"Riau?"Raka mengulang kata penting yang diucapkan Angga. Rak yang sebelumnya sedang berjalan bersebelahan dengan papanya usai makan siang bersama."Iya. Kamu juga udah tahu, 'kan, kalau kita ada rencana buka cabang hotel di sana. Papa mau kamu yang handle dulu untuk pembangunannya. Ini bisa jadi portofolio yang bagus untuk kamu" jelas Angga."Tapi, Kyra udah mau lahiran, Pa. Nggak mungkin aku tinggalin," ungkapnya. Ia bahkan sampai menghentikan langkahnya. Ia benar-benar tak menyangka papanya akan mengambil keputusan itu. "Nggak mungkin aku cuma sebulan di sana, 'kan? Kalau ada apa-apa sama Kyra, gimana?"Angga menatapnya lama, lalu ia tertawa terbahak-bahak hingga membuat Raka bingung. "Saya belum selesai bicara, kamu udah potong duluan," ungkapnya, lalu ia merangkul Raka dan memgajaknya untuk kembali berjalan. "Seminggu doang, kok. Saya nggak nyuruh kamu di sana lama-lama. Ada orang yang akan bantuin kamu untuk mengawasi. Kamu datang untuk meninjau seminggu. Nanti, kalau Kyra sudah
"Jess...""Hm? Kenapa, Kyr?" Jess ada di ruang tengah, sedang duduk sambil menikmati cemilan."K-Ketubanku pecah."Jess melompat dari sofa dan berlari cepat ke arah dapur, tempat Kyra berdiri dengan posisi kaku. "Oh, sh*t." Ia sudah melihat genangan air bening di kaki Kyra, bahkan saat ia mendekati Kyra, kaki yang tak beralas itu bisa merasakan hangatnya air ketuban. "Ki-Kita ke rumah sakit sekarang. Masih kuat, 'kan?"Jess pun memapah Kyra untuk berjalan perlahan-lahan. Ia bahkan tak sempat membawa apapun selain ponsel. Ia langsung mengambil kunci mobil Kyra yang digantung di dekat pintu. Cepat-cepat ia mendudukkan Kyra di kursi penumpang depan, memasakkan sabuk pengaman untuknya, lalu bergegas membawa mobil itu pergi dari rumah."K-Kyr, lo bisa telpon Kak Vini atau Kak Raka? Kasih tahu kondisi lo."Kyra mengambil ponsel miliknya dan mencoba menghubungi Raka, tapi tak kunjung diangkat. Ia mengirim pesan sebagai gantinya. Setelahnya, ia menghubungi Vino. Namun, tak langsung mendapatka
Raka sepertinya hampir pingsan saat tiba di depan ruang operasi. Kalau tidak ada Vino dan Jess, ia sudah pingsan di sana dan mempermalukan dirinya sendiri di depan orang tua Kyra. Ternyata, kondisi Kyra benar-benar buruk karena terlalu lama diberikan tindakan. Ia tidak bisa berhenti menyalahkan dirinya sendiri."Ini gara-gara kamu!" seru Nirmala sambil menuding wajah Raka.Raka yang lelah pontang-panting dari Riau ke Jakarta sambil bergelut dengan rasa takut sepanjang perjalanan, tahu-tahu disalahkan oleh ibu mertuanya yang egois dan seperti nenek sihir itu. Dengan lelah, Raka mengangkat kepalanya dan menatap Nirmala dengan tatapan dingin. Tapi, tidak ada kata yang keluar dari mulutnya yang terkatup datar."Kenapa nyalahin anak saya?" sahut Tika melindunginya. "Ini hak Raka untuk memutuskan, karena dia suaminya. Siapapun pasti akan membiarkan suami bertanggung jawab untuk mengambil keputusan terkait istri dan anaknya. Mbak yang salah. Harusnya, Mbak langsung ambil keputusan untuk sesa
Raka berdiri di samping inkubator tempat para dokter menaruh anak laki-lakinya dengan Kyra. Tubuhnya begitu mungil, bahkan kepalan tangannya tampak lebih besar dibanding kepala anak mereka. Nafas anak itu tampak pelan dan tenang, seakan tidak mempedulikan kehadirannya. Raka tersenyum sambil mengusap dinding kaca inkubator yang terasa hangat. Matanya tidak bisa lepas dari wajah anak mereka."Itu hidungnya Ibu, tapi kayaknya bibir itu bukan punya Ibu, mungkin punya Ayah. Matanya besar, ya, kayak punya Ibu. Wajah kamu mungil untuk ukuran laki-laki, tapi itu akan membuatmu menggemaskan kayak ibu kamu," kata Raka pada anak mereka yang sedikit terusik dengan suaranya, tampak menggeliat kecil dan mengerutkan kening. Raka pun tersenyum lebih lebar. "Kayaknya, kamu dapat banyak dari Ibu daripada dari Ayah. Tidur kamu terusik, kerutan di keningmu sama kayak punya Ibu. Kamu benar-benar menggemaskan. Ayah nggak percaya Ibu berjuang begitu keras demi kamu, Nak. Harus jadi anak yang soleh, ya?"Mat
"Bulan depan, Papa akan secara resmi kasih kamu D'Kratos."Bukan hanya Raka, tapi Kyra yang sedang makan sambil duduk di atas kasur pun langsung tercengang mendengar ucapan Angga yang begitu tiba-tiba di tengah keheningan suasana yang tenang di kamar rawat inap ini."Hah?!" seru Raka. "Pa, mendadak banget!""Kenapa? Nggak suka?" tanya Angga dengan wajah datarnya.Raka menggeleng cepat. "Bukan, bukan. Aku suka, banget malah!" jawab Raka dengan semangat. "Tapi, ini mendadak banget, Pa. Aku aja belum menyelesaikan tugas di Riau. Masa, Papa udah mau pensiun gitu aja? Sebulan itu kecepetan, Pa."Angga menaruh gelas berisi kopi yang dibelinya di kafe rumah sakit ini. "Sebenarnya, Papa memang sudah merencanakannya untuk bulan depan. Itu hadiah Papa untuk kelahiran anak kalian. Tapi, karena ternyata lahir prematur, ya, nggak bisa sekarang juga. Jadi tetep bulan depan, deh," jelas Angga dengan santai. "Semua dewan direksi dan lainnya sudah setuju. Tugas kamu di Riau itu cuma ujian untuk meliha
"Kondisi Kyra semakin menurun."Kyra memang tahu bahwa tubuhnya semakin melemah, tapi mendengar ucapan Merlin yang datang menjenguknya setelah dua hari pulang dari rumah sakit, Kyra tidak bisa berkomentar apa-apa. Apalagi, ketika ia melihat ekspresi yang dibuat Raka saat itu. Ia merasa sangat bersalah pada Raka, karena ayah dari anaknya itu tampak seperti orang yang perasaannya disakiti, dan dirinyalah yang telah menyakiti Raka."Melahirkan sepertinya benar-benar berat untuk Kyra, meski banyak di luar sana seorang ibu penderita lemah jantung sepertinya yang bisa melahirkan anak tanpa mendapatkan efek apapun pada kondisi jantungnya," lanjut Merlin. "Sebagai teman, aku takut. Sebagai dokter, aku nggak bisa berpura-pura bahwa kamu baik-baik aja, Kyra. Aku dateng bukan cuma untuk menjengukmu, tapi juga untuk membujukmu."Kyra menatap Merlin yang menatapnya dengan serius. Kyra bukan Manusia Super yang bisa membaca pikiran orang, tapi ia seakan tahu apa yang dimaksud oleh Merlin. "Dokter ma
Tepat di umur sebulan kelahiran Arden, Kyra langsung pergi ke kampus untuk mengurus semua tugas akhirnya. Ia bahkan sampai harus membawa Arden bersamanya. Meski melelahkan untuk tubuhnya yang semakin lemah, tapi ia menghadapi semua itu dengan tetap menjadi Kyra yang dikenal oleh orang-orang di kampusnya.Di sela-sela itu, Kyra pergi ke perusahaan untuk menunjukkan dan membuktikan bahwa dirinya sudah siap untuk meneruskan Mahesa Group ini. Semua berpikir bahwa Kyra yang sudah sibuk dengan anak itu akan lalai, tapi nyatanya tidak. Bahkan, berkat itu, Kyra mendapatkan banyak pendukung dari karyawan-karyawan perempuan. Bisa dikatakan, Kyra sudah menjadi panutan untuk karyawan-karyawan perempuan. Tentu saja, Kyra menjadikan momen itu untuk mendapatkan lebih banyak pendukung.Hanya dalam satu setengah bulan semenjak ia kembali beraktivitas, semua tujuannya tercapai. Ia sudah dinyatakan lulus kuliah, tinggal menunggu waktu wisuda yang akan dilaksanakan pertengahan tahun nanti. Sehingga, kini
Hari ini, Kyra pergi berdua dengan Arden untuk mengurus keperluas kelulusannya. Raka tentu saja ada di kantor, akhir-akhir sibuk mempersiapkan penggabungan D'Kratos dan Mahesa Group, memikirkan konsep pesta peresmian itu, konferensi pers, dan proyek yang akan menjadi hal pertama saat kedua perusahaan bergabung. Tidak ada Jess maupun Vino di kampus, tidak ada orang yang benar-benar dekat dengannya yang bisa menemaninya ke kampus. Akhir-akhir ini, Kyra merasa lebih ketergantungan pada orang, dan hal itu membuatnya kini merasa lemah."Ih, gemes, deh!" seru seorang perempuan.Kyra menghentikan langkahnya dan langsung membalikkan badan. "Ah, Prof. Rafwal." Ia pun menghampiri dosennya itu dan mencium tangannya, tanda hormat yang selalu ia lakukan pada orang-orang yang ia hormati. Profesor Rafwal adalah dosen pembimbingnya untuk tugas akhir dan orang yang memberinya nilai terbaik pada tugas akhirnya. "Apa kabar, Prof?" tanyanya bukan sekedar basa-basi. Selain karena ia sudah lebih dari dua b