AKIRA Akira meringis singkat ketika Leo menembaknya tentang masalah Andin. “Duh, langsung to the point ya bro, nanya tentang Andin,” ujar Akira sambil tersenyum malu. “Soalnya gue suka lihat si Andin dulu sering ke rumah lo ketemu nyokap, tapi sekarang udah jarang banget liat mobilnya lewat sini,” terang Leo. “Ya, udah putus sama Andin hampir enam bulan lalu,” jawab Akira seraya menyesap espresso-nya. Memang kopi pilihan kedai Morning Mist ini memiliki kualitas terbaik. “Kopi apa ini Leo, kok enak banget sih?”Akira terdistraksi dengan rasa kopi dan harumnya yang benar-benar menggugah indra penciumannya. “Oh, ini kopi Flores Bajawa. Gue dapet satu supplier yang oke banget. Mereka juga sudah mulai ekspor ke beberapa negara.” ujar Leo bangga. “Best seller terbaru tuh di Morning Mist,” Leo menambahkan. “Eh bentar, balik lagi ke topik pembicaraan kita. Jangan mengalihkan pembicaraan dong!” “Coba gimana lanjutin ceritanya sama Andin. Kok gue baru tahu sih?” tanya Leo penas
Giselle masih berfokus pada macbook-nya karena dia sedang mengolah data untuk membuat proposal kepada Kelana Sastrowilogo ketika pintu kantornya diketuk secara konsisten.Dia mengangkat kepalanya dan melihat Akira sendang menyandarkan tubuh tinggi atletisnya di daun pintu kaca ruang kerja Giselle.Jantungnya berdebar seketika ketika dia menatap pria yang harus Giselle akui memang terlihat rapi, necis dan … tampan pada pagi ini.Ditambah lagi Giselle baru pertama kali melihat Akira mengenakan kacamata berbingkai hitam, terlihat seperti Clark Kent si Superman yang dilakoni oleh Henry Cavill, tapi versi wajah Asia.‘
‘Gengsimu tak akan bisa membawamu maju, Giselle! Sudah terima saja!’ begitu logikanya berbisik, mencoba menentang hatinya yang masih terselimuti gengsi.“Ayo cepat, aku tak ada waktu seharian untuk mendengarkan jawabanmu,” Akira mengetuk jam tangannya tak sabaran.“Kapan dan apa yang harus saya siapkan untuk pertemuan dengan Pak Darius nanti?” Giselle akhirnya menyetujui ajakan bosnya ini.Tiga koneksi konglomerat jelas jauh lebih baik dibanding dua kontak konglomerat yang telah dia dapatkan sebelumnya.“Okay, good!” Akira bangkit dari duduknya, memberikan selembaran kertas
Giselle dan Akira tiba di restoran The Opulent yang berada di Hotel Royal Ruby Senayan. Pemilik hotel ini tentu saja Danudihardjo Enterprise. Dan pria yang memegang kendali atas Danudihardjo Enterprise tak lain dan tak bukan adalah pria tampan bernama Darius Danudihardjo. Dia adalah tipikal pengusaha muda, konglomerat, memiliki aset yang entah siapa bisa menghitungnya, serta menjadi pujaan para wanita. Media cetak maupun media elektronik menjadikan pria ini sebagai tokoh idaman layaknya pangeran yang hidup di dunia nyata, atau dalam kasus ini … pangeran yang hidup dan tinggal di Jakarta. Giselle tentu saja sudah pernah melihat pria tampan ini berseliweran di media massa, dan terkadang ketika ada acara penghargaan atau forum pengusaha. Tapi dia tak pernah berkontak secara langsung karena tidak memiliki akses orang tersebut. Secara berat hati, Giselle harus mengakui kalau dia perlu berterima kasih kepada Akira karena bisa mengenalkannya kepada pria kharismatik yang berdiri di h
Akira melirik ke arah Giselle yang terlihat percaya diri dan luwes dalam memberikan presentasi mengenai sepak terjang The Converge, dan menjelaskan portofolio yang telah dikantongi kantor barunya ini selama mereka berdiri dan berkiprah dalam dunia konsultasi.“Oh, kalian sudah pernah bekerja sama dengan Sudibyo Corporation sebelumnya ya?” ujar Raka setelah mendengar pemaparan singkat yang diberikan Giselle tadi.Kini Amira bersikeras agar Giselle dan Akira serta semua orang di dalam ruangan ini untuk menyentuh hidangan yang telah disiapkan sembari berbicara bisnis.“Namanya kan lunch meeting. Jadi jangan bicara bisnisnya saja yang diprioritaskan, bagian
Akira tak tahan dan akhirnya menatap Giselle terang-terangan di dalam mobil Pajero Sport miliknya saat lampu merah menghentikan laju mobilnya. “Presentasi kamu tadi bagus di depan Darius dan juga kedua sahabatnya, Raka dan Nero. Mereka bertiga merupakan pemegang keputusan bagi keberlangsungan perusahaan raksasa tersebut,” puji Akira dengan tulus. Giselle hanya mengedikkan bahunya singkat. “Yeah, I know I am that good,” jawabnya singkat. Memang jika orang yang tak paham dengan Giselle menganggap apa yang diucapkan gadis itu adalah bentuk kesombongan. Tapi Akira tahu dan memahami apa yang diucapkan Giselle itu adalah suatu bentuk kepercayaan diri. Perempuan ini sangat nyaman hidup sebagai dirinya sendiri – yang jika Akira perhatikan beberapa minggu ini, memang memiliki karakter kuat. Srikandi modern jika bisa dibilang. Tapi tentu saja karakter kuat perempuan yang duduk di sampingnya ini berbanding lurus dengan sikap keras kepalanya yang terkadang membuat Akira frustasi saat beker
Giselle kembali ke kantor setelah dia dan Akira selesai bertemu dengan Darius Danudihardjo beserta rekan kerjanya.Dia mendapat banyak informasi baru mengenai Darius Danudihardjo, bagaimana perusahaan raksasa itu bekerja setelah ditinggal oleh Carlos Danudihardjo – patriarch keluarga yang juga ayah dari Darius. Carlos Danudihardjo pergi meninggalkan Indonesia karena tersangkut kasus korupsi dan dinyatakan buron.Giselle juga mendapatkan sedikit informasi bagaimana bisnis mereka secara lebih dekat dan personal.Perlu diakui, Danudihardjo is the real whale! A real prehistoric-sized killer whale.Pantas saja jik
"Kamu ada waktu malam ini? Ayo kita makan malam," ujar Giselle kepada Akira. Akira mengerjapkan matanya ketika dia mengangkat telepon dan menempelkan daun telinganya untuk mendengar sambungan yang dilihat berasal dari ruangan Giselle. “Huh?” tanya Akira refleks. Sedetik kemudian dia sadar jika interjeksinya membuatnya terlihat sedikit bodoh. Tapi ya sudahlah, toh dia memang tidak perlu jaga image lagi di depan Giselle yang jelas-jelas merasa tidak nyaman jika berada di dekatnya. “Kamu ngajak saya makan malam?” tanya Akira sekali lagi. Ini benar-benar informasi yang mencengangkan baginya. Di ujung sambungan, Giselle mendecakkan lidahnya dengan sedikit gemas. “Bukan kita berdua aja, kok! Sama anak-anak satu tim,” tepis Giselle. Ooh!Makan malam bersama tim memang jauh lebih masuk akal, dan kesempatannya jelas lebih besar dibandingkan jika Giselle mengajaknya untuk dinner date dengannya. Akira terkekeh dengan pemikiran konyolnya sendiri. “Nanti malem banget nih?” Akira mencoba