Malam yang cerah dengan bercahaya rembulan, mobil Pak Lana memasuki pelataran indekos. Mobil diparkir di sisi kanan agar dekat dengan kamar Sarti. Pria hitam manis ini masih berseragam khas pakaian adat Bali, terlihat semakin berkarismatik. Dia segera turun lalu melangkah ke arah kamar Lek Dirman, yang berada di sebelah kamar kekasihnya.
Beberapa menit yang lalu, Sarti memberitahu, jika kedatangannya ditunggu di kamar Lek Dirman. Pria itu mengetuk pintu sembari memberi salam. Pintu terbuka, rupanya Sarti yang menyambutnya. Raut wajah Pak Lana seketika sumringah.
“Maaf, ya! Papi masih pake seragam. Pulang kerja langsung ke sini,” ucap Pak Lana sambil menampakkan deretan giginya yang rapi.
“Gak apa-apa. Ayo masuk, Pi!” ajak Sarti yang berdaster motif kembang jepun, semakin menampakkan aura keibuan.
Pak Lana cekatan memegang tangan Sarti, kemudian berbisik, “Kayaknya udah s
Setelah melalui bermacam ritual keagamaan secara Hindu, akhirnya Sarti sah menjadi istri kedua Pak Lana. Sesaat setelah acara usai Pak Lana berbisik pelan sembari menggandeng tangan istrinya.“Kita bulan madu, Sayang. Ada surprise untuk wanita tercantik Papi.”“Apaan sih, Pi?”“Kalau dikasih tahu, bukan surprise namanya,” ucap Pak Lana menarik tangan sang istri ke arah mobil.Dalam perjalanan Sarti berulang kali bertanya dan selalu hanya dibalas senyuman oleh Pak Lana. Dia pun semakin dibuat penasaran oleh tingkah suaminya itu. Sarti pun hanya bisa cemberut. Pak Lana yang jahil, makin tertawa lebar saat melihat sang istri cemberut. Sampai akhirnya, mobil sudah memasuki gerbang sebuah perumahan.Saat mulai memasuki jalan perumahan hanya ditemui rumah-rumah berjejer, Sarti pun semakin dibuat bingung. Apa maksud suaminya dengan berbulan madu
“Matur suksma nah. Kirain sudah tak mau kenal Bli lagi. Telah menyakiti Mbok Yan kamu. Bli udah lama pengen punya anak,” ucap Pak Lana sembari mengiringi langkah Wayan Suri keluar rumah.Sarti memegang tangan Wayan Suri, tak menyangka ada orang sebaik ini. Padahal dia saudara dekat Bu Lana. Masih punya hati welas asih sesama, tak menaruh benci, walau sang sepupu telah disakiti hatinya.“Terima kasih banyak, Mbok. Hanya Tuhan yang bisa membalasnya. Aku tak bisa kasih apa-apa, kapan pun mau main sini, silakan! Pintu kami selalu terbuat untuk Mbok Gek,” ucap Sarti sembari menitikkan air mata.Wayan Suri menghadap ke Sarti, dielusnya perut wanita cantik di depannya ini lembut.“Nggak usah mikir apa-apa, Mbak. Tolong jagain ponakanku, ya. Jangan terlalu capek. Jaga kesehatan, makan makanan bergizi. Semoga nggak rewel lagi perutnya. Pamit ya, Mbak. Pamit, Bli!&rdqu
Semalam Ni Kesumasari—nama gadis Bu Lana—dapat balasan pesan dari Pak Lana. Pagi ini masih berpakaian adat karena habis selesai melakukan sembahyang di sanggah, Ni Kesumasari pergi ke rumah baru untuk memberikan pisang.Dia mengendarai motor perlahan sembari mengamati jalan. Wanita bermuka oval ini baru pertama kali berkunjung ke rumah madunya dan sebelumnya tak pernah melewati daerah ini. Wanita berambut digulung ini harus sering-sering mengamati gps yang sengaja ditaruh di holder.Untunglah rumah baru yang ditempati Pak Lana dan Sarti terletak di pinggir jalan, sehingga mudah diketemukan. Rumah besar dengan pagar tinggi berwarna putih, kini berada tepat di depannya. Sarti turun dari motor lalu menekan bel. Beberapa saat terlihat dari celah-celah besi gerbang seorang wanita separuh baya mendekat.“Selamat siang, Bu. Maaf cari siapa ya?” tanya wanita tersebut.“Selamat s
Malam Kajeng Kliwon tiba membawa kesan mistis di lingkungan sekeliling. Hawanya lain dari malam biasanya. Kajeng Kliwon adalah saat bertemunya energi dalam alam semesta yang ada di Bhuana Agung menyatu dalam Bhuana Alit atau tubuh manusia itu sendiri. Malam Kajeng Kliwon dipergunakan untuk berbuat ugig (sejenis pengeleakan, teluh dan sebagainya) oleh orang yang menekuni ilmunya. Pada waktu rerainan Kajeng Kliwon, saat itu bangkitnya Bhuta Kala (Bhebutan) yang merupakan kekuatan negatif. Anggapati/Bhuta Kala yang menghuni tubuh manusia dan makhluk lainnya, ikut bangkit. Ia akan mengganggu manusia apabila keadaannya sedang melemah atau dikuasai oleh angkara murka. Maka tidaklah mengherankan apabila ada manusia yang gelap mata tega membunuh teman, saudara, maupun orang tuanya sendiri. Saat itu manusia dikuasai oleh nafsu angkara murka. Dalam keadaan tersebut, manusia dikendalikan Bhuta Kala. Untuk menetralisir keadaan
Sejak peristiwa kedatangan bayangan hitam dari penjelmaan ilmu leak, kini Pak Lana lebih ekstra hati-hati menjaga Sarti. Pria berperawakan tegap itu sudah tiga bulan tak pernah pulang ke rumah lama.Sejak mengetahui istri pertamanya penganut ilmu sesat, sang pria tak ada rasa simpatik lagi. Justru rasa benci muncul sesekali dalam hati Pak Lana. Ilmu yang sangat dia benci keberadaannya, kini telah menempel dalam tubuh istri pertamanya.Bila ada acara keagamaan di desa maupun ke pura Pak Lana lebih suka langsung ke tempat acara. Entahlah, sepertinya langkah kaki berat berjalan ke arah sana. Sudah tak ada kepentingan lagi dirinya ke rumah lama.Hari ini Pak Lana sedang ada keperluan ke kantor desa, kebetulan juga perangkat desa belum lengkap, memang masih terlalu pagi. Dalam diamnya sembari melihat ke arah jalan depan kantor desa, dirinya merenung.Pria itu semakin menyadari ada perbedaan sejak Bu
Malam ini Bu Lana telah mempersiapkan segala keperluan ritual secara komplit. Asu Bang Bungkem, Ayam Cemani hitam mulus, kelapa gading dengan sesaji yang lain. Kali ini harus bisa berhasil, dia tak mau gagal kedua kalinya dan tak ingin mendapat hukuman lagi.Darah Asu Bang Bungkem dan Ayam Cemani telah dicampur jadi satu dalam kelapa gading yang telah dipotong sisi bagian atas, sebagian tulang belulang kedua hewan telah pula dimasukkan dalam kelapa sembari melantunkan matra pemujaan bagi Ratu Kegelapan.Dirinya yang telah berbalut kain putih, mengolesi sekujur tubuh dari ujung kepala hingga ujung kaki dengan darah tersebut. Setelah merasa sekujur tubuh telah terbalur dengan darah, dia pun bersila di depan meja sesaji.Sebuah kemenyan dibakar menyusul sebuah dupa dihidupkan. Di atas meja sebuah lampu minyak bercahaya temaram, tangan wanita setengah baya ini terulur di atas bara api lampu, sesaat dari arah api tercium arom
Setelah merencanakan dari beberapa hari kedua pasangan yang beda usia ini pun memberanikan diri berkunjung ke rumah Pak Lana dan Sarti. Bu Lana dari dua hari yang lalu sudah menelepon suaminya untuk meminta izin bertemu. Tentu saja permintaan Bu Lana diterima dengan senang hati oleh Pak Lana.Pria itu tahu apa yang diinginkan sang istri pertama tersebut karena dia telah dapat kabar dari dokter yang memeriksanya. Pak Lana mempersilakan istrinya ini datang sore hari. Hari ini Bu Lana sudah bersiap-siap di depan teras menunggu pacarnya menjemput.Beberapa saat menunggu akhirnya sang pacar datang dan mereka segera berboncengan ke arah rumah baru Pak Lana. Jarak rumah mereka sekitar lima belas kilometer dan memakan waktu sekitar dua puluh menit perjalanan. Setelah melewati jalanan macet kedua orang tersebut sudah sampai di depan rumah baru.Bu Lana segera turun dari motor lalu memencet tombol bel di sebelah kiri pintu g
Tiba saatnya malam Kajeng Kliwon, Bu Lana melakukan berbagai persiapan untuk ritual. Dalam otaknya telah tersimpan bakal janin yang terpilih untuk dijadikan tumbal. Beberapa hari wanita itu telah mengamati calon tumbalnya.Kini, segala pelengkap sudah tersedia, ayam cemani, asu bang bungkem, banten khusus, tiga buah canang, kemenyan dan dupa. Tampak di atas meja terdapat dua arca kecil Dewi Durga dan Ratu Nating Girah/Calon Arang.Kedua arca sudah diusap dengan minyak wangi khusus, beraroma menyengat dan darah kental dari asu bang bungkem. Sebuah kalung dari rangkaian melati dilingkarkan pada kedua leher arca. Bunga tujuh rupa telah direndam dalam air, dupa dan menyan telah dihidupkan dibakar.Telur tembean ayam kampung telah ditulis rajah dua inisial nama pemilik janin. Tinta dari darah ayam cemani dipakai untuk menuliskannya. Ni Kesumasari—nama gadis Bu Lana—duduk menghadap meja persembahan.