Bersamaan dengan penyerangan Garhupiksa oleh Kebo Sita dan Sima. Di kediaman Empu Among Jiwa yang terletak sebelah utara dari Garhupiksa, sang empu terus berjaga guna mengantisipasi jika terdapat serangan dari tamu yang tidak diinginkan. “Krek…!” Tiba-tiba terdengar suara ranting patah seperti terinjak. Empu Among Jiwa dengan cepat membawa Aditara yang sedang tak sadarkan diri untuk keluar dari kediamannya. Apa yang dilakukan oleh Empu Among Jiwa sungguh sangat tepat, selang beberapa detik setelah ia meninggalkan kediamannya, tiba-tiba saja gumpalan bola api meluncur begitu cepat. Bola api itu langsung menghantam kediaman dari Empu Among Jiwa, lalu terdengar suara hantaman yang begitu keras disusul api yang langsung berkobar membakar habis kediaman dari Empu Among. Empu Among Jiwa berdiri dengan tegak dengan sorot mata yang tajam ke arah kediamannya yang tengah terlalap api sembari memperhatikan keadaan sekitar. Setelah memastikan bahwa keadaan aman sang empu merebahkan tubuh Adita
Setelah berhasil membunuh Degasoka, Sima segera memberikan tanda kepada Ki Mahesa dengan menyalakan kembang api berwarna hitam ke angkasa.Selepas itu, ia pergi menemui Kebo Sita yang sedang menghadapi pasukan penjaga di halaman tengah. Namun ketika ia tiba disana, sebuah kengerian terpampang nyata dihadapannya. Mayat para prajurit penjaga bertebaran dimana-mana, darah merah segar membanjiri tanah. Sementara di sudut lain terlihat Kebo Sita sedang memukuli seorang penjaga yang sudah tak bernyawa.“Cukup Kebo Sita, ia sudah tidak bernyawa,” bentak Sima kepada Kebo Sita.Mendengar teriakan Sima yang menggelegar, sontak Kebo Sita berhenti memukuli mayat penjaga malang itu, kemudian melempar tubuh penjaga itu ke arah lain. “oh rupanya kau telah berhasil melaksanakan misimu,” jawab Kebo Sita dengan santai.“Bukankah yang kau lakukan ini sangat berlebihan Kebo Sita?” tanya Sima dengan geram. Meskipun Sima diasuh dan dilatih oleh Ki Mahesa sebagai seorang pembunuh keji. Namun tetap saja ia
Dewi Widia Ayu sedang duduk termenung di Taman Agung Kedhaton ketika seorang perempuan muda yang merupakan salah satu dayang kedhaton berlari menghampirinya.“Mohon ampun Gusti Ayu, maafkan hamba telah mengganggu waktu anda. Tetapi ada hal penting yang harus hamba sampaikan kepada Gusti Ayu segera,” tutur dayang tersebut dengan nafas terengah-engah.Seketika Dewi Widia Ayu tersadar dari lamunannya, kemudian berjalan ke arah dayang tadi. “Mengapa kau nampak gusar sekali, memang ada kejadian apa?” Dewi Widia Ayu bertanya dengan nada lembut.“Mohon izin Gusti Ayu, baru saja hamba mendapatkan informasi dari pasukan penjaga kedhaton, bahwa ada seorang pendekar sakti yang sedang mengamuk di alun-alun kota. Dari kabar yang hamba dengar, pendekar sakti tersebut telah mengalahkan seluruh pasukan penjaga kota yang bertugas di alun-alun,” tutur dayang tersebut sambil menundukkan kepalanya.“Apa katamu? lalu bagaimana dengan penduduk kota?” tanya Dewi Widia Ayu dengan ekspresi kegelisahan terluki
“Hyaatt…!”Dengan mengerahkan seluruh kemampuannya yang tersisa, Dirandra melancarkan serangan. Sementara itu, Arya Mandala tidak tampak gentar menghadapi komandan pasukan penjaga kedhaton itu.Serangan demi serangan maut mengalir deras dari kedua pesilat tangguh itu, layaknya gelombang ombak di lautan ganas, menjadikan pertarungan semakin mematikanSetelah melewati beberapa jurus mematikan, Arya Mandala melihat sebuah peluang emas. Tanpa pikir panjang, sebuah pukulan telah langsung disarangkan ke tubuh Dirandra.“Hugh…!”Tubuh Dirandra terpental beberapa hasta setelah sebelumnya memuntahkan darah segar, pukulan Arya Mandala sangatlah mematikan hingga membuat pakaian pelindung yang dikenakan oleh komandan pasukan kedhaton itu hancur seperti terbakar.“Tamat riwayatmu,...!”Tanpa memberi kesempatan kepada lawannya untuk bangkit, Arya Mandala segera melancarkan serangan pamungkasnya untuk menghabisi nyawa Dirandra. Dirandra hanya dapat berdiri terpaku di depan Arya Mandala, siap menyam
Konon, dahulu di daratan utama berdiri sebuah kerajaan besar bernama Satwika. Namun perebutan takhta serta konflik di dalam keluarga kerajaan, menyebabkan terjadi perang saudara yang tak berkesudahan, sehingga membuat rakyat sangat menderita. Membuat Kerajaan Satwika yang perkasa akhirnya runtuh dan terbagi menjadi sembilan kerajaan baru, yaitu Baruna, Wananta, Srawana, Kanaka, Akasa, Arnawa, Ambarata, Arnata dan Prabangkara. Namun, alih-alih perdamaian yang tercipta, justru kemunculan sembilan kerajaan itu membawa malapetaka di daratan utama. Perang dengan skala yang lebih besar terjadi antara sembilan kerajaan tersebut, membawa kekacauan di daratan utama. Menyadari dampak dari perang yang sangat mengerikan serta membawa kesengsaraan bagi rakyat. Ketiga kerajaan yaitu Ambarata, Arnata dan Prabangkara membuat sebuah persekutuan. Mereka sepakat untuk menjalin kerjasama serta menyatukan kekuatan militernya untu
"Hahaha… Akhirnya kau menunjukkan kekuatan aslimu Jatiraga," ucap Degasoka sambil memasang kuda-kuda menyerang, "Itu akan membuat membunuhmu jadi sangat menyenangkan," lanjutnya. "Tidak jika aku yang membunuhmu lebih dulu," sahut Jatiraga sambil mengangkat pedangnya. "Dalam mimpimu Jatiraga." Degasoka sambil melesat sangat cepat ke tempat Jatiraga berdiri. "Jurus Kilat Maut." Degasoka tiba-tiba menghilang dari pandangan Jatiraga. "Ilmu yang mengesankan Degasoka. Tetapi itu hanya mainan untuk ‘anak-anak’," Gumam Jatiraga sambil tetap memperhatikan sekelilingnya "Jurus Tebasan Langit." Tanpa berpikir panjang, Jatiraga mengayunkan pedangnya ke arah atas. "DUUAAAARRR." Kedua pedang para Senopati terbaik itu pun kini beradu, menimbulkan gelombang suara yang dahsyat. Kini Jatiraga mendapat kesempatan menyerang Degasoka, tanp
Pasukan Satyawira akhirnya tiba di Kithara melalui gerbang utara. Kithara merupakan kota penting bagi Kerajaan Prabangkara, karena menjadi garis depan pertahanan kerajaan. Oleh karena itu, Maha Patih Dalengga sengaja menempatkan Pasukan Satyawira di kota tersebut guna menghalau serangan dari Kerajaan Ambarata serta menjaga keamanan Kithara. Kembali ke Pasukan Satyawira yang baru saja memasuki Kithara. Tanpa mengulur waktu, Jatiraga langsung memerintahkan membawa Degasoka ke Garhupiksa yang merupakan tempat interogasi dan pemeriksaan tahanan. "Galisaka segera temui Empu Among Jiwa untuk memeriksa keadaan Aditara," perintah Jatiraga kepada Galisaka. "Daulat Senopati." Galisaka langsung menuju tempat Empu Among Jiwa yang berada di sebelah barat kota. Sedangkan Jatiraga tetap berkuda menuju Garhupiksa. "Ekawira, bawa Degasoka ke dalam ruang pemeriksaan, akan aku buat ia men
Sesampainya di Kedhaton Madyantara, Dutasena segera menuju Pendopo Kertaraja yang berlokasi di tengah-tengah kompleks Kedhaton. “Mohon Ampun Gusti Adipati, hamba Dutasena dari Pasukan Satyawira mohon ijin untuk menghadap.” Dutasena berjongkok menunduk tepat di depan pintu masuk pendopo kertaraja. “Bangun dan kemarilah Dutasena, mengapa engkau yang menghadap, dimana Jatiraga?” tanya seseorang yang duduk di kursi berukir burung rajawali yang berlapiskan emas. Suara yang penuh akan wibawa tersebut kini memandang Dutasena dengan penuh tanya. Ia adalah Argarota. Adipati yang diberikan mandat oleh Maha Patih Dalengga untuk memimpin Kithara. Mematuhi perintah Argarota, Dutasena segera bangkit berdiri selanjutnya berjalan perlahan memasuki Pendopo Kertaraja sambil menundukkan kepalanya. Begitu sampai ditengah-tengah pendopo, ia kembali mengambil posisi berjongkok menunduk, “Mohon ampun Gusti Ad