria itu membuka kedua kelopak matanya, dia baru saja mengingat kilasan masa lalu antara dirinya dan Aleena. Juan menoleh pada Aleena, ia kemudian mengangguk tipis. "Semua tidak ada urusannya denganku." balasnya pelan.

Aleena terdiam mendengarnya.

"Seperti yang aku jelaskan padamu di awal, bukan? Hubungan kita hanya sebatas saling menguntungkan." lanjutnya lagi. Aleena masih bungkam, saat mendengar kalimat tersebut keluar dari mulut Juan, jujur saja hatinya bagai tercubit.

Aleena menundukkan wajahnya sebentar, lalu kembali mendongak untuk menatap Juan. "Aku mengerti," jawabnya pelan.

Pria itu tersenyum tipis, ia kembali menyandarkan kepalanya pada sandaran sofa di kamar Aleena. Ia menoleh menatap wajah Aleena yang nampak murung.

"Aleena." panggil Juan. Wanita itu segera menoleh. "Kau bisa memijat?" tanya Juan datar, sementara sebelah tangannya hinggap di sisi kepala Aleena dan mempermainkan helaian rambut milik wanita itu.

Aleena cukup terkesima mendengarnya, dan tanpa sadar kepalanya mengangguk singkat.

.

Juan duduk bersila dengan membelakangi Aleena, sementara itu di samping Aleena telah tersedia massage oil dengan aroma terapi yang menenangkan.

Secara perlahan tangan Aleena membuka tiap kancing pada kemeja Juan. dan dengan hati-hati dirinya pun melepaskan kemeja yang menutupi tubuh atletis sang pria.

Aleena menelan saliva nya secara paksa, kini di depannya terpampang jelas punggung berotot milik Juan. Kulit tannya yang eksotik, atau susunan bicep dan triceps yang memperjelas betapa kekarnya sepasang lengan itu.

Aleena menyentuhnya, lalu menekan tiap bagian otot di punggung itu dengan penuh kehati-hatian. Darahnya berdesir hebat tatkala penciumannya dihadiahi aroma tubuh pria itu yang mulai akrab di hidungnya.

Elusannya merambat pada bahu Juan yang lebar dan tegap, lalu turun menyusuri lengan pria itu. Semua terasa sempurna di telapak tangannya, dan hal itu bisa mengguncang kewarasannya yang kian menipis.

"Kamu sering berolah raga?" tanya Aleena memecah keheningan, sebelum itu dirinya telah menyuruh Juan untuk tengkurap. Wanita itu mengoleskan minyak pijit pada bahu dan punggung Juan sedikit demi sedikit. "Tidak sering, tapi cukup rutin." jawabnya pelan dan datar seolah-olah tubuhnya tidak mendapat reaksi apapun saat disentuh oleh Aleena.

Aleena tersenyum tipis, pantas saja tubuh Juan bagus meski usianya hampir menginjak kepala empat.

"Maaf, sejujurnya aku tidak terlalu ahli dalam hal ini." ucap Jiwoo merasa tidak enak hati karena melakukan pijatan tanpa pengetahuan. "Aku cukup nyaman." balas Juan singkat. Aleena kembali tersenyum, dan kali ini dirinya benar-benar memusatkan perhatian pada pekerjaannya saat ini. Ia menekan dan memijat dengan tenaga seadanya, namun berhasil membuat otot-otot pria itu rileks seketika.

Juan memejamkan matanya untuk meresapi setiap sentuhan lembut yang diberikan telapak tangan milik Aleena. Membuatnya nyaman sekaligus mendebarkan jantungnya. Dirinya tidak pernah bermimpi akan berada dalam situasi seperti ini. Namun nyatanya apa yang tengah ia rasakan adalah kenyataan dan bukan hanya sekedar ilussi.

Aleena Natasha begitu nyata berada di dekatnya, wanita itu menyentuhnya dan berhasil memercikan api kegilaan dalam jiwanya. Juan kembali terbakar dalam gairah dan emosi asing yang selalu ia tolak keberadaannya.

Pria itu menghentikan pergerakan Aleena dan kemudian bangkit dari tempatnya. Ia menatap wajah cantik sang jelita dengan kabut gairah yang berkobar layaknya api. Aleena melihatnya dan wanita itu cukup peka, dengan keberanian yang entah datang dari mana ia pun mendekat.

Senyum cantik nan sensual terpatri di wajah jelitanya, telapak tangan itu kembali menyentuh kulit sang pria. Aleena mengusap dada Juan yang berkeringat, ia mendekatinya dan mengecup leher kokoh sang pria.

Juan mendongak seolah-olah memberi akses pada Aleena untuk berbuat lebih. Aleena menerima kode itu dengan senang hati. Pada awalnya hanya sebuah kecupan, kini berubah menjadi jilatan-jilatan kecil yang sukses menghantarkan sensasi bagai tersengat listrik pada seluruh sel-sel tubuhnya.

Aleena bergumam pelan, lidahnya turun pada dada bidang pria itu dan berakhir di puncak dadanya. Perlahan dirinya membasahi puncak dada milik Juan dengan air liurnya, lalu berakhir dengan mengulumnya.

Pria itu berdesis pelan, rasa hangat dan basah yang berasal dari lidah Aleena dapat dirasakan olehnya. Aleena yang mendengar suara desisan Juan semakin bersemangat dalam memberikan sentuhan-sentuhan amatir miliknya.

Kini tangan Aleena kembali menggerayangi bagian perut pria itu, hingga kemudian berhenti di bagian atas selangkangan milik Juan. Aleena menatapnya ragu, namun ia memberanikan diri untuk membuka ritsleting celana pria itu.

Dan,

Plakk!

Tiba-tiba saja Juan menampar pipi Aleena hingga sudut bibir wanita itu robek dan mengeluarkan darah. Mulut Aleena menganga lebar, sedangkan kedua matanya terbelalak sempurna menatap Juan.

Juan Scherbakov, pria itu menatap Aleena marah, rahangnya mengeras dengan dada yang terlihat naik turun.

"Kurang ajar!" desis Juan tajam. Aleena benar-benar sakit mendengarnya, dan tanpa sadar dirinya meneteskan air mata. "Siapa yang menyuruhmu membukanya?!" bentak pria itu.

Juan kemudian berdiri, ia menjambak rambutnya dengan frustasi. Tangannya bergetar hebat, dan dirinya menatap benci pada telapak tangan itu.

Tangan yang telah berani menampar Aleena.

Kepalanya berdenyut nyeri, Juan hampir kehilangan keseimbangan pada tubuhnya. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun lagi, ia meraih kemeja miliknya dan memakainya sambil berlalu meninggalkan Aleena.

Aleena menatap pilu kepergian Juan, ia berteriak histeris dan melemparkan seluruh benda yang ada di atas ranjangnya. Wanita itu meringkuk di atas ranjang sambil memeluk kedua lututnya sendiri. Ia menangis terisak pilu, "Apa kesalahanku?" tanyanya pilu. "Kenapa dia begitu membenciku?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status