공유

Bab 003

last update 최신 업데이트: 2024-11-18 10:20:21

Dengan caranya sendiri Surya Kanta menguji kekuatan fisik Kameswara. Cara yang tidak mencolok seperti guru silat saat menguji muridnya. Surya Kanta hanya menyuruh Kameswara melakukan sesuatu.

Dari caranya itu dia bisa membaca kualitas tulang hasil gemblengan dan mengkonsumsi sumber daya.

Ternyata hasilnya lumayan signifikan. Selama lima purnama telah menaikkan jenis tulang Kameswara menjadi tulang Tembaga tingkat tiga.

Bukan hanya karena sumber daya dan gemblengannya. Tapi juga karena kemauan kuat yang dimiliki Kameswara.

Suatu sore ketika Kameswara selesai bekerja, Surya Kanta memanggilnya.

"Ada apa, Paman?"

"Aku lihat kau mengalami kemajuan, apa yang kau rasakan?"

Kameswara berpikir sejenak. "Tubuhku terasa lebih kuat. Setiap harinya aku mampu mengangkat beban lebih berat dari sebelumnya,"

"Bagus, apa kau ingin tahu jenis tulangmu sekarang?"

"Iya, dong, Paman!" Kameswara tersenyum lebar.

"Tapi aku tidak tahu cara memeriksanya," Darna Salira berbohong.

Kameswara garuk-garuk kepala dengan alis terangkat.

"Untuk itulah aku akan memberimu tugas," lanjut Darna Salira.

Sepasang mata Kameswara berbinar. Dia menduga tugas kali berbeda dengan hari-hari biasanya. Dia selalu semangat mengerjakan tugasnya.

Surya Kanta mengeluarkan sebuah bumbung bambu yang bagian lubangnya disumpal dengan potongan kayu pendek.

"Antarkan ini ke Kakek Ranu Baya, besok!" Surya Kanta mengulurkan bumbung bambu itu.

Kameswara menerimanya. Artinya dia akan pergi ke perguruan Sangga Buana. Bertemu dengan Ranu Baya.

Selain menjalankan tugasnya dia bisa menanyakan tentang kualitas dan jenis tulangnya. Begitulah yang ada di pikiran Kameswara.

"Baik, Paman, aku akan berangkat pagi-pagi sekali!"

Itu berarti juga besok Kameswara tidak bekerja di ladang seperti biasanya. Jika tidak ada hambatan, sore harinya juga dia sudah kembali lagi.

***

Malam hari ketika Kameswara terlelap dalam tidurnya. Dia diganggu oleh mimpi buruk.

Dalam mimpinya Kameswara masih kecil, baru mendekati umur satu tahun. Dia berada dalam gendongan ibunya dan sedang menangis keras.

Menangis ketakutan karena sesuatu sedang menimpa keluarganya. Dia melihat ayahnya tengah berjuang mati-matian menghadapi beberapa orang bersenjata golok yang penuh nafsu membunuh.

"Kakaaang...!"

Suara jerit ibunya memekak telinga ketika melihat sang ayah bersimbah darah. Kameswara melihat seperti dalam gerakan lambat, sang ayah roboh jatuh ke tanah lalu terdiam untuk selamanya.

Tatapan sang ayah menyiratkan harapan kepadanya. Tapi Kameswara kecil belum mengerti sama sekali.

"Jangan, jangan!"

Kemudian terdengar lagi suara ibunya yang memohon belas kasihan. Tapi Kameswara tidak bisa melihat apa yang terjadi.

Karena dia merasakan dirinya terbang melayang ke atas lalu ada sepasang tangan yang menangkapnya.

Kini dia bisa melihat ibunya sedang meronta-ronta melepaskan diri dari cengkraman tangan kekar lelaki bertampang garang.

Sang ibu diperlakukan tidak senonoh oleh beberapa lelaki lainnya yang juga garang. Tapi pandangan Kameswara semakin menjauh dari ibunya.

Satu yang jelas dilihatnya, beberapa lelaki itu memakai kalung yang berbandul tengkorak warna merah di lehernya.

Semakin jauh terus sampai sudah tak terlihat lagi tiba-tiba Kameswara terperanjat bangun dari tidurnya.

"Mimpi itu lagi!" ujarnya Sambil menyeka keringat yang mengucur di dahinya.

Sudah sering dia bermimpi seperti ini. Tapi tidak setiap malam. Adegan dalam mimpi ini selalu sama.

Begitu terbangun karenanya, Kameswara sudah mandi keringat dan napas ngos-ngosan seperti habis berlari.

"Rumahku disatroni perampok, ayah berusaha melawan tapi malah tewas. Lalu perampok itu mengerjai ibu. Aku dilempar, untung nenek menyelamatkanku," tutur Kameswara menceritakan mimpinya sendiri.

Selalu seperti itu begitu dia terbangun dari mimpi buruk itu, dia bercerita sendiri.

Lalu dia ingat sebelum sebatang kara seperti sekarang dia dirawat oleh neneknya sampai berumur enam tahun. Kemudian si nenek meninggal karena sudah sering sakit-sakitan.

"Kalung tengkorak merah!" desis Kameswara ingat persis apa yang dilihatnya karena sudah sering memimpikannya.

Sebenarnya mimpi itu adalah kejadian nyata sewaktu dia masih kecil dan belum paham dengan apa yang terjadi. Kejadian itu terekam dan selalu diputar ulang dalam mimpinya.

Kameswara menganggap ini adalah isyarat dari orang tuanya agar membalaskan dendam kematian mereka. Dan ini menjadi alasan lain Kameswara terpaksa jadi pendekar.

Dia berniat suatu saat akan menanyakan tentang kalung tengkorak merah kepada Surya Kanta atau kepada orang lain yang mungkin tahu.

Anak ini tak bisa tidur lagi kalau sudah bermimpi seperti ini. Sedangkan hari masih lama menuju pagi. Akhirnya dia merebus sumber daya yang masih tersisa satu kali godokan lagi.

Kameswara mengkonsumsi godokan sumber daya setelah dirasa sudah pas sesuai aturan. Kemudia dia bersemedi, mengatur napas sesuai yang diajarkan Surya Kanta.

Kameswara tidak tahu kalau Surya Kanta adalah pendekar yang menyembunyikan jati dirinya.

Dia hanya tahu tetangganya itu memiliki pengetahuan tentang kependekaran. Tapi menduga-duga sedikitnya pasti mempunyai kepandaian silat.

Sampai pagi Kameswara baru menyelesaikan semedinya. Dia tidak merasa ngantuk lagi. Malah badannya terasa segar. Segera dia membersihkan diri untuk bersiap-siap melaksanakan tugasnya.

Sebelum berangkat ternyata Surya Kanta mengajaknya sarapan dulu.

"Aku berangkat, Paman!"

"Ya, hati-hati!"

Dengan wajah dan perasaan ceria Kameswara melangkahkan kakinya menuju perguruan Sangga Buana. Beberapa bulan lalu dirinya tidak lulus menjadi murid perguruan besar itu.

Kameswara menggendong buntalan kecil di bahu kanannya. Selain bumbung bambu, juga terdapat beberapa makanan untuk bekal pemberian Surya Kanta.

Perjalanan kali ini tidak seperti dulu. Di mana Kameswara sering merasa kelelahan terutama pada jalan yang menanjak. Sekarang dia lebih kuat melangkah dengan tegap.

Perubahan ini membuatnya senang dan lebih semangat. Tidak peduli berapa lama prosesnya untuk menjadi pendekar, dia akan menjalani secara bertahap dan tekun.

Sudah jauh Kameswara berjalan. Kini dia memasuki sebuah kampung yang ramai. Dia sering lewat kampung ini sebelumnya, tapi tidak seramai ini. Banyak orang berbondong-bondong menuju suatu tempat.

Sepertinya ada sesuatu yang terjadi. Kameswara ikut penasaran. Karena arahnya sama dengan tujuannya, maka Kameswara ikut berbaur bersama yang lainnya.

Satu hal yang tidak disadarinya, yaitu tidak anak seusianya di antara mereka.

"Mungkin cuma aku yang anak kecil!" Tapi Kameswara tak peduli. Lagi pula dia sedang menjalankan tugas.

Semakin dekat semakin ramai. Ternyata orang-orang itu berdiri di pinggir jalan yang lebih besar. Mereka seperti menunggu sesuatu yang lewat.

Orang-orang berderet begitu rapat sehingga Kameswara tidak dapat melihat ke arah jalan. Akhirnya dia punya inisiatif.

Dia mencari pohon terdekat lalu memanjat ke atas. Duduk dan berpegangan di salah satu dahannya.

Kameswara akhirnya bisa melihat ke arah jalan yang tampaknya sengaja dikosongkan. Terlihat ada banyak prajurit berjaga di pingigir agar orang-orang tidak terlalu masuk ke jalan.

Tampaknya akan ada orang penting kerajaan yang akan melewati jalan ini.

Keberadaan Kameswara di atas pohon tidak ada yang menyadarinya karena mereka lebih fokus menunggu yang akan lewat. Jadi dia merasa aman-aman saja.

***

이 책을 계속 무료로 읽어보세요.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요

최신 챕터

  • LEGENDA KAMESWARA   Bab 342

    Kameswara menatap sejenak situasi di depannya. Asmarini duduk menyandar ke bahu raga kasarnya. Di atasnya Payung Terbang memayungi keduanya. Pendekar muda ini tersenyum. Kemudian sukma Kameswara masuk kembali ke dalam tubuh kasarnya. Pedang Bunga Emas otomatis terpegang di tangannya. Asmarini langsung sadar dari lamunannya. "Kakang sudah kembali!" Asmarini langsung menyimpan payungnya. Tangan kiri memegang pedang, tangan kanan merangkul tubuh istrinya. "Inikah Pedang Bunga Emas?" Kameswara pura-pura tidak tahu. "Terbuat dari emas dan menebarkan harum, ini memang pedang pusaka leluhur. Kakang telah membawanya dengan selamat. Terima kasih banyak, Kang!" "Aku suamimu, pasti akan melakukan apapun demi kebahagiaanmu. Tidak perlu berterima kasih. Ini, simpanlah!" Asmarini menerima pedang pusaka tersebut, lalu dia menggeser duduknya hingga saling berhadapan. "Aku juga rel

  • LEGENDA KAMESWARA   Bab 341

    Blang!Kameswara menemukan sebuah ruangan bawah tanah agak luas. Keadaannya remang-remang.Di tengah ruangan ini ada gundukan bantu besar bentuknya mirip seperti dulu dia menyelam ke dasar telaga.Cahaya remang-remang ini pasti berasal dari pedang pusaka itu. Kameswara segera mencari letaknya. Dulu tertancap pada sebuah batu, sekarang pasti sama.Setelah berkeliling satu kali akhirnya menemukan juga pusaka tersebut. Kedua mata Kameswara terbelalak."Mungkinkah ini pedang yang sama? Kalau begitu bisa jadi ada dua, karena di masa depan sudah aku ambil dan diserahkan kepada Ayu Citra, atau..."Kameswara ingat selama sering bertemu dengan Fan Xiang yang merupakan reinkarnasi dari Ayu Citra, gadis itu tidak pernah membicarakan tentang pedang ini."Atau bisa jadi pedangnya kembali ke sini!"Ketika tangan Kameswara menjulur hendak memegang pedang yang tertancap di batu tersebut, tiba-tiba ada serangan hawa gaib yang me

  • LEGENDA KAMESWARA   Bab 340

    Manakala terbetik berita yang dibawa oleh pedagang dari Arab bahwa Ali bin Abi Thalib telah meninggal dibunuh oleh Abdurrahman bin Muljam, maka Rakean Sancang bergegas kembali ke Arab.Tempat pertahanan di Gunung Negara terpaksa ditinggalkannya. Di saat itulah dengan segera pasukan Tarumanagara dikerahkan untuk menghancurkan umat agama baru itu.Hampir separuh penganut agama baru itu meninggal dan sebagian lainnya dapat melarikan diri melalui jalan rahasia berupa gua kemudian keluar di bukit yang curam.Para penganut agama baru lalu menyebar ke mana-mana di wilayah Tatar Sunda."Dan sejak saat itu mereka menjalankan keyakinannya secara sembunyi-sembunyi?" tanya Padmasari."Benar, bisa jadi telah mengganti nama agar tidak ketahuan lagi," sahut Ki Santang."Kau mencurigai atau menemukan sesuatu yang berkaitan dengan hal itu?""Ada!""Wah, apa itu?""Ada sebuah ajaran yang namanya Sunda Wiwitan, ajarannya

  • LEGENDA KAMESWARA   Bab 339

    Sepasang suami istri berbeda masa sudah dalam perjalanan mencari Pedang Bunga Emas. Pada malam hari apabila tidak mendapatkan penginapan, maka mereka bermalam di hutan atau kebun.Mereka membuat gubuk dadakan. Dengan kesaktian Kameswara tentu saja sangat mudah dan cepat membangun tempat istirahat sementara tersebut.Sebelum tidur Asmarini sempatkan untuk bersemedi mencari petunjuk keberadaan pusaka leluhurnya.Selama ini setelah berkali semedi sebelum perjalanan, dalam pikirannya selalu ingin pergi ke arah utara."Kalau ke utara, tempat apa saja yang akan kita temukan? Selain bukit Gajah Depa tempat aku menyegel Kala Cengkar. Bukit itu dekat ke perbatasan kerajaan Wanagiri,"Kameswara tampak menerawang. Meski berbeda waktu, tapi letak suatu tempat tetap sama.Tempat mereka berada sekarang sudah dekat ke wilayah yang suatu saat nanti menjadi kerajaan Talagamanggung."Di masa ini kerajaan itu belum berdiri, sedangkan Hutan

  • LEGENDA KAMESWARA   Bab 338

    "Aku tidak menyangka ternyata orang-orang desa Linggapura menggunakan cara-cara memalukan!" teriak Genta."Jangan ngawur!" sentak Suryadana tidak bisa menahan diri. "Sebenarnya kau mau apa ke sini?"Genta bertolak pinggang, wajahnya menunjukkan keangkuhan dan congkak. Sambil menunjuk dia berseru."Aku akan buktikan bahwa warga desa yang katanya kumpulan para pendekar melakukan cara licik untuk memikat hati wanita. Dengan cara membunuhmu, maka guna-guna yang merasuki Sukesih akan hilang!"Genta melangkah ke alun-alun. Keributan kecil di balai desa ini memancing warga yang lain berdatangan untuk melihat apa yang terjadi."Aku tantang kau di kandang sendiri, Suryadana. Katanya kau adalah pemuda berbakat di desa ini, aku ingin tahu seberapa hebatnya dirimu!"Di tempat lain Kameswara dan Asmarini sudah menyaksikan kejadian itu.Sebelum melangkah memenuhi tantangan Genta, pemuda berbakat desa Linggapura menyuruh calon istrinya

  • LEGENDA KAMESWARA   Bab 337

    Desa Linggapura tidak besar juga tidak kecil, penduduknya agak padat. Sususan pemukimannya tertata dengan rapi. Karena awalnya hanya sebuah padepokan kecil.Pada waktu itu, selain menerima murid baru dari luar, juga ada penambahan warga dari dalam padepokan sendiri. Yaitu anak-anak dari pernikahan antara murid laki-laki dengan perempuan.Desa padepokan ini berada di kaki gunung Lingga. Dulu padepokan utamanya berada di lereng gunung.Sekarang dijadikan tempat keramat yang tidak sembarangan orang bisa ke sana, walaupun warga desa sendiri."Lama-lama bisa jadi kerajaan," ujar Kameswara yang diajak jalan memutar. Tidak melalui jalan utama, tapi langsung menuju lereng."Memangnya ada yang seperti itu?""Ada, dulu Indraprahasta juga awalnya hanya pedukuhan kecil yang dibangun oleh resi Santanu,""Oh, ternyata begitu. Sayangnya sekarang sudah hancur!"Kameswara teringat ketika menyelamatkan keluarga Prabu Wiratara seb

더보기
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status