Pendekar Pedang Gila

Pendekar Pedang Gila

last updateLast Updated : 2025-08-26
By:  DN KIYANOngoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Not enough ratings
5Chapters
15views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Shen Liang, pewaris tahta Kerajaan Kencana Biru harus menelan kenyataan pahit. Kedua orang tuanya, Raja dan Ratu Kerajaan Kencana dibunuh di depan matanya. Yang tersisa hanya stempel kerajaan dan sebuah pedang pusaka kerajaan. Pedang itu dihuni roh leluhur sakti. TAPI GILA.

View More

Chapter 1

Kudeta Berdarah

Pangeran Shen Liang bersembunyi di balik pilar-pilar tinggi raksasa, tubuhnya menggigil hebat disertai keringat dingin mengucur membasahi dahinya.

Udara malam yang lembab bercampur bau dupa yang harum. Tapi kini ditambah bau amis darah para prajurit pengawal raja yang sudah tumbang.

Bau kematian membuat perutnya mual.

Dari celah sempit, dia menyaksikan ayah dan ibunya dipaksa berlutut di hadapan Jenderal Bao Jun. Orang yang dulu selalu menunduk hormat, kini berdiri dengan pedang terhunus dan pandangan mata penuh aura kejahatan.

Bao Jun, Jenderal yang paling dipercaya oleh sang Raja ternyata berkhianat dan melakukan kudeta malam itu.

“Kenapa kau melakukan ini, Bao Jun?” Sang Raja bertanya dengan mata merah dan tatapn tajam yang menusuk.

Bao Jun hanya menyeringai, “Heh?! Mengapa Baginda bertanya? Bukankah sejak dulu dunia memang begini? Mereka yang lemah akan ditindas oleh yang lebih kuat.”

“Kerajaanmu ini, Baginda-, sudah keropos. Para pejabatnya korup. Kerajaan ini hanya menggantungkan diri pada kejayaan masa lalu. Sekarang, kejayaan itu sudah usang, Baginda.”

“Apa salahnya kalau aku menggantikanmu untuk berkuasa? Hahaha!” tawa Sang Jenderal menggema ke seluruh ruangan.

Shen Liang ingin maju, ingin berteriak, tapi tubuhnya lumpuh. Seumur hidup, ia hanya mengenal kesenangan, kemewahan dan pesta-pesta pora.

Tak pernah terbayangkan olehnya kalau ternyata dunianya begitu rapuh. Yang dia tahu, dirinya adalah pewaris tahta Kerajaan Kencana Biru. Kerajaan dengan ratusan ribu tentaranya.

Satu-satunya hal yang dia mengerti bahwa dia bebas melakukan apa saja. Semua orang tunduk pada keinginannya. Dunia ada dalam genggamannya.

Tapi sekarang, ketika seluruh keluarganya di ambang maut, dia bahkan tak mampu bergerak satu inci pun karena dirantai oleh ketakutan.

Bao Jun berjalan perlahan menuju kursi singgasana.

Cahaya pedang Jenderal Bao Jun berkilat saat menebas, jeritan Sang Ratu pecah, lalu lenyap.

Raja Sheng Xiu menerima tebasan tanpa suara. Hanya matanya yang terus melotot dan mendelik tajam pada jenderal pengkhianat yang akan mengakhiri hidupnya.

Darah menyembur di lantai giok lambang kemewahan dan keagungan Kerajan Kencana Biru yang telah berumur ratusan tahun.

Shen Liang merasa dunia seakan runtuh. Ia menutup mulut rapat-rapat dengan tangan gemetar, menahan tangis yang terus mendesak keluar.

Jenderal Bao Jun dan beberapa tentara pengawal akhirnya pergi dari ruang singgasana itu, langkah zirahnya bergema dan menghilang di balik pintu.

Shen Liang menunggu beberapa saat. Saat merasa sudah aman, dia akhirnya pelan-pelan merangkak keluar.

Di dekat singgasana, ia menemukan ayahnya yang ternyata masih hidup, namun terbaring pucat dan berlumuran darah.

