Share

bab 5

Author: Little Fox
last update Last Updated: 2025-09-26 13:04:05

"Jadi, bagaimana, Chalista?" tanya Cristiano, seolah mengerti isi hati putrinya. "Apa Chalista ingin mencari pengawal baru?"

Mata Chalista langsung berbinar, senyum merekah di wajahnya.

"Dad, Chalista belum sempat berterima kasih pada anak itu," ujar Chalista, suaranya memohon. "Apa Daddy bisa mencarikan anak itu? Chalista ingin mengucapkan terima kasih padanya."

"Baiklah," jawab Cristiano, mengusap lembut kepala putrinya. "Daddy akan mencari anak laki-laki itu dan menyampaikan terima kasihmu padanya."

Chalista bersorak gembira, melompat-lompat kegirangan. Lalu, ia menatap ayahnya dengan tatapan penuh harap. "Dad, apa pengawal Chalista bisa seperti dia?"

Cristiano terdiam, tertegun mendengar pertanyaan putrinya. Ia tahu, Chalista menginginkan pengawal yang kuat dan berani seperti Sena.

"Tentu saja," jawab Cristiano, senyum dipaksakan terukir di wajahnya yang dingin. "Chalista bisa punya pengawal seperti dia."

Flashback off

Cristiano memikirkan ucapan putrinya. Ia bertekad untuk mencari pengawal baru yang sesuai dengan keinginan Chalista. Ia tak ingin putrinya kembali berada dalam bahaya. Karena itu, ia harus cermat memilih pengawal yang mampu melindunginya dengan baik.

Akhirnya, Cristiano memutuskan untuk menemui seseorang. Ia segera berangkat menuju tempat terpencil, jauh dari keramaian, tempat orang itu berada.

 

Sebuah mobil mewah berhenti di depan gerbang sebuah rumah yang tampak kumuh dan tak terawat. Catnya mengelupas, dindingnya dipenuhi coretan vandalisme.

"Tuan, apa benar ini tempatnya?" tanya sopir, kerut meragu terlihat di dahinya.

"Benar," jawab Cristiano tenang, tatapannya lurus ke depan. "Di sinilah mereka tinggal."

Cristiano keluar dari mobil, melangkah dengan tenang menuju gerbang. Meski banyak mata yang menatapnya sinis, ia tak gentar. Ia datang ke markas tersembunyi Berandalan Berliontin, hanya untuk menemui seseorang.

Cristiano memasuki halaman rumah, langkahnya mantap dan penuh percaya diri. Ia merasakan tatapan tajam mengawasi setiap gerakannya. Saat tiba di depan pintu masuk, seorang gadis muda menyambutnya dengan senyum tipis.

"Selamat datang, Tuan," sapa gadis itu, tak lain adalah Indry. "Ada yang bisa saya bantu?"

Cristiano membalas senyum Indry dengan ramah. "Aku datang untuk bertemu dengan ketua kalian. Ada urusan penting yang ingin kubicarakan."

"Sir sedang berada di dalam," jawab Indry. "Silakan ikuti saya, tapi sebelum masuk... kami harus melakukan pemeriksaan terlebih dahulu." Ia memberi isyarat kepada teman-temannya yang berdiri di belakangnya.

Dua orang pemuda menghampiri Cristiano dan kedua pengawalnya. Mereka mulai memeriksa tubuh Cristiano dan anak buahnya dengan teliti.

"Hei, apa-apaan ini?!" protes Delico, salah satu pengawal Cristiano. Ia merasa harga dirinya direndahkan.

"Maaf, Tuan, tapi ini prosedur standar jika ingin bertemu dengan ketua kami," jawab Indry tegas, nada bicaranya berubah dingin.

Delico merinding mendengar suara Indry yang tiba-tiba berubah. Ia merasakan aura berbahaya yang terpancar dari gadis muda itu.

"Sudahlah, Delico," ujar Cristiano, menenangkan pengawalnya. "Biarkan mereka melakukan tugasnya."

Delico terdiam, mengepalkan tangannya erat-erat. Ia terpaksa membiarkan anggota Berandalan Berliontin mengambil senjata miliknya dan pengawal lainnya.

"Terima kasih atas pengertiannya, Tuan," ucap Indry, senyum sinis terukir di bibirnya.

Cristiano hanya mengangguk, tak membalas senyum Indry. Setelah menyita semua senjata yang dibawa Delico dan temannya, para Berandalan Berliontin menyerahkan senjata-senjata itu kepada Indry.

"Untuk sementara, kami sita senjata-senjata ini," kata Indry, suaranya tegas. "Akan kami kembalikan setelah urusan kalian selesai."

"Terserah kalian," jawab Cristiano pasrah. Ia tahu, ia tak punya pilihan lain.

Indry kemudian mengantar Cristiano dan kedua pengawalnya menuju tempat ketua mereka berada. Sepanjang perjalanan, Cristiano dan kedua pengawalnya terkejut melihat banyaknya TWILIGHT di dalam rumah itu.

Ada banyak TWILIGHT dengan berbagai macam latar belakang. Beberapa di antara mereka tampak terlatih dan berbahaya, sementara yang lain terlihat lelah dan putus asa. Ada pula beberapa Berandalan Berliontin wanita yang bekerja sebagai gadis penghibur, melayani para tamu yang datang. Mereka semua berkumpul di tempat itu, mencari perlindungan dan penghidupan.

"Tempat apa ini sebenarnya?" tanya teman Delico, suaranya berbisik.

Indry mendengar pertanyaan pengawal Cristiano itu, lalu menjawab dengan nada datar, "Di sini adalah rumah bagi orang-orang yang dibuang. Mereka yang dianggap sebagai monster, semua berkumpul di sini."

Delico dan temannya terkejut mendengar jawaban Indry. Mereka menatap orang-orang di sekitar mereka dengan tatapan yang berbeda. Mereka mulai menyadari, tempat itu bukan hanya sekadar markas Berandalan Berliontin, tapi juga tempat perlindungan bagi para orang buangan yang tak punya tempat untuk kembali.

Akhirnya, mereka tiba di depan ruangan ketua Berandalan Berliontin. Indry berhenti sejenak, menarik napas dalam-dalam, lalu mengetuk pintu dengan sopan.

Tok! Tok! Tok!

"Masuk," terdengar suara serak dari dalam ruangan, memecah keheningan.

Indry membuka pintu perlahan, hanya sedikit, seolah ragu untuk mempersilakan tamunya masuk. Ia menundukkan kepala, menunjukkan rasa hormatnya kepada sang ketua.

"Maaf, Sir, mengganggu," ujar Indry, suaranya pelan dan penuh kehati-hatian.

"Ada apa?" tanya Gina, suaranya dingin dan tanpa basa-basi. Asap rokok mengepul dari dalam ruangan, memenuhi udara dengan aroma yang menyesakkan.

"Ada seseorang yang ingin bertemu denganmu," jawab Indry, masih menunduk.

Gina menyipitkan matanya, merasakan firasat buruk. Ia tidak suka dengan kunjungan tak terduga ini.

"Siapa?" tanya Gina lagi, suaranya lebih tajam dari sebelumnya.

"Anu... Itu..." Indry tergagap, tak berani menyebutkan nama tamunya.

"Aku yang ingin menemuimu, Nona Gina," sebuah suara menyela dari belakang Indry. Cristiano melangkah maju, memasuki ruangan tanpa diundang.

"Hmm, ada apa kau kemari, Tuan Cristiano?" tanya Gina, suaranya dingin dan menusuk. Ia menyipitkan matanya, menatap Cristiano dengan tatapan menyelidik.

Cristiano tersenyum tipis, mengabaikan nada sinis Gina. Ia melangkah mendekat, menarik kursi di depan meja Gina, lalu duduk dengan santai.

"Nona Gina, jangan memasang wajah seperti itu," goda Cristiano, suaranya merayu. "Nanti kecantikanmu pudar."

"Cih! Langsung saja ke intinya," desis Gina, menghembuskan asap rokok ke udara. "Apa tujuanmu?"

