Nadine tahu kebusukan yang dilakukan suaminya, terlebih lagi wanita yang menghancurkan pernikahannya adalah kakak iparnya sendiri! Tapi dia membiarkan suaminya bersenang-senang bersama selingkuhannya selagi Nadine memikirkan cara untuk membalas pengkhianatan kepada mereka.
View More"Pa, hari ini kan hari libur, bagaimana kalau kita mengajak anak-anak untuk berwisata. Tempatnya terserah sama Papa, mau kemana. yang penting kita mengisi hari libur anak-anak dengan kegiatan yang menyenangkan."
Aku mencoba menawarkan kepada Arza. Kan kasihan juga melihat anak-anak selalu mengisi hari libur tanpa Papa mereka. Memang sih biasanya juga cuma saya yang menemani hari-hari libur mereka. Ting......! Sebuah bunyi notifikasi di layar ponselnya. Dengan cepat Arza membuka pesan itu. Sejenak dia tersenyum, lalu dengan cekatan dia mengambil jaket dan mamakai sepatunya. "Mau kemana, Pa? Bagaimana tadi, bisa atau tidak kita menemani anak-anak liburan hari ini?" "Aduuh maaf, Ma. Ini ada yang minta pertolongan Papa," Aku mengernyitkan dahi, siapa yang meminta pertolongannya hingga membuat pria ini melakukan gerak cepat. "Siapa memangnya, Pa?" "Debbie, Ma. Katanya minta di anterin ke kampus, soalnya ada tugas mendadak dari dosennya." "Tapi bisa kan Pa nanti pulang cepet. Soalnya kasihan anak-anak menunggu," Sejenak Arza seperti sedang memikirkan sesuatu. "Begini saja, kalian berangkat saja duluan. Nanti kalau sempet Papa bakalan nyusul," "Tapi kan, Pa. Debbie bisa saja naik taksi atau ojol," "Mama ini bagaimana. Itukan keponakan Mama sendiri. Kok tega nyuruh dia pake taksi. Lagian siapa lagi yang akan peduli padanya Selain kita. Ya udah Papa berangkat dulu," Memang Debbie adalah keponakanku. Ayahnya yang merupakan kakak kandungku, sudah meninggal setahun yang lalu, akibat kecelakaan. Oleh karena itu kamilah yang harus pembantu menjaga Debbie dan Mbak Zorah, istri yang Kak Ramond tinggalkan. Dari biaya kuliahnya, kami tidak segan-segan untuk menolong dan juga untuk biaya hidup sehari-hari Debby bersama Mbak Zorah, kami tidak segan-segan untuk membantu. Tapi meskipun begitu tidak seharusnya Arza mengabaikan anak-anak. Walau bagaimanapun anak-anak membutuhkan sosok seorang Ayah. "Ma, lihat si Hafis, dia liburan sama Papanya, si Ega juga. Kok kami berdua sama Mama terus ya?" Davin, putra sulungku mengadu pagi tadi. Mukanya cemberut. Sedangkan Divan, cuma manggut-Manggut saja sambil mengunyah ayam bakar. Memang dia hobi makan. Makanya tubuhnya lebih gede bila di banding sama si kakak. Mereka adalah putra kembarku. Memang sang Papa jarang punya waktu buat mereka. "Nak, Papa sibuk mengurus pekerjaan. Supaya dapat uang untuk belanja Davin dan Divan," Sebisa mungkin aku mencoba memberi mereka pengertian. "Lhaa Mama juga kerja, tapi masih ada waktu kan buat nemenin kami. Kok Papa enggak sih, Ma?" Davin yang baru memasuki kelas 3 SD itu sudah pintar mematahkan argumen. "Kerjaan Mama sama Papa itu beda. Pekerjaan Papa lebih banyak di banding Mama," "Eh Mama lihat tuh, Barca, Papanya juga bekerja di tempat yang sama dengan Papa. Tapi dia sering kok jalan sama Papanya. Pergi sekolah juga sering di anterin sama Papanya. Kok aku tidak ya," Memang susah menghadapi anak yang kritis seperti Davin. Ada ada saja yang menjadi jawabannya. "Iya iya nanti pasti Papa punya waktu untuk kalian. Oke?""Iya deh Kakak jangan terlalu mengharap banget sih. Yang penting kan ada Mama. Terus nanti kita bisa membeli makanan yang sedap dan enak. Perut kenyang hati pun senang. Iya kan Ma?"
Cerocos Divan anak bungsuku. "Memang kalau kamu dalam otaknya hanya ada makanan, makanan dan makanan. Makanya badannya gendut tidak karuan. Biar nanti bisa gembung kayak balon," Davin mencubit pipi adiknya gemas. Aku sibuk membereskan pakaian sebelum pergi menemani anak-anak. Eiit... Mataku menangkap sesuatu yang sedikit tersembul keluar dari tas kerja yang di bawa lembur oleh Arza semalam. Setelah ku keluarkan, wooow...! Ternyata kond*m. Sejak kapan kami memakai kontrasepsi jenis ini? Ini patut di jadikan alasan kecurigaan. Sebenarnya hati ini bergemuruh hebat. Tapi aku tidak boleh terlihat lemah di hadapan anak-anak. Ku keluarkan alat kontrasepsi tersebut dan menyimpannya kembali di tempat lain.****
Walaupun Arza tidak bisa mendampingi, aku bisa mengajak anak-anak sendiri. Dengan menggunakan mobilku menuju ke pusat taman bermain untuk anak-anak yang ada di kota tempat tinggal kami. Karena anak-anak meminta untuk ke sini.
Kami telah biasa menghabiskan hari libur hanya bertiga. Bahkan terkadang libur panjang juga kami lalui bertiga. Arza jarang-jarang mau kuajak untuk ikut serta. Dan seperti biasa dia pasti memiliki alasan kesibukan. Aku harap maklum karena pekerjaan kantor nya mungkin sedang sibuk. Tapi apa ia tidak bisa menyisakan waktu sedikit saja untuk anak-anak. Aku memotret anak-anak. Setelah itu kebuka media sosial, kupilih foto terbaik lalu mengunggahnya. Memang aku jarang membuka aplikasi seperti ini, karena kesibukan dalam bekerja. Tapi, untuk sesekali boleh juga kan? Hehe.... Ketika sedang membuka beranda tidak sengaja mata ini melihat sebuah akun keponakanku Debby. Dia memposting foto mereka bertiga Debby, Mbak Zorah, dan ... dan Arza. Astaga, aku mengucek mata. Dan ternyata penglihatanku tak salah. Mereka sedang makan di sebuah cafe mahal. Tentu saja aku mengenali tempat itu. Kemudian ada juga beberapa foto yang menggambarkan potret mereka di sebuah vila dan aku juga mengenali di mana villa tersebut. Apa yang mereka lakukan? Katanya tadi mau mengantar Debbie ke kampus, ini kok malah ke villa. Makan-makan di cafe mahal lagi. Ku lihat postingan itu baru di pos 30 menit yang lalu. Berarti itu belum lama kan. Dari satu postingan video, Arza kelihatan sangat menikmati kebersamaan mereka. Apakah memang Arza lebih suka menghabiskan waktu bersama mereka atau bagaimana? Mataku menangkap tangan Arza menggenggam jari-jemari Mbak Zorah. Kembali ku kucek-kucek mata dengan punggung tangan, memastikan bahwa penglihatanku tidak salah. Benar, walaupun durasi videonya hanya veberapa detik saja, aku mampu melihatnya dengan jelas. Langsung ku simpan video tersebut di ponsel. Mengapa ada perasaan seperti menusuk di hati ini. Ada apa diantara mereka? Entah mengapa aku merasa tidak pantas bagi Arza menggenggam jemari kakak iparku seperti itu. Atau apakah ini hanya perasaanku saja. Kutelusuri postingan Debbie. Banyak juga Kulihat sebuah komentar di bawahnya. "Semoga selalu bersama" Dari sebuah akun bernama "Dua hati". Sebuah akun berfoto profil kan satu ikat bunga yang berisi 2 kembang merah dan putih. Serasa penasaran aku membuka profil tersebut. Tidak kusangka ada beberapa foto yang berisikan foto-foto mbak Zorah dengan seorang pria. Tapi wajah si pria di tutupi dengan stiker love. Walaupun wajah itu tertutupi stiker, tapi aku bisa mengenali seseorang itu dengan baik. Dia adalah Arza. Ada berbagai pose mesra mereka. Tangan pria itu melingkari leher mbak Zorah yang berpakaian sedikit terbuka. Huuup...! Dengan jelas di tangan itu melingkar sebuah jam tangan yang kuhadiahkan kepada Arza di hari ulang tahunnya yang ke 36 beberapa bulan yang lalu. Sudah sangat jelas, pria yang bersama Mbak Zorah adalah suamiku. Kembali aku membuka akun Debbie tadi, eh sudah tidak ada lagi. Semua postingan tadi telah di hapus. Untung tadi aku cepat mendownload semuanya ke ponsel. Otakku mulai berpikir ke mana-mana. Apa mungkin mbak Zorah setega itu, padahal selama ini kami telah banyak membantu mereka. Semenjak Bang Ramond kakakku sekaligus suaminya Mbak Zorah meninggal, maka aku dan Arza lah yang menjadi tulang punggung untuk mbak zorah dan Debbie. Kami bergantian memberi jatah bulanan buat mereka berdua selagi mbak zorah belum mendapatkan pekerjaan. Nyatanya sampai sekarangpun Mbak Zorah belum juga bekerja. Karena aku juga tidak mau kalau keponakanku putus sekolah. Syukurnya profesiku sebagai bendahara di sebuah perusahaan masih bisa membantu pemasukan rumah tangga sekaligus meolong mereka. Jabatan Arza juga bisa di bilang lebih dari cukup untuk kebutuhan kami. Dia bekerja sebagai manajer di perusahaan yang berbeda denganku. Setiap bulan dia memberi nominal uang yang menurutku lumayan. Tapi entah beberapa bulan belakangan jumlah itu berkurang. Katanya dia banyak membantu anak-anak kurang mampu di panti aauhan, orang tua di panti jompo, sampai mengirimi bantuan kepada para korban bencana. Tentu saja semua alasan itu ku percaya. Tapi melihat foto-fotonya yang seperti ini, terlebih lagi kepada kakak iparku sendiri, membuat tumbuhnya benih kecurigaan. Apa mungkin ada sesuatu hubungan khusus di antara mereka. Baik, akan kucoba untuk mencari tahu.Bersambung....!
Selamat sejahtera untuk semua pembaca Novel KKBS (Kubiarkan Kau Bersama Selingkuhanmu) 🤚🤚🤚 Author mau kasih info terbaru nih buat teman-teman pembaca semua. Author kasih tahu kalau sekarang udah update sekuel novel KKBS ya. Dengan judul : Ketika Istriku Mulai Membangkang Pembaca boleh kepoin novelnya sekarang ya, hehee. Othor usahain akan update rutin setiap hari. Jadi para pembaca semua tidak usah khawatir kalo nanti Author jarang update, jarang nongol, apalagi sampai novelnya nggak tamat. Oh iya, Author boleh minta dukungannya ya, dukung Author dengan rate bintang lima, terus tambahkan novelnya ke pustaka. Hehee ... Makaciih semua pembacaku... Semoga novel "Ketika Istriku Mulai Membangkang" ini bisa menghibur para pembaca semua. Amiiin Suksesnya seorang Author tak lepas dari dukungan para pembaca setianya. peluk jauh dari Author....😘😘😘😘😘
Bab 162 "Aduuuh!" Zea menengadahkan kepala. Menahan sakit. Sekarang sakit itu kian naik ke ubun-ubun. Keringat dingin membasahi tubuhnya. Di tengah malam sepi ini ia sendiri berbaring di ranjang rumah sakit. "Ya Tuhan tolong aku!" dalam kegelisahannya, Zea mengadu dan memohon kepada Tuhan. Karena kesakitan yang ia rasakan, sejenak ia melupakan derita masalah ekonomi yang tengah ia hadapi. Ya, malam ini adalah malam terakhir Zea dirawat di rumah sakit ini. Sebenarnya masih panjang riwayat perawatan yang harus ia kalani, namun karena semua biaya yang mengalir benar-benar telah menguras kering semua isi tabungan. sekaligus kendaraan dan apapun yang dimiliki telah hangus terjual tanpa tersisa. Tidak ada lagi yang bisa ia gunakan untuk menjalani prosedur kesehatan. Untuk selan
Bab 161 "Ibu!" Arza tergagap. Arza kembali mencoba menyentuh telapak tangan sang Bunda. Lagi lagi hanya dingin terasa. Mendadak Arza jatuh lunglai. "Ibu ...!" gumamnya lirih. Air matanya menetes. Namun sebanyak apapun tetesan air mata yang meleleh di pipinya, semua itu tidak akan pernah mengembalikan nyawa ke raga sang ibu yang kini telah terbaring dingin dan kaku. Arza menangis sendiri. Memperhatikan keadaan orang tuanya yang terbaring sendirian sejak malam menjelang. Arza menyesal. Setelah menemui ibunya yang telah terbujur dengan kaku. Sepertinya nyawa telah lama melayang meninggalkan raga si ibu. Sedangkan Arza baru saja menyadari bahwa ibunya telah tiada sejak semalam.***  
Bab 160 "Silakan kamu bayar dulu uang tunggakan kontrakan selama 2 bulan belakangan ini Arza!" suara Bu Dian terdengar kasar. Muka Arza memerah menahan rasa malu sebab suara Bu Dian menggema dan didengar oleh orang-orang yang menguping pertengkaran mereka. "Tuh orang kaya, bayar dulu kontrakanmu! Katanya kaya, tapi kontrakan nunggak, mana selama dua bulan lagi. Aduh, kaya dari mana? Aku saja yang merasa orang miskin tidak pernah Tunggak menunggak. Nggak malu tuh ngaku-ngaku sebagai orang kaya?" suara laki-laki yang tadi bertengkar dengannya membuat kuping Arza memanas. Dengan bergegas ArzaMelangkah mendekati Bu Dian. "Iya Bu, saya pasti bayar kok tapi tolong bicaranya jangan terlalu keras. Bisa malu saya kalau didengar sama tetangga." Arza berusaha untuk merayu. "Kalau mau
Bab 159"Kau pasti sudah dengar kalau aku bilang apa?" pria tua tersebut memandang tajam. "Jangan pernah kau merendahkan aku seperti tadi, Pria tua busuk!" sergah Arza. "Nah jika kau tidak ingin dibilangi tak baik, seharusnya kau juga jangan keterlaluan bicara kotor dan menyinggung perasaan lawan bicaramu. Bagaimana kau sakit hati mendengar ucapan buruk orang terhadapmu, maka begitu juga perasaan orang lain ketika menerima ucapanmu!" Arza menghela nafas panjang. Kekesalan nampak jelas pada raut wajahnya. Arza sungguh tidak terima akan ucapan laki-laki tersebut. "Tapi kau tidak bisa balik mengatakan aku seperti itu" Arza menunjuk muka lelaki itu."Mengapa tidak? Nukankah aku juga bisa bicara, Arza?" "Tapi aku tidak bisa terima kau bilang aku miskin." sergah Arza. "Lhoo, kenapa nggak bi
Bab 158Arza duduk dan menikmati secangkir kopi di teras kontrakan. menyeruput kopi hangat sambil memperhatikan gadis-gadis remaja berlalu lalang di depan kontrakan. Mereka sedang berjalan menuju ke sekolah terdekat. Sesekali nampak bibir Aeza tersenyum nakal.Deretan kontrakan tersebut memang terlihat kumuh. Di tambah dengan ketersediaan air bersih yang kurang memadai. keadaan itu membuat sebagian besar penduduk pergi kesungai yang tidak bisa di bilang bersih untuk mencuci pakaian dan sebagainya. Untuk minum, mereka menggantungkan kebutuhan air minum pada saluran pdam yang kecil dan hanya tersedia di siang hari saja. Itupun terkadang tidak menentu. Oleh sebab itulah mereka terpaksa menggantungkan kebutuhan selain untuk minun pada air sungai yang jauh dari standar kesehatan. Karena nampak jelas jika aliran sungai tersebut menghitam dan bau. namun karena keterpaksaan, mereka terpaksa melakukan itu. Apalagi pada cuaca panas kala ini.
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments