Bab 17 Senangnya di Kelilingi Dua Babu Pagi hari ini, Aku sengaja bangun tidak secepat biasanya, tuh Aku kan sudah punya pembantu baru. Setelah bangun aku segera mandi dan berdandan cantik. Setelah semua beres aku keluar dari kamar, ingin menuju ke kamar Davin dan Divan. tidak lupa sebelumnya aku membuang semua air yang sudah ku bubuhi obat tidur di kamar tadi. "Enak bener hidupmu ini Nadine, bangun kesiangan. Habis itu tidak membantu kami di dapur sedikitpun. Keluar keluar dari kamar udah dandan habis." Ibu mertua menghadangku di ruang keluarga. "Maaf Bu Nadine kecapean sekali, tidak sengaja deh bangun kesiangan. Lagi pula kan ada mbak Zorah yang membantu ibu." Jawab ku santai.  
Bab 18 Pura-pura Bisa Di Bodohi Pagi menjelang, kulihat mbak Zorah sedang sibuk mencuci sepatu. Langsung saja ku ambil sepatu kotorku beberapa pasang di rak. Lalu menyerahkannya ke mbak Zorah. Tidak terlalu kotor sebenarnya, tapi aku ingin melihat wanita penggoda suami ku itu menyikat-nyikat sepatuku. "Nih mbak, tolong cucikan juga ya...." "Mbak sudah capek Nadine. Kamu cuci ajah sendiri." "Nadine lagi sibuk banget nih mbak. Tolong mbak aja deh yang cuciin. Barusan Arza bilang mbak adalah wanita yang sangat tangguh sekaligus masih tetap cantik. Aku ajah kalah cantik sama mbak Zorah. Hehee makanya aku akan selalu minta bantuan mbak Zorahku yang cantik ini." Aku menjawab sambil terkekeh. Tak apalah dia ku puji-puji. Lumayan untuk membuat dia bersedia mencuci sepatuku.
Bab 19 Tak Akan Rapuh Karena Dikhianati Sepulangnya dari kantor, Seperti biasa aku akan menjemput anak-anak terlebih dahulu. Dan juga karena sudah menjadi kebiasaan pulang bersama Davin dan Divan. Dalam perjalanan pulang aku menyempatkan diri membeli makanan kesukaan anak-anak. Bukan karena apa, namun karena aku harus lebih berhati-hati untuk makan di rumah. karena di rumah kami dikelilingi oleh orang-orang licik dan pendusta. Sesampainya di rumah,aku tidak menjumpai keberadaan satu orang pun. Entah ke mana orang-orang di rumah ini? Oh iya aku baru ingat, kemungkinan besar Arza menemani Zorah untuk shopping. Seperti yang mereka percakapkan pagi tadi. Untuk memperkuat dugaanku, aku memeriksa rekaman CCTV di laptop. Fyuuuuh, dugaanku ternyata benar, rupa
Bab 20 Suara Gaduh Di Kamar Mandi *** Hari menjelang sore aku pulang sekaligus sambil menjemput anak-anakku dari rumah mbok Jum. Dalam perjalanan pulang, aku membeli makanan kesukaan kami buat makan malam nanti. Jadi tidak perlu repot buat memasak. Sesampainya dirumah, syukur Mbak Zorah maupun Arza belum ada di rumah. Kemana dua orang itu menghilang. Aku tahu, pasti mereka sedang berduaan. Sebuah pikiran nakal terbersit di benakku buat mengerjai mereka malam nanti. "Nak ibu keluar sebentar ya. Pengen minum ke dapur." Aku meninggalkan anak-anak yang sedang sibuk di dalam ruang bermain mereka. Tujuan langkah ku kali ini adalah dapur. Mengambil ekstrak cabai yang masih tersisa. Lalu menaruhnya ke
Bab 21 Bencana Di Ujung Aktivitas Ranjang "Pa, saya ingin masuk kamar mandi sekarang. Minggir....!" Aku berdiri berkacak pinggang di depannya dengan menatap kedua mata Arza dengan serius. "Jangan, Ma...." Sergah Arza. "Kenapa jangan....?" Aku masih berusaha masuk. "Jangan sekarang, Ma. Tolong... Please dong... Mama kok emosi banget. Tolong jangan marah-marah gini Ma. Nggak kasihan nih sama Papa?" Mata Arza nampak penuh permohonan. Sambil tangannya masih gelisah mengipasi bagian vitalnya. Sedangkan aku ingin tertawa melihat ulahnya. Itu saja masih kurang buat mengerjai b*rung nakalmu itu Arza. Untung saja tidak ku potong tuh barang.
Bab 22 Misi Pertama Berhasil Ponsel dalam kantong lelaki berdasi itu bergetar. "Halooo...!" "Ya halo, selamat pagi " suara luwes seorang wanita dari seberang telepon. "Pagi juga, sama siapa ini,?" "Ini saya karyawan baru di kantor perusahaan, bapak Manajernya kan?" Suara lembut seorang wanita mbuat pria tadi tersanjung dengan sebutan kata "manajer". "Ya benar, saya adalah manajernya." "Begini, Pak. Saya punya beberapa berkas kantor yang harus bapak tandatangani." "Oh ya... Tapi nanti saya bakalan tidak masuk nih. Soalnya masih ada urusan keluarga yang harus saya urusi."
Bab 23 Usaha Yang Memuaskan Aku masih tertidur bersama anak-anak tatkala hari telah menjelang pagi. Sudah beberapa hari, Arza dan Ibu maupun Mbak Zorah tidak pulang kerumah. Bergegas aku membangunkan anak-anak menyuruh mereka bersiap-siap. Drrrrt... Drrtt... Panggilan masuk di layar ponsel. Perasaan mulai tidak menentu ini pasti dari Arza atau Ibu. Ku cek ternyata bukan. Tertera nama di sana. Pak Ricardo. "Halo selamat pagi Mbak Nadine. Bisa saya bicara sekarang?" "Ya silakan saya sendiri." "Dengan ini saya mengabarkan bahwa Semua proses pengalihan nama rumah Mbak sudah selesai. Bisa kita bertemu sebentar nanti."
Bab 24 Keputusan Bulat Nadine Sebelum memulai berkata-kata ke inti masalah berikutnya, Nadine kembali berpikir, bawa apa yang akan dia lakukan ini adalah sebuah keputusan yang kuat dan tidak bisa lagi untuk diganggu gugat. "Pak, saya ingin kembali meminta pertolongan dari Bapak." Ucap Nadine. "Ya, mudah-mudahan saya bisa membantu, pertolongan seperti apa yang mbak Nadine butuhkan?" Nadine berpikir untuk beberapa saat. Kepalanya sedikit merunduk dengan jari-jemari yang saling menggenggam, ia menghembuskan helaan nafas kasar. "Pak Richardo, saya mohon Bapak bersedia untuk mengurus perceraian saya dan Arza." Kata-kata tersebut terucap lantang tanpa adanya keraguan. Walaupun di hati perempuan itu terbersit rasa nyeri karena telah mengambil keputusan itu.