Share

bab 4

Penulis: Little Fox
last update Terakhir Diperbarui: 2025-09-26 12:32:17

"Di mana dia sekarang?" Gina bertanya lagi, suaranya kini pelan, tetapi setiap kata terasa seperti palu yang menghantam.

"Sena ada... dia ada di luar," jawab Indry gugup, menunjuk ke arah pintu markas.

Gina bangkit dari kursinya, langkahnya mantap dan penuh percaya diri. Ia berjalan mendekati Indry yang berdiri kaku di depan pintu, senyum mengerikan terukir di wajahnya yang keriput. "Ayo, temui dia," bisiknya, suaranya serak namun menusuk tulang.

Meski usianya tak lagi muda, aura kekuatan terpancar dari setiap gerakannya. Gina adalah satu-satunya TWILIGHT yang tersisa dengan kekuatan di atas rata-rata, dan hanya dialah yang mampu memimpin para Berandalan Berliontin.

Melihat senyum mengerikan di wajah pemimpinnya, Indry merinding ketakutan. Firasat buruk menghantuinya, jantungnya berdebar tak karuan.

****

Di luar markas, Sena duduk bersandar di bawah pohon rindang, menikmati semilir angin yang membelai wajahnya. Matanya terpejam, bibirnya melengkung membentuk senyum tipis. Ia tak menyadari bahaya yang mengintai.

Gina dan Indry tiba di tempat Sena berada. Sena membuka matanya, menoleh sekilas ke arah mereka, lalu bangkit berdiri. Ekspresinya datar, tanpa menunjukkan rasa hormat atau ketakutan.

Tanpa peringatan, Gina melayangkan tendangan keras ke arah perut Sena. Tubuh Sena terpental, menghantam tong besi berisi minyak dengan suara berdebam nyaring.

"Uhuk! Uhuk! Uhuk!" Sena terbatuk-batuk, memegangi perutnya yang terasa seperti diremas. Rasa sakit menjalar ke seluruh tubuhnya.

Dengan susah payah, Sena mencoba bangkit. Ia menatap Gina dengan satu mata yang terbuka, mata lainnya tertutup karena memar. Gina mendekat, langkahnya ringan namun mematikan.

Gina kembali menendang Sena, kali ini lebih keras. Tubuh Sena terangkat ke udara, terbang beberapa meter sebelum membentur pohon dengan suara keras.

Keributan itu menarik perhatian anggota TWILIGHT lainnya. Mereka berdatangan, terkejut melihat pemimpin mereka menghajar Sena tanpa ampun. Sena tak bisa berkutik, perbedaan kekuatan mereka terlalu besar.

Sena hanya bisa merintih kesakitan, wajahnya babak belur, darah segar mengalir dari hidung dan mulutnya. Matanya sayu, nyaris tak berdaya.

Saat Sena sudah terkapar tak berdaya di tanah, Gina menjambak rambutnya, mengangkat wajahnya yang penuh luka. "Apa kau sudah sadar dengan kesalahanmu?" tanyanya, suaranya dingin dan penuh amarah.

Sena hanya bisa terdiam, menahan rasa sakit yang luar biasa. Gina mengeluarkan pistol dari balik jaketnya. Tanpa basa-basi, ia menembakkan tiga peluru ke tubuh Sena.

Sena semakin mengerang kesakitan. Namun, peluru yang ditembakkan Gina bukanlah peluru biasa, melainkan obat penenang dengan dosis tinggi. Peluru biasa tak akan mempan pada TWILIGHT, hanya obat penenang dengan dosis tinggi yang bisa melukai dan membuat mereka merasakan sakit.

"Cih! Ini untuk pelajaran bagi kalian semua!" suara Gina menggelegar, memecah kesunyian. "Jangan pernah bertindak gegabah sampai membongkar identitas kita!"

"Baik, Sir!" jawab para TWILIGHT serempak, menundukkan kepala.

"Indry, bawa dia ke ruang isolasi! Biarkan dia mendekam di sana sampai hukumannya selesai!" perintah Gina, matanya menatap tajam ke arah Sena yang terkapar.

"Baik, Sir," jawab Indry patuh, lalu memberi isyarat kepada beberapa anggota TWILIGHT untuk mengangkat Sena.

Indry memapah Sena yang merintih kesakitan. Tubuhnya lunglai, tak berdaya menahan efek obat penenang. Setiap langkah terasa berat, seolah ada beban tak kasat mata yang menghimpitnya.

"Ayo, bangun, Sena," bisik Indry, suaranya lirih namun penuh kepedulian. Ia berusaha menopang tubuh Sena yang limbung, membantunya berjalan menuju ruang isolasi.

Mata-mata TWILIGHT mengikuti mereka, tatapan mereka penuh kebencian. Mereka menyalahkan Sena atas kejadian semalam, yang telah mengungkap keberadaan mereka kepada dunia luar. Bisik-bisik kemarahan terdengar di antara mereka.

"Dengar!" Suara Gina menggelegar, memecah ketegangan. "Setelah kejadian ini, semuanya tak akan pernah sama lagi. Mulai sekarang, kita harus lebih berhati-hati, waspada setiap saat! Apa kalian mengerti?!"

"Kami mengerti, Sir!" jawab para TWILIGHT serempak, suara mereka menggema di seluruh ruangan. Namun, di balik jawaban itu, tersirat ketakutan dan kekhawatiran yang mendalam.

Ekspresi Gina tetap tegang, rahangnya mengeras menahan amarah. Kerutan dalam terlihat jelas di dahinya, menandakan beban pikiran yang berat.

'Marah-marah pun tak ada gunanya sekarang,' batin Gina, menghela napas panjang. 'Seharusnya aku sudah menduga hal ini akan terjadi cepat atau lambat. Tapi, aku tak menyangka akan secepat ini. Laki-laki itu... cih! Terpaksa aku harus menghubunginya.' Ia berbalik, melangkah cepat menuju ruangannya, meninggalkan para TWILIGHT yang diliputi kecemasan.

Indry menyeret Sena menuju ruang isolasi. Langkahnya berat, hatinya dipenuhi campuran antara kasihan dan kekecewaan.

"Hah... Sena," desah Indry, suaranya lirih. "Lain kali, pikirkan baik-baik sebelum bertindak. Lihat sekarang, apa akibatnya?" Ia menggelengkan kepala, ekspresinya menunjukkan kepasrahan.

"Maaf..." bisik Sena, suaranya nyaris tak terdengar.

Indry menoleh ke arah Sena. Pemuda itu menunduk dalam, tak berani menatapnya. Matanya terpaku pada lantai yang kotor, langkahnya gontai mengikuti Indry.

"Hah... sudahlah," gumam Indry, menghela napas panjang. "Semua sudah terjadi, tak ada gunanya menyesal." Ia mendorong pintu ruang isolasi, mempersilakan Sena masuk.

Sena terbaring lemah di atas tumpukan keramik yang dingin. Ruang isolasi itu gelap dan lembap, hanya diterangi seberkas cahaya redup dari celah di dinding. Bau pengap dan debu menusuk hidung. Tempat itu kini menjadi penjara bagi Sena, hukuman atas perbuatannya.

Di halaman luas kediaman keluarga Cristiano, Chalista berlarian dengan riang. Tawanya yang renyah memecah kesunyian pagi, diiringi celoteh riang para pelayan yang mengawasinya dari dekat.

"Nona, hati-hati!" seru seorang pelayan, berusaha mengimbangi langkah Chalista yang lincah.

"Ha ha ha ha..." Chalista hanya tertawa, kakinya terus berlari, menikmati kebebasan dan kegembiraan masa kecilnya.

Dari balik jendela kaca ruang kerjanya, Cristiano mengamati putrinya. Matanya menyipit, mengamati setiap senyum dan tawa yang terpancar dari wajah Chalista. Namun, di balik tatapan itu, tersirat kekhawatiran yang mendalam.

"Haaah..." desah Cristiano, suaranya lirih, nyaris tak terdengar. "Apa yang harus kulakukan untuk melindungi senyum itu?" Ia bertanya pada dirinya sendiri, pikirannya berkecamuk mencari cara untuk menjaga putrinya tetap aman.

"Tuan," panggil seorang pelayan, suaranya pelan namun membuyarkan lamunan Cristiano.

Cristiano menghela napas, kembali menatap Chalista yang berlarian di halaman. Kenangan percakapan mereka di pagi hari setelah kejadian penculikan itu kembali berputar di benaknya.

 

Flashback on

"Daddy, anak laki-laki itu menyelamatkan Chalista," ujar Chalista, matanya berbinar-binar. "Dia hebat, dia bisa melawan orang-orang jahat itu!"

"Oh, benarkah?" tanya Cristiano, mengangkat alisnya. Ia berusaha menyembunyikan kekhawatiran di balik nada bicara yang tenang.

"Benar, Daddy! Dia sangat hebat! Dia melindungi Chalista sendirian. Beda sekali dengan mereka!" Chalista menunjuk para pengawal yang berdiri di belakang Cristiano dengan ekspresi kesal.

Para pengawal tersenyum kaku, merasa bersalah atas kejadian yang menimpa Chalista.

"Em, Nona, maafkan kelalaian kami," ujar salah seorang pengawal, suaranya bergetar. "Kami tidak tahu kalau Nona pergi sendirian ke hutan."

"Huh!" Chalista mendengus, memalingkan wajahnya dari para pengawal. Ia masih kesal karena mereka gagal melindunginya.

Cristiano tersenyum melihat tingkah putrinya. Chalista memang selalu bersikap lebih dewasa dari usianya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Kutukan Liontin   bab 15

    Pria berkacamata itu menunjuk kalung di leher Bobby dengan ekspresi terkejut. "Dia punya kalung yang sama seperti Bobby!" serunya, matanya membulat.Rekannya mendekat, mengamati kalung itu dengan cermat. "Tapi, tulisannya berbeda," gumamnya, alisnya berkerut.Salah satu pria, dengan langkah tergesa, menghampiri Bobby dan menepuk bahunya kasar. "Hei!" bentaknya, "Apa yang kau lakukan? Kenapa diam saja? Cepat habisi anak itu, jangan sampai membuat bos marah!" Nada suaranya meninggi, urat-urat di lehernya terlihat menegang.Tanpa sepatah kata pun, Bobby bergerak cepat. Tangannya mengepal, menghantam wajah pria itu dengan kekuatan penuh. Pria itu terpental, tubuhnya melayang sebelum akhirnya menabrak pohon dengan bunyi gedebuk yang mengerikan. Seketika, pria itu tidak bergerak.Teman-temannya terdiam, tubuh mereka membeku di tempat. Bulu kuduk mereka berdiri, keringat dingin mulai membasahi pelipis. Satu serangan... dan pria itu tewas.Bobby mendesis, bibirnya bergetar menahan amarah. "Be

  • Kutukan Liontin   bab 14

    Keringat dingin membasahi pelipis para penculik. Tubuh mereka bergetar menyaksikan Sena melumpuhkan satu per satu rekan mereka. Mata Sena menyala oleh amarah yang membara, setiap gerakannyaPresisi dan mematikan. Di dalam mobil, Chalista merasakan secercah harapan merekah di dadanya. Akhirnya, pahlawannya datang.Chalista menoleh ke belakang, senyum merekah di wajahnya bagai mentari pagi. "Sena! Aku di sini! Tolong aku!" serunya, suaranya bergetar antara lega dan takut.Belum sempat Chalista menyelesaikan kalimatnya, sebuah pukulan keras menghantam tengkuknya. Kesadaran Chalista langsung meredup, tubuhnya terkulai lemas."Sial! Mulut itu benar-benar perlu disumpal," gerutunya dengan gigi terkatup rapat, urat-urat di lehernya menegang.Sena menyaksikan adegan di dalam mobil, rahangnya mengeras. Amarahnya mencapai ubun-ubun. Tanpa ragu, tangannya menyelinap ke balik celana, mengeluarkan sebilah pisau kecil yang selalu setia menemaninya. Dengan gerakan cepat dan terukur, ia melemparkan pi

  • Kutukan Liontin   bab 13

    Chalista menghela napas panjang, matanya terpaku pada Sena yang tak kunjung selesai. Jari-jarinya mengetuk-ngetuk layar ponsel, namun pikirannya melayang. Setiap detik terasa seperti menit yang enggan berlalu. Tiba-tiba, matanya menangkap sosok familiar di seberang jalan. Sebuah kedai yatai dengan lampion merah yang bergoyang lembut diterpa angin. Bibirnya tertarik membentuk senyum lebar. Tanpa ragu, ia bangkit dari duduknya dan menghampiri Sena."Sena, aku mau keluar dulu," ujar Chalista, berusaha menyembunyikan kegugupannya.Sena hanya diam, namun matanya memancarkan kekhawatiran yang begitu dalam. Ia menatap Chalista dengan tatapan yang sulit diartikan, seolah ingin mengatakan sesuatu namun tak mampu."Kak, aku bayar pakai Qris ya," kata Chalista, mengalihkan perhatian.Pemilik salon mengangguk dan segera memberikan kode Qris pada Chalista. Setelah menyelesaikan pembayaran, Chalista bergegas keluar dari salon. Sena hanya bisa menatap punggung Chalista yang menjauh, hatinya dipenu

  • Kutukan Liontin   bab 12

    "Hufft, akhirnya," gumam Chalista lirih, menghela napas lega.Bel berdering nyaring, memecah keheningan dan menandakan waktu istirahat telah usai. "Sena, aku masuk kelas dulu ya. Sampai nanti!" seru Chalista, senyum merekah di wajahnya, lalu bergegas berlari menuju pintu gerbang sekolah.Sena kembali memanjat pohon rindang di seberang jalan, matanya tak lepas mengawasi Chalista dari kejauhan. Waktu berlalu begitu cepat, hingga bel pulang sekolah berbunyi nyaring. Chalista keluar dari kelas dengan wajah berseri-seri, langkahnya ringan menuju gerbang sekolah. Di sana, Sena sudah menunggunya dengan sabar."Sena!" panggil Chalista riang, senyumnya semakin lebar saat melihat Sena. "Ayo, kita pulang!" ajaknya sambil meraih tangan Sena, menggenggamnya erat.Sena hanya mengikuti langkah Chalista, membiarkan gadis kecil itu menarik tangannya menuju mobil yang sudah menunggu. Bahkan setelah duduk di kursi belakang pun, Chalista enggan melepaskan genggamannya."Pak Hans, sebelum pulang, kita bis

  • Kutukan Liontin   bab 11

    Seiring dengan pulihnya keadaan kota, para Berandalan Berliontin kembali ke wilayah mereka masing-masing. Sena, yang selama ini membantu Gina, juga kembali ke rumah keluarga Cristiano. Mobil yang dikendarai Gina membawanya kembali ke tempat yang kini menjadi rumahnya. Di balik jendela mobil, Sena menatap jalanan yang ramai dengan tatapan kosong. Pikirannya masih dipenuhi dengan kejadian yang baru saja berlalu.Setibanya Sena di rumah, Chalista langsung menyambutnya di ambang pintu."Sena, akhirnya kau kembali!" seru Chalista, suaranya penuh kelegaan. Ia langsung memeluk Sena erat, menyalurkan kerinduan yang membuncah."Iya," balas Sena singkat, namun pelukannya terasa hangat dan tulus.Chalista tampak berseri-seri, matanya berbinar-binar. Beberapa hari tanpa Sena terasa seperti berabad-abad lamanya. Rumah terasa sepi dan hampa tanpa kehadiran sahabatnya itu.Mentari pagi menyinari kota, menandakan hari baru telah tiba. Sena kembali menjalankan tugasnya menjaga dan menemani Chalista ke

  • Kutukan Liontin   Bab 10

    "Entahlah... Ayo kita lihat!" ajak rekannya, dengan ragu-ragu melangkah maju.Para pasukan keamanan mendekat dengan hati-hati, rasa penasaran bercampur ngeri memenuhi benak mereka. Namun, pemandangan yang menyambut mereka membuat perut mereka bergejolak. Mayat tanpa kepala, tubuh dengan luka menganga yang memperlihatkan isi perut yang terburai... Pemandangan mengerikan itu terlalu berat untuk mereka cerna."Hoak!""Hoak!"Beberapa pasukan keamanan tidak kuat menahan rasa mual. Mereka berlari menjauh, membungkuk dan memuntahkan isi perut mereka di semak-semak."Sial! Twilight brengsek! Membunuh tanpa aturan!" umpat seorang pasukan yang baru selesai memuntahkan isi perutnya, wajahnya pucat pasi."Gila! Anak kecil itu membunuh dengan sadis... Apa mereka tidak merasa mual melihat isi perut yang keluar itu?" tanya yang lain dengan nada jijik dan ngeri, tubuhnya bergetar."Mereka Twilight... Hal seperti itu mungkin sudah menjadi hal yang biasa bagi mereka," sahut seorang pasukan keamanan de

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status