Kedua netra Giselle langsung secara refleks bertubrukan dengan Akira saat mendengar tujuan tempat makan malam tim mereka. Tadinya sebuah protes hampir saja dilayangkan oleh Giselle saat tahu tujuan makan malam tim mereka adalah Hotel Royal Ruby yang berada di Jalan Thamrin. Tapi dia telan kembali semuanya karena ini juga kesalahannya. Dia membiarkan Rindi dan anak-anak lainnya memilih tempat. Jadi dia tak berhak untuk memprotes keputusan mereka. “Di Infinite Sky?” Giselle memastikan sekali lagi. Siapa tahu dia salah dengar. “Iya Bu, saya udah reservasi tempat, aman kok!” Rindi sepertinya salah mengartikan pertanyaan yang dilontarkan Giselle. Ya sudah, apa boleh buat. Toh yang tahu signifikansi tempat tersebut hanya dirinya dan Akira saja. “Yang bawa mobil siapa saja? Saya, lalu?” Akira bertanya kepada tim untuk mengecek logistik. “Saya bawa mobil,” jawab Giselle sambil menatap Akira. “Ada lagi?” tanya Akira yang dijawab juga oleh Rama. “Saya bawa mobil juga, Mas Akira.”“Ok,
Sesuai janji Akira, setelah mereka makan malam bersama satu tim dia berjanji untuk melanjutkan malam bersama rekan-rekannya dengan bersantai di bagian lounge rooftop bar. Mereka bersepuluh menempati satu meja besar dengan sofa bundar besar berlingkar sebesar 180 derajat. Cukup untuk menampung rombongan mereka, grup berjumlah 10 orang yang kebanyakan masih berusia di bawah 35 tahun. Tipikal pekerja kantoran Jakarta yang melepas lelah setelah bekerja selama seminggu penuh. They’re working hard, and they’re partying harder! Di meja mereka, tersedia berbagai minuman mulai dari cocktails, mocktails untuk yang tidak ingin menyesap alkohol, sampai sebotol whiskey Jack Daniels. Dari sudut mata Akira, dia melihat jika Giselle memilih untuk menyesap virgin mojito yang hanya diminum sedikit ketika mereka melakukan toast saat seluruh pesanan mereka keluar. "Kok Bu Giselle pesan mocktail? " tanya Rindi penasaran. Giselle hanya menggelengkan kepalanya pelan. "Aku bawa mobil, harus teta
Dentum suara musik bertema house EDM yang dimainkan secara lihai oleh sang DJ yang mengelilingi mereka tak membuat Giselle kehilangan fokus. Justru semua latar yang berada di sekitarnya perlahan menjadi senyap. Otaknya hanya bertumpu pada hal-hal yang berkaitan langsung dengan pria di hadapannya kini. Akira semakin lama semakin mendekat hingga akhirnya ujung sepatu mereka saling menempel. Sebuah hal sederhana namun terasa begitu intim bagi Giselle. Wangi maskulin yang menguar dari tubuh Akira membuat jantung Giselle berdegup lebih kencang. Bagaikan anjing Pavlov yang begitu antusias ketika mendengar bunyi bel dibunyikan. Seperti itu perasaan hati Giselle yang secara spontan mencium aroma sandalwood yang begitu seksi dan maskulin. Aroma yang sukses membawa kenangan terdalamnya saat mereka bercinta di suatu kamar di hotel ini beberapa bulan lalu. Di hadapannya, Akira masih mempertahankan senyumnya. Kedua lesung pipinya yang begitu mendistraksi Giselle masih tercetak dalam.
Akira bertindak sesuai instingnya.Dan instingnya sejak tadi telah mendorong jauh-jauh akal sehatnya, serta bertumpu pada satu hal saja yang sejak tadi merangsek masuk dalam hatinya.‘Cium Giselle sekarang juga! She’s so cute, and pretty and fierce!’Begitu yang ada di dalam pikirannya sejak tadi mereka berbicara di sudut bar ini.Sudah berulang kali dia menahan keinginannya tersebut, tapi akhirnya Akira tak kuasa menutupinya lagi dan bertindak seperti apa yang dia mau lakukan.Dia mengincar bibir ranum berwarna merah muda milik gadis cantik di hadapannya ini, dan melumatnya dengan penuh rasa.Giselle terpekik kaget dengan t
Operasi menaklukan hati Giselle. Awalnya Giselle pikir dia salah mendengar. Tak mungkin Akira akan seberani itu mengatakan hal picisan seperti itu di hadapannya. Namun Giselle kini paham. Akira berbicara sesuka hatinya. Tanpa bisa Giselle prediksi ke mana arahnya. Selalu seperti itu. Giselle yang akan kesulitan menebak dan meraba-raba apa motif di balik ucapan Akira. Sama seperti tadi. Apa maksud Akira mengucapkan hal tersebut? Giselle speechles, dibuat tak bisa berkata-kata lagi. Dirinya tak suka berada di situasi yang tak dapat diprediksi seperti ini. Giselle sedikit mendorong paksa tubuh Akira agar tak menutupi tubuhnya yang sudah terdesak dan terjepit antara tubuh bidang Akira dengan tembok di belakangnya. “Lupakan saja ciuman sialan itu!” desis Giselle sambil melewati tubuh Akira. Meninggalkan pria yang mengacak-acak rambutnya karena frustasi dengan Giselle. Dia bertekad untuk kembali menuju meja, mengambil barang-barangnya dan pulang duluan. Biarkan saja jika d
Giselle akhirnya mendapatkan jadwal untuk mengadakan meeting dengan Kelana Sastrowilogo setelah dua hari pingpong dengan sekretaris pribadi konglomerat muda tersebut untuk mencocokkan jadwal mereka berdua.Untung saja Giselle telah menyelesaikan seluruh dokumen pitching yang akan diberikan kelak kepada Kelana. Dia 120% berharap jika pria itu setidaknya mendengar dan tidak menolak proposal pertamanya.Itu semua lebih baik dibandingkan jika dia ditolak mentah-mentah tanpa mendengar terlebih dahuluMeeting mereka akan dilakukan di salah satu jaringan restoran milik keluarga kelana di bilangan Senopati.Restoran
Restoran The Ambience cukup ramai saat Giselle tiba. Jam 11 siang merupakan jam brunch. Memang tidak akan seramai jam makan siang yang akan dimulai sekitar satu jam mendatang, tapi Giselle cukup kesulitan mencari Kelana Sastrowilogo di tengah sembulan kepala-kepala yang duduk sambil bercengkrama satu sama lain di setiap meja sepanjang Giselle memandang. Nyaris saja Giselle hendak bertanya kepada pramusaji di sana, tapi ternyata Kelana telah melihat dirinya terlebih dahulu dan melambaikan tangan dari sudut ruangan. Meja yang dipilih kelana cukup tertutup dan semi privat. Mungkin pria itu sengaja memilih tempat ini karena ada pembicaraan yang cukup serius kelak. Dengan langkah penuh percaya diri, Giselle menghampiri Kelana seraya memegang erat dokumen serta iPad yang dipeluk di dadanya. Melemparkan senyum sopan namun bersahabat, Giselle menyapa sang konglomerat muda. “Halo, selamat siang Pak Kelana. Terima kasih telah menyempatkan waktu untuk meeting lanjutan hari ini,” ujar Gisel
Senyum Pepsodent yang Giselle lemparkan pada Kelana bertahan selama beberapa detik yang cukup mendebarkan. 'Ayolah, jawab! Apa lagi yang ditunggu!' Giselle berteriak dalam hati.Setelah menyesap air mineral premiumnya, Kelana mengangguk singkat."Kamu nanti telepon Personal Assistant saya, kita bisa ngobrol tentang ini lebih jauh lagi selepas saya kembali dari Monako.""Yes!" Giselle memekik girang.Kelana menaikkan sebelah alisnya.Oops... sepertinya dia tak bisa mengontrol antusiasmenya dan justru kelepasan memekik seperti itu."Ada proyek pembangkit listrik dan energi yang sedang saya incar di daerah Sulawesi dan Kalimantan," ujar Kelana seraya memotong daging steak wagyu A5 kuailtas terbaik yang disajikan di Restoran The Ambience."Sebahagia itukah kamu sekarang?" Kelana tertawa singkat melihat senyum Giselle yang semakin lebar."Oh, maaf Pak Kelana, saya terlalu bersemangat!" ujar Giselle sedikit malu."Ayo makan," Kelana menunjuk piring yang ada di hadapan Giselle.Dia memesan