Rendra tercekat. Pria itu langsung mengurai pelukannya. Mencipta jarak di antara keduanya. Sudah sering bagi Aleesha untuk menyuruh Rendra menikah lagi, dan mendapatkan keturunan dari wanita lain. Namun, Rendra tak pernah menyetujui ide gila dari istrinya.
Ia tidak pernah terpikir untuk mendua sedikit pun. Mengkhianati rumah tangganya. Hal itu tidak ada dalam prinsipnya untuk tidak setia."Jangan bodoh, Sha. Aku nggak akan melakukan itu, sampai mati pun," tukas Rendra. Aleesha menundukkan kepalanya. Menyusut air mata yang mulai mengering. Ia benar-benar tidak tahu lagi bagaimana caranya untuk membujuk suaminya agar mau menikah lagi."Mas, ini semua demi kebaikan kita. Mas tahu sendiri, kan kalau aku tak mungkin bisa hamil lagi. Kemungkinannya 0,1 persen. Hanya keajaiban yang dapat mewujudkan hal itu. Tetapi, aku nggak percaya akan keajaiban itu." Penuh emosi, Aleesha menumpahkan semua keluh kesahnya. Malam pekat yang dingin menjadi saksi bisu perdebatan mereka di dalam mobil. Angin malam kian menambah kesan dingin pada dua sejoli itu."Kumohon, sekali saja, kabulkan permintaanku ini." Rendra bergeming. Tak berniat menjawab ucapan Aleesha. Rendra menekan kuat pedal gas, dan melajukan mobilnya meninggalkan jalanan sepi. Mobil pajero itu melaju membelah malam yang gulita. Selama kembali dalam perjalanan pulang, keduanya diam seribu kata. Tidak ada lagi yang membuka suara. Tatapan mata Aleesha kosong menatap jalanan yang sepi. Hatinya terasa hampa. Untuk apa memiliki segalanya dan hampir sempurna. Percuma saja, jika dia tidak bisa mengandung dan melahirkan benih sebagai penerus keturunan Kusuma. *"Pokoknya aku nggak boleh telat besok." gumam gadis itu pelan. Ia tersenyum, menampakkan gigi rapinya.Amira Azzahra, nama gadis itu. Biasa dipanggil Amira. Besok adalah hari pertamanya bekerja sebagai karyawan tetap di sebuah perusahaan. Setelah sebelumnya, ia magang di tempat itu selama tiga bulan. Di training dengan begitu ketat, hingga akhirnya usahanya membuahkan hasil. Ia diterima menjadi karyawan tetap. "Amira, kamu belum tidur, Nak?" tanya sang Ibu, saat mendapati putrinya belum mematikan lampu kamarnya."Belum, Bu," sahut Amira, setengah berteriak. "Ibu boleh masuk, Nak?" "Boleh, Bu. Masuk aja.""Besok berangkat jam berapa, Nak?" tanya Bu Rima."Kayaknya pagi banget, Bu. Aku takut telat soalnya," jawab Amira singkat. Ia masih fokus menyetrika blouse yang akan dipakainya besok.Bu Rima tersenyum memperhatikan putrinya yang sangat bersemangat. Meski begitu, dalam hatinya terselip rasa iba. Sejak muda, Amira sudah bekerja keras, membanting tulang untuk menghidupinya. Mereka hanya tinggal berdua di sebuah rumah kontrakan yang sempit. Dulu, hidup mereka bisa dibilang berkecukupan. Namun, saat usaha ayahnya bangkrut dan menyisakan hutang yang begitu banyak. Amira harus menjalani hidup yang sangat keras. Ayahnya jatuh sakit, dan uang yang masih tersisa hanya cukup untuk biaya hidup sehari-hari. Hutang-hutang kian menumpuk, semakin mencekik kehidupannya yang menyedihkan.Ayahnya meninggal saat Amira berada di semester terakhir sekolah menengah atasnya. Pukulan terberat bagi hidup Amira yang memaksanya harus bangkit dari masa-masa sulit itu. Dengan prestasinya yang gemilang, Amira berhasil lulus dengan nilai yang memuaskan. Namun, dengan berat hati dia mengorbankan keinginannya untuk melanjutkan kuliahnya. Ia memilih untuk bekerja. Keputusan itu sangat disayangkan oleh guru-guru yang mengenalnya.Meski begitu, Amira tak menyerah berkat kegigihannya dan kepandaiannya. Ia melamar kerja di sebuah kafe. Amira pun memutuskan untuk menabung sedikit demi sedikit untuk bisa kuliah lagi. Impiannya terwujud dan ia baru menyelesaikan kuliahnya enam bulan yang lalu. Kini, dirinya sudah diterima bekerja di sebuah perusahaan bonafid. Itu merupakan pencapaian tertinggi dalam hidupnya. "Ibu nggak tidur?" Lamunan Bu Rima buyar saat Amira bertanya. "Eh, Iya. Ini ibu mau tidur, Nak. Jangan malam-malam tidurnya, Nak." Bu Rima berpamitan dan keluar dari kamar putrinya.Amira mengantar sang Ibu hingga di ambang pintu. Ia me m eluk ibunya. Amira terkadang menunjukkan sisi manjanya. Meski dari luar, ia terlihat kuat dan tegar. Amira hanya seorang wanita biasa mempunyai sisi rapuhnya."Bu, doakan Amira, supaya pekerjaan Amira lancar," bisik Amira lirih. Ia hanya memiliki sang ibu dalam hidupnya. Ia adalah orang yang akan mengesampingkan keinginannya, dan lebih mementingkan keinginan orang terdekatnya lebih dulu. "Tentu, Sayang. Doa ibu selalu mengalir untukmu." Bu Rima meraih pergelangan tangan Amira. Wajahnya yang mulai dihiasi keriput itu, tersenyum. "Nah, Ibu tidur sekarang. Amira juga mau tidur, Bu. Sudah ngantuk." Usai mengatakan itu, keduanya masuk ke kamar masing-masing. Amira membuka jendelanya sedikit, mendongakkan wajah menatap langit bertabur bintang, dengan rembulan yang bersembunyi di balik awan. Angin sepoi membelai wajahnya."Aku harap, besok akan menjadi hari baikku," bisiknya seraya menatap langit malam yang pekat. Ia langitkan doa dan harapannya setinggi angkasa agar apa yang menjadi keinginannya tercapai. Meski akan banyak aral dan rintangan yang menanti di jalan yang akan ia lalui. Amira sudah siap untuk melewati semuanya.***65(TAMAT)Rendra tak bisa menahan tangis bahagianya usai ia mendengar jawaban dari Amira. Tanpa menunggu lama, pria itu pun langsung memboyong Amira, Bu Rima, dan Andra menuju ke Jakarta.Rendra sudah berjanji tidak akan mengulang kesalahan yang sama. Pria itu tidak akan menyia-nyiakan kesempatan yang sudah diberikan oleh amirah."Kita mau ke mana, Ma?" tanya Andra pada Amira begitu mereka tiba di Kota Jakarta."Kita akan pergi ke rumah kakek buyut, Sayang. Kakek buyut udah nggak sabar pengen ketemu sama Andra," ujar Rendra."Kamu mau bawa aku ke tempat Pak Kusuma?" tanya Amira."Iya, Sayang. Semua orang udah nungguin kamu di sana," sahut Rendra.Rendra sengaja membawa Amira menuju ke mansion Kakek Kusuma. Pria itu langsung memberi kabar pada seluruh keluarganya mengenai Amira dan Andra setelahnya berhasil membujuk Amira untuk kembali padanya.Kakek Kusuma menyambut gembira kab
64)"Itu siapa? Apa itu Mas Rendra?" Amira terkejut bukan main saat ia melihat seorang pria berdiri di depan rumahnya di pagi buta. Wanita itu pun bergegas membuka pintu untuk mengejar pria tersebut, tapi sayangnya pria itu sudah terlanjur pergi sebelum Amira menangkapnya. Seperti hari-hari sebelumnya, pagi ini Amira kembali mendapatkan hadiah. Wanita itu makin kesal pada pengirim hadiah dan bertekad untuk menangkap basah laki-laki asing yang selalu datang ke rumahnya setiap hari."Aku nggak akan biarin kamu lolos, Mas! Aku nggak akan biarin kamu ganggu hidup aku lagi!"Amira melanjutkan aktivitas seperti biasa, sambil menyusun rencana untuk pindah ke tempat baru. Wanita itu tak bisa langsung pergi begitu saja meninggalkan rumahnya saat ini. Amira akan bertahan selama beberapa minggu ke depan, sembari mencari tempat lain yang lebih aman."Apa aku pindah ke luar negeri aja, ya?" gumam Amira. "Atau aku daftar jadi TKI a
63)"Ngelamunin apa, Ra?" tegur Bu Rima pada Amira.Amira terperanjat. "Nggak Bu. Aku nggak ngelamun.""Kamu nggak kenapa-napa, kan?"Amira mengulas senyum tipis. "Aku baik-baik aja, Bu. Aku seneng semuanya berjalan lancar. Kita bisa pergi dari sini tanpa dikejar."Amira pikir, Rendra akan mengejarnya dan memaksa dirinya untuk kembali ke Jakarta. Namun, ternyata kekhawatiran-kekhawatiran Amira tidak terjadi, hingga wanita itu bisa meninggalkan kota Surabaya dengan aman."Iya, Ra. Nggak nyangka ya, pindahan kita bisa selancar ini," ujar Bu Rima. "Ibu kira, Rendra akan nyamperin kamu ke rumah. Tapi sampai kita pergi tadi, Rendra nggak datang ke rumah. Apa dia nggak berhasil nemuin rumah kita?"Rendra memang tidak muncul, tapi bukan berarti Rendra membiarkan Amira pergi. Saat ini, Rendra tengah membuntuti bus yang dinaiki oleh Amira. Pria itu menguntit Amira dan mengikuti kemanapun Amira pergi.
62)Amira berusaha keras menahan tangis. Amira dan Rendra mulai menjadi pusat perhatian karena tingkah aneh mereka di area kantor.Rendra sudah tak peduli lagi dengan pekerjaannya di kantor cabang. Yang diinginkan oleh Rendra saat ini hanyalah berkumpul kembali bersama dengan wanita yang ia cinta."Tolong kembali sama aku, Amira. Aku janji aku akan memperlakukan kamu lebih baik lagi," ucap Rendra memohon pada Amira di depan banyak orang."Bapak salah orang! Tolong lepasin saya sekarang! Saya nggak mau jadi tontonan di sini!" seru Amira pada Rendra."Amira, tolong kasih aku kesempatan satu kali lagi."Rendra terus mengoceh tanpa mempedulikan para pegawai yang melihat dirinya memohon pada Amira. Wanita itu mulai kebingungan mencari cara untuk menjauh dari Rendra.Terpaksa, Amira pun menggunakan cara kasar untuk melepaskan diri dari Rendra. Wanita itu langsung melarikan diri dari kantor sebelum Rend
61)Zahra menatap wajah sang ibu dengan lekat. Sudah lama sekali Zahra tidak mendengar nama itu terucap dari mulut sang ibu.Ternyata ibu dari perempuan bernama Zahra itu adalah Bu Rima. Dan wanita bernama Zahra itu sebenarnya adalah Amira.Ya, Amira sengaja menggunakan identitas baru untuk melanjutkan hidup. Setelah pergi melarikan diri dari Rendra, wanita itu sengaja mengubah identitasnya dan berganti nama menggunakan nama Zahra. Tidak hanya namanya saja yang berubah, Amira juga mengubah penampilannya.Amira saat ini sudah menjadi wanita berhijab, dan ia juga telah meninggalkan nama Amira. Sudah 5 tahun lamanya Amira menggunakan nama Zahra untuk bertahan hidup."Tolong jangan panggil aku pakai nama itu lagi, Bu!" pinta Amira.Bu Rima tersenyum kecut. Selama 5 tahun terakhir, Bu Rima sudah berusaha beradaptasi dengan kehidupan baru Amira, tapi tetap saja sulit bagi wanita itu untuk meninggalkan nama asli
60)Kota Surabaya."Mama!" Seorang bocah laki-laki berusia 5 tahun berlari kencang menghampiri sang ibu yang saat ini berdiri di depan gerbang sekolah.Bocah laki-laki itu begitu girang melihat ibunya sudah datang menjemput ke taman kanak-kanak tempatnya belajar. "Katanya Mama nggak bisa jemput hari ini?" tanya bocah bernama Andra itu."Mama nggak jadi meeting tadi, jadi Mama bisa jemput kamu dulu," ujar perempuan berhijab yang bernama Zahra itu."Kita beli es krim dulu sebelum pulang ya, Ma?" pinta Andra dengan ekspresi menggemaskan."Kok beli es krim lagi? Kan kemarin Andra udah beli es krim," tegur Zahra."Beliin aku es krim satu ya, Ma? Aku janji aku nggak akan makan es krim lagi sampai minggu depan," bujuk bocah kecil itu pada sang ibu.Wajah lucu putra semata wayangnya membuat Zahra luluh. Wanita itu pun segera membawa Andra menuju ke minimarket yang berada tak jauh dari