“Liang … cepat … dengarkan …!” suara Sang Raja parau dan nyaris hilang.

“Baginda Raja …,” balas Shen Liang memanggil ayahnya dengan suara tertahan.

Air mata tak berhenti membasahi penuh wajahnya.

Dengan sisa tenaga, Raja Shen memberi petunjuk tentang ukiran giok di dinding.

Shen Liang menekan kepala naga pada ukiran itu, lalu dinding batu di belakang singgasana bergeser,

Tampak lorong gelap yang menurun ke bawah tanah.

“Di sana …, pedang pusaka …, dan stempel kerajaan …, itu warisanmu …” Sang Raja berbisik lemah.

“Ayah …, maafkan aku …!” Shen Liang bersujud di samping Sang Raja sambil berurai air mata.

“Liang … pergilah, Nak! Selamatkan dirimu …!”

Cahaya di mata Raja Shen perlahan meredup lalu lenyap seiring akhir kehidupannya.

Kata-kata itu adalah kata terakhir dari Raja Shen sebelum akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya.

Pangeran Shen Liang berjalan gontai dalam diam. Dadanya sesak, air mata jatuh deras. Ia ingin tinggal, tapi tak ada yang bisa ia lakukan.

Satu-satunya pilihan hanyalah masuk ke lorong itu mencari warisan yang diberitahukan ayahnya. Warisan yang lebih dia rasakan seperti kutukan.

Shen Liang bersujud tiga kali di hadapan mayat kedua orang tuanya lalu beranjak memasuki lorong rahasia itu.

*

Lorong itu terasa sempit dan dingin. Dinding batu berlumut lembab dan bau tanah memenuhi udara. Dia lalu terduduk dan bersandar.

“Haaaaahh!"

"Haaaaaaahhhh …!!”

Teriakan Shen Liang yang menyayat bergema di lorong sempit itu.

“Tidak …! Ini pasti mimpi …!” ia berulang-ulang berbisik pada dirinya sendiri.

Tapi bau darah yang masih menempel di hidung menegaskan-, semua itu nyata.

Penyesalan menghantamnya, selama ini ia hanya tertawa dan meremehkan latihan bela diri, dan kini kebodohan itu menampakkan wajahnya yang sebenarnya.

Ratusan hari tertawa terganti oleh tangis hanya dalam satu malam.

Dirinya hanya pangeran manja, tak siap menghadapi dunianya yang ternyata rapuh. Tahta dan warisannya dirampok orang dan dia tak bisa berbuat apa-apa

Lorong itu berakhir pada sebuah ruangan kecil. Di sana tersimpan pedang pusaka berkilau samar berwarna biru, berdampingan dengan stempel giok kerajaan yang berwarna hijau dengan ukiran-ukiran yang juga biru.

Sang Pangeran menggenggam keduanya dengan tangan gemetar, benda-benda itu terasa lebih berat daripada yang sanggup ia pikul.

Di ruangan itu terdapat pintu di sebelah kanan menuju lorong selanjutnya.

Perjalanan mulai menanjak. Shen Liang terus menyusuri lorong bawah tanah itu, entah sudah berapa puluh meter dia berjalan. Rupanya lorong itu berujung di satu ruangan dalam gedung tabib istana.

Udara malam menyambutnya. Dari jendela, ia melihat ibu kota dengan suasana kacau balau.

Api menjilat-jilat langit. Dari kejauhan terdengar jeritan-jeritan bercampur denting senjata. Ia berdiri terpaku, pedang dan stempel digenggam dengan tangan yang masih terus menggigil.

Dunia Pangeran Shen Liang sudah berubah jadi neraka.

Dia keluar dari gedung dan menuju gerbang timur, berjalan seadanya dengan pikiran kosong. Langkahnya terhenti ketika seorang prajurit pemberontak muncul dari balik reruntuhan.

“Pangeran?!” suara itu terdengar membentak dengan nada ejekan, “Tak kusangka kau masih hidup.”

Shen Liang terlonjak, dia mengeluarkan pedang pusaka dari sarungnya. Tapi genggamannya kaku, gerakannya kikuk sambil melangkah mundur.

Saat tebasan pertama datang, ia menangkis asal-asalan. Benturan logam mengguncang tangannya, hampir membuat pedang terlepas.

“Hahahaha ..,” prajurit itu tertawa mengejek, lalu menyerang lagi.

Shen Liang terhuyung, nafasnya kacau. Penyesalan membanjiri dadanya. Seluruh latihan yang dulu dianggap main-main kini terasa sebagai dosa.

Tiga prajurit lain muncul dari balik asap mengepungnya. Sabetan dan pukulan bertubi-tubi menghantam.

Shen Liang jatuh tersungkur saat mendapatkan tendangan lutut yang mendarat telak di ulu hatinya.

Dia dipukul, disiksa tanpa ampun. Pedangnya nyaris terlepas, darah entah dari mana menetes di gagang.

Sang Pangeran pewaris tahta Kerajaan Kencana Biru kini jadi bulan-bulanan para prajurit pemberontak.

‘Bocah tolol . . .'

Dalam kesadarannya yang memudar, Shen Liang mendengar bisikan. Anehnya bisikan itu seperti berada dalam kepalanya. Suara bisikan itu terdengar serak dan berat.

Hawa dingin merayap perlahan dari bilah pedang masuk ke nadinya. Pelan-pelan terus menjalar ke seluruh tubuhnya.

Bisikan-bisikan asing, dingin, namun membakar, memenuhi kepalanya.

Bisikan nafsu dan aura membunuh.

Pandangannya mulai kabur, Shen Liang antara sadar dan tidak, mulai tertawa cekikikan.

“Hihihihi … Hahahahaha!”

“Hiiiaaaaah, hahahahaha!”

Mata Shen Liang berkilat liar. Dia bangkit dan langsung menebas ke arah para prajurit. Satu orang prajurit langsung terkapar tanpa nyawa.

Tiga prajurit lainnya beringsut mundur beberapa langkah dengan sikap siaga. Sementara Sang Pangeran lagi-lagi cekikkan dan terbahak-bahak.

“Ada apa dengannya?” tanya salah satu prajurit.

Ketiganya saling berpandangan.

Salah satunya terkekeh sambil menyeringai, “Heheh, paling dia sudah gila karena kehilangan mahkota dan keluarganya. Serang!”

Prajurit itu berteriak sambil melompat menerjang ke arah Shen Liang dengan sabetan pedangnya. Dua lainnya ikut menyusul.

Namun, di luar dugaan.

Jeritan pecah! Darah muncrat ke segala arah, dua prajurit tumbang hanya dalam beberapa jurus. Sampai hanya tersisa satu.

Shen Liang terengah, wajahnya berlumuran darah, sedangkan bola matanya berputar-putar liar. Perlahan kesadarannya mulai kembali.

Dia kebingungan, hatinya dicekam perasaan ngeri melihat mayat-mayat prajurit bergelimpangan.

Apakah benar semua itu dirinya yang lakukan?

Prajurit terakhir sambil memegang perutnya yang berdarah meludah dan mendengus. Dia tak sudi dikalahkan oleh seorang Pangeran manja dan sudah jadi gila.

Prajurit terakhir maju, pedang teracung. Shen Liang yang kehabisan tenaga tahu ajal sudah dekat.

Namun, tiba-tiba prajurit itu ambruk di tempatnya berdiri. Terkapar tanpa suara.

Shen Liang mendongak. Nampak siluet seorang sosok gadis berdiri dengan belati berlumuran darah.

Wajah manisnya terlihat samar diterangi cahaya api. Usianya mungkin tak jauh beda dengan Shen Liang, sekitar 17 tahun.

Tapi kontras dengan wajah manis itu, sorot matanya dingin dan tajam.

“Kalau kau terus bengong begitu, umurmu takkan panjang, Pangeran,” suara wanita itu setengah berbisik dan terdengar datar.

Shen Liang hanya terdiam, dada naik turun cepat, tak tahu apakah harus bersyukur atau takut pada sosok asing itu.

*****

Bersambung

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
5 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status