Cuaca hari ini begitu cerah. Udara yang berhembus juga terasa segar. Sehingga panas mentari tak terasa terik. Kameswara masih di atas pohon.
Setelah beberapa saat menunggu akhirnya dari arah jalan besar sebelah kanan Kameswara muncul satu rombongan kereta kuda yang bentuknya terbuka tanpa dinding hanya ada tiang penyangga atap. Di depan kereta kuda ada enam pengawal berkuda dengan senjata lengkap. Di samping kanan dan kirinya masing-masing tiga prajurit berjalan kaki juga dengan senjata lengkap. Dan di belakang ada dua pengawal berkuda. Pandangan orang-orang tertuju pada sosok yang ada di kereta kuda. Seorang gadis yang cantiknya bagai dewi. Berkulit kuning langsat, halus dan bersih. Berpakaian dan perhiasan yang mewah. Semua orang memujinya. "Gusti putri Kentring Manik sangat cantik, ya?" "Ya, pasti cantik. Kan, putri raja!" "Tapi tidak sama dengan putri yang lain!" "Ya, benar!" "Saking cantiknya sampai-sampai Raden Marugul sendiri yang menjadi kusirnya!" "Wajar saja demi menjaga keamanannya!" Kameswara memandang ke orang yang mengendali kuda. Ternyata benar, dia bukan kