“Gusti patih... Para tetua.”. ucap Sebaya dengan terbata-bata. “Tolong maafkan semua kesalahan saya, saya benar-benar menyesal atas apa yang selama ini telah saya lakukan”. ucap Sebaya lagi.
“Sudahlah Sebaya, yang terpenting kau sudah menyadari kesalahanmu dan mau memperbaikinya.”. ucap Gusti Patih Suwandaru dengan bijaknya.
“Terima kasih gusti patih. Dan jika gusti patih berkenan saya ada satu permohonan terakhir”. ucap Sebaya lagi dengan mengerahkan segenap kekuatannya untuk berbicara. Gusti Patih Suwandaru terlihat langsung menempelkan telapak tangannya ketubuh Sebaya untuk menyalurkan hawa murninya, walau Gusti Patih Suwandaru menyadari kalau tidak mungkin bagi Sebaya untuk tertolong, jurus Rahasia Tongkat Raja Pengemis yang tadi dipergunakan oleh Jaka Laksono dengan telak menghantam jantungnya, seperti jurus Tongkat Darah jurus Rahasia Tongkat Raja Pengemispun merupakan jurus yang tak kenal ampun kepada lawanny
PERKUMPULAN PENGEMIS adalah sebuah perkumpulan persilatan yang keberadaannya sudah sangat diakui dirimba persilatan, kebesaran nama dan begitu banyak pengikutnya membuat kehadirannya didunia persilatan amat dihormati dan disegani, baik oleh teman maupun lawan. Sebagaimana dikisahkan pada kisah sebelumnya (Kemelut Perkumpulan Pengemis) telah terjadi satu pemberontakan besar-besar yang dilakukan oleh Sangkawaru yang diakhiri dengan tewasnya guru besar Duwandaru, Sangkawaru sendiri akhirnya tewas ditangan muridnya sendiri, Sebaya. Untunglah bencana dan perpecahan yang terjadi di Perkumpulan Pengemis dapat dihindari dengan ikut campur tangannya Bintang dan akhirnya Sebaya harus tewas setelah bertarung sengit dengan Jaka Laksono putra tertua dari Gusti Patih Suwandaru. Malam ini semua tetua Perkumpulan Pengemis dari berbagai daerah telah berkumpul, sesuai perintah Gusti Patih Suwandaru, malam ini akan diadakan rapat penunjukan guru besar untuk memimpin Perkumpulan Pengemis. Di aula utama
“Bagaimana menurut Jaka Laksono, semua keputusan romo serahkan padamu”. ucap Gusti Patih Suwandaru lagi. Cukup lama Jaka Laksono terdiam memikirkan hal itu, hingga akhirnya Ratih Kumala istri tercintanya terlihat menganggukkan kepalanya. “Baiklah saya akan menerima tanggung jawab ini, tapi tetap saja saya butuh dukungan dan nasehat-nasehat dari para tetua apabila saya melakukan kesalahan”. ucap Jaka Laksono akhirnya hingga terlihat para tetua dapat menarik napas lega mendengar hal itu. “Kalau begitu baiklah, tapi sekali lagi saya ingin tanyakan kepada kalian semua, apakah ada yang tidak setuju dengan keputusan ini”. ucap Gusti Patih Suwandaru lagi. Dan kembali para tetua didalam ruangan itu saling pandang satu sama lain, dan ; “Tidak, kami semua sangat setuju dengan hal ini gusti”. ucap salah seorang tetua lagi mewakili yang lain dan Gusti Patih Suwandaru terlihat mengangguk tersenyum. “Baiklah kalau begitu dalam beberapa hari kedepan pelantikan akan segera dilaksanakan”. ucap Gust
“Ada apa Ayu ?”. ucap Bintang tersenyum. “Ah tidak apa-apa kang”. ucap Ayuandira tersenyum. “Jangan bohong, kakang tahu pasti ada apa-apanya”. goda Bintang. Ayuandira hanya tersenyum tipis melihat Bintang yang menggodanya, padahal selama ini ada begitu banyak hal yang ingin dibicarakannya dengan Bintang, tapi saat berhadapan seperti ini, justru Ayuandira tak berani untuk mengutarakan semuanya. “Ada apa Ayuandira ?”. ucap Bintang lembut dan Ayuandira lebih terkejut lagi saat tiba-tiba saja Bintang telah menggenggam lembut jemari tangannya. “Kang... Apakah benar besok kakang akan pergi ?”. akhirnya terucap juga ucapan itu dari bibir tipis indah milik Ayuandira. Mendengar hal itu Bintang justru terlihat menarik napas panjang. “Benar ayu, ada urusan diluar sana yang harus kakang selesaikan”. “Aku ikut ya kang”. “Jangan ayu, saat ini romo dan kakang Laksono sangat membutuhkanmu.”. ucap Bintang lagi. “Tapi aku... Aku..”. Ayuandira tak kuasa untuk melanjutkan ucapannya. Hal ini membua
Senja baru saja menyapa saat langkah seorang pemuda tampan berjubah biru memasuki pintu gerbang sebuah desa, melihat raut wajah dan sosok penampilannya, tak salah lagi kalau sosok pemuda itu adalah Bintang adanya. Bintang sudah meninggalkan Perkumpulan Pengemis sejak siang tadi dan meneruskan perjalanannya untuk menuju ke Bukit Bayangan. Desa itu ternyata cukup ramai penduduknya, ini terbukti dari ramainya penduduk yang berlalu lalang dijalan desa tersebut, bahkan beberapa diantaranya langsung menjura hormat saat berpapasan dengan Bintang, rupanya mereka cukup mengenal sosok Bintang, saat melewati sebuah kedai makan yang juga tempat penginapan, langkah Bintang terhenti, pandangan Bintang terlihat mengarah kearah tempat yang tampak dipenuhi oleh para pengunjung tersebut. Sejenak masih terbayang dibenak Bintang beberapa waktu yang lalu Bintang pernah menginap ditempat tersebut, dimana saat beberapa waktu yang lalu pula Bintang baru mengetahui kalau tempat penginapan milik Ki Lantuk itu
“Wah, ternyata kau sangat pintar memijat Melati”. puji Bintang lagi yang memang harus mengakui kalau pijatan Melati benar-benar membuat Bintang merasakan keenakan. “Ah tidak juga kang, Melati juga masih belajar”. ucap Melati lagi tersipu. Sejenak keduanya hanya diam. “Melati, boleh tidak kakang bertanya sesuatu yang pribadi ?” “Hem... Boleh saja kang, tanya apa ?” “Aa...aa.. apakah Melati pernah... Pernah ?”. Bintang tak kuasa untuk melanjutkan pertanyaannya, Bintang takut kalau Melati akan tersinggung dengan ucapannya. “Pernah melayani laki-laki maksud kakang ?”. ucap Melati tiba-tiba. “Oh maaf kakang tidak bermaksud” “Tidak apa-apa kang, sebenarnya selama disini ki Lantuk yang selalu melarang hal itu.”. “Oh kalau begitu syukurlah Melati, tapi apakah Melati tetap ingin bekerja disini ? apakah tidak sebaiknya mencari kerja ditempat lain”. ucap Bintang lagi. “Melati tidak ada pilihan lain kang, Melati harus mengumpulkan uang untuk membelikan bu’le sawah dikampung.”. ucap Melati
“Jadi ini alasanmu malam ini ?” “Benar kang, aku mau melayani kakang malam ini bukan atas dasar ingin membalas budi, tapi berdasarkan cintaku yang tulus pada kakang.”. ucap Melati tersenyum. Bintang ikut tersenyum mendengarnya. “Apa kau sungguh-sungguh dengan ucapanmu Melati ?”. tanya Bintang lagi. “Melati sungguh-sungguh kang” “A... Apa kau tidak akan menyesal ?”. tanya Bintang lagi. “Melati tidak akan menyesal kakang, Melati sudah memutuskan malam ini akan kupersembahkan kesucianku pada kakang”. ucap Melati lagi dengan terus terangnya, dalam benaknya sudah tidak masanya lagi untuk menyembunyikan perasaannya kepada Bintang. Bila memang Bintang akan menolaknya, resiko itu harus ditempuhnya, paling tidak hatinya cukup puas sudah mengungkapkan perasaannya kepada Bintang. Tapi ternyata dugaan Melati meleset, Bintang justru mendekatkan dirinya kearahnya, dan ini pula yang membuat Melati merasakan dadanya berdebar dengan keras. Walaupun selama ini Melati sudah sering mendengar dari uc
Siang itu matahari bersinar dengan teriknya, panasnya terasa ingin membakar kulit, tapi rupanya hal itu tidak menjadi penghalang bagi sesosok tubuh yang berjalan santai dijalan setapak sebuah hutan. Keringat yang membasahi pakaiannya terlihat tak dihiraukannya, dia terus melangkah kedepan. Sosok ini tampak mengenakan pakaian yang serba merah hingga teriknya sinar matahari ditambah warna merah yang dikenakannya sungguh suatu pemandangan yang tidak mengenakkan.Sementara itu tak dapat ditebak sosok yang mengenakan pakaian merah ini laki-laki atau wanita, karena wajahnya tampak tertutup oleh kerudung yang menyatu dengan rambutnya yang terkuncir, bahkan kerudungnyapun juga berwarna merah, mungkin bentuk tubuhnya yang langsing dan sebuah mawar besar berwarna merah yang menghias dikunciran rambutnya yang menandakan kalau dia adalah seorang wanita, dari sosok penampilannya jelas wanita ini bukan wanita sembarangan, paling tidak dia berasal dari kalangan persilatan.Pelan tapi
“Bruushhh......settt....settt...setttt”. disaat-saat perhatian sang wanita berkerudung merah tengah terarah pada serangan ke-12 orang pengikut Begal Gonggo, tiba-tiba saja sesosok tubuh muncul dari dalam tanah dibelakangnya, dan belum lagi sang wanita berkerudung merah menyadari apa yang terjadi, sosok yang ternyata adalah sosok Begal Gonggo itu terlihat langsung melepaskan senjata rahasia dari tangannya. Walaupun sempat mendengar desiran-desiran halus dari arah belakangnya, sang wanita berkerudung merah mencoba untuk menepisnya dengan mengibaskan tangannya dan ; “Wuuttt”. segelombang angin berkiblat kencang kearah senjata-senjata rahasia itu, tapi ; “crashh.....akhhhh”. sang wanita berkerudung merah terlihat menjerit keras saat merasakan punggungnya terasa seperti ditusuk sesuatu, sepertinya beberapa dari senjata rahasia itu berhasil mengenai dirinya. “Hup..”. dengan gerakan yang sangat cepat sang wanita berkerudung merah melompat men