"Kau masih saja tidak sabaran," balas Cristiano, terkekeh pelan. "Kau pasti sudah tahu berita yang sedang ramai saat ini, bukan?"

Gina terdiam sejenak, rahangnya mengeras. Tentu saja ia tahu berita tentang kemunculan kembali Berandalan Berliontin. Berita itu telah membuat markas mereka menjadi sorotan.

"Kau ingin mengambilnya?" tanya Gina, tatapannya tajam dan penuh ancaman.

Ia sudah menduga bahwa kedatangan Cristiano berkaitan dengan Sena. Cristiano pasti ingin memanfaatkan kekuatan Sena untuk kepentingannya sendiri.

"Kau memang cerdas, Nona Gina," puji Cristiano, senyumnya semakin lebar. "Kau bisa menebak tujuanku dengan tepat."

Di luar ruangan, Indry berdiri berjaga di depan pintu bersama dua orang TWILIGHT lainnya. Di hadapan mereka, Delico dan Yang, anak buah Cristiano, berdiri dengan wajah tegang.

"Indry, siapa dia? Dan apa tujuannya datang ke sini?" tanya salah satu TWILIGHT, suaranya berbisik.

"Aku tidak tahu," jawab Indry, menggelengkan kepalanya. "Saat aku sedang berbicara dengan Sir, tiba-tiba saja dia menyela. Lalu, Sir menyuruhku pergi."

"Hmm, begitu rupanya," timpal TWILIGHT lainnya, mengerutkan keningnya. "Sepertinya ada sesuatu yang penting."

"Aku khawatir..." gumam Indry, suaranya tercekat. Ia merasakan firasat buruk, seolah sesuatu yang buruk akan terjadi.

Belum sempat Indry menyelesaikan kalimatnya, pintu ruangan Sir Gina tiba-tiba terbuka.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kutukan Liontin   bab 5

    "Jadi, bagaimana, Chalista?" tanya Cristiano, seolah mengerti isi hati putrinya. "Apa Chalista ingin mencari pengawal baru?"Mata Chalista langsung berbinar, senyum merekah di wajahnya."Dad, Chalista belum sempat berterima kasih pada anak itu," ujar Chalista, suaranya memohon. "Apa Daddy bisa mencarikan anak itu? Chalista ingin mengucapkan terima kasih padanya.""Baiklah," jawab Cristiano, mengusap lembut kepala putrinya. "Daddy akan mencari anak laki-laki itu dan menyampaikan terima kasihmu padanya."Chalista bersorak gembira, melompat-lompat kegirangan. Lalu, ia menatap ayahnya dengan tatapan penuh harap. "Dad, apa pengawal Chalista bisa seperti dia?"Cristiano terdiam, tertegun mendengar pertanyaan putrinya. Ia tahu, Chalista menginginkan pengawal yang kuat dan berani seperti Sena."Tentu saja," jawab Cristiano, senyum dipaksakan terukir di wajahnya yang dingin. "Chalista bisa punya pengawal seperti dia."Flashback offCristiano memikirkan ucapan putrinya. Ia bertekad untuk mencar

  • Kutukan Liontin   bab 4

    "Di mana dia sekarang?" Gina bertanya lagi, suaranya kini pelan, tetapi setiap kata terasa seperti palu yang menghantam."Sena ada... dia ada di luar," jawab Indry gugup, menunjuk ke arah pintu markas.Gina bangkit dari kursinya, langkahnya mantap dan penuh percaya diri. Ia berjalan mendekati Indry yang berdiri kaku di depan pintu, senyum mengerikan terukir di wajahnya yang keriput. "Ayo, temui dia," bisiknya, suaranya serak namun menusuk tulang.Meski usianya tak lagi muda, aura kekuatan terpancar dari setiap gerakannya. Gina adalah satu-satunya TWILIGHT yang tersisa dengan kekuatan di atas rata-rata, dan hanya dialah yang mampu memimpin para Berandalan Berliontin.Melihat senyum mengerikan di wajah pemimpinnya, Indry merinding ketakutan. Firasat buruk menghantuinya, jantungnya berdebar tak karuan. ****Di luar markas, Sena duduk bersandar di bawah pohon rindang, menikmati semilir angin yang membelai wajahnya. Matanya terpejam, bibirnya melengkung membentuk senyum tipis. Ia tak meny

  • Kutukan Liontin   bab 3

    Cristiano, yang menyadari identitas Sena, dengan cepat menghunus pistolnya. Namun, Sena bergerak lebih cepat. Dalam sepersekian detik, pistol itu sudah berpindah tangan.Sena tahu, Cristiano akan menembaknya tanpa ampun. Tanpa ragu, ia melepaskan tembakan ke arah dua pria yang tadi mengejarnya. Kedua pria itu tersungkur, tewas seketika. Mata Sena kemudian beralih, mencari sumber tembakan pertama.Para tamu terdiam, terpaku menyaksikan adegan mengerikan itu. Chalista membenamkan wajahnya di pelukan ibunya, tubuhnya gemetar ketakutan. Tanpa sepatah kata pun, Sena berbalik dan berlari menuju hutan kota, menghilang di antara pepohonan. Cristiano hanya bisa menatap kepergiannya, rahangnya mengeras.Tiba-tiba, suara teriakan memekakkan telinga memecah kesunyian malam."Aaarrrrggggghhhhttttt!"Para tamu semakin panik. Cristiano menyipitkan matanya, menduga suara itu berasal dari Sena. Namun, apa yang sebenarnya terjadi di dalam kegelapan hutan, ia tak tahu.Beberapa saat sebelumnya, Sena ber

  • Kutukan Liontin   bab 2

    Mereka bersiap menyerang kembali, pedang terangkat tinggi-tinggi, siap diayunkan."Hehehe... Bocah, sebaiknya kau menyerah saja dan serahkan gadis kecil itu pada kami," ujar Yun, suaranya serak dan menjijikkan. "Dengan begitu, kau bisa kabur dengan mudah."Chalista menatap kedua pria di depannya dengan mata terbelalak, air mata mulai menggenang di pelupuk matanya. Tubuhnya semakin gemetar hebat, ia semakin erat memeluk Sena, menyembunyikan wajahnya di balik bahu anak laki-laki itu.Sena mengalihkan pandangannya pada Chalista, merasakan tubuh mungil itu bergetar hebat. Lalu, ia kembali menatap kedua pria yang semakin mendekat, pedang mereka berkilauan tertimpa cahaya rembulan, siap menebas.Di dalam gedung, di tengah gemerlap pesta, keluarga Cristiano asyik berbincang dengan para tamu. Hingga sebuah pertanyaan tiba-tiba menyentak mereka."Cristiano, kudengar kau datang bersama putri kecilmu. Di mana dia sekarang?""Chalista bersamaku..." Ucapan Cristiano menggantung di udara.Matanya b

  • Kutukan Liontin   bab 1

    Gemerincing logam beradu. Dog tag, identitas yang terkalung di leher mereka, lebih terasa seperti rantai takdir. Tak seorang pun meminta jalan hidup ini, namun di sinilah mereka—terjebak dalam pusaran yang tak bisa dihindari. Setiap hari adalah perjuangan. Seorang anak laki-laki, dengan tatapan kosong, mencari secercah makna di kerasnya dunia. Di pekatnya malam, di jantung hutan kota, sosok Sena Izumi muncul. Usianya mungkin baru sebelas tahun, tetapi katana terselip di pinggangnya, dan dog tag dengan namanya terukir jelas, menjadi saksi bisu keberaniannya. Tanpa ragu, ia menyusuri jalan setapak. Langkah Sena terhenti di bawah pohon raksasa. Kepalanya mendongak, menelusuri batang kokoh hingga dahan tertinggi. Dengan sekali lompatan, ia meraih dahan itu. Dari ketinggian, panorama kota terbentang—gemerlap lampu, sungai kendaraan yang tak pernah berhenti mengalir. Angin membelai rambutnya yang panjang, membawa serta aroma aspal dan kehidupan. Kilauan lampu kristal memancar dari se

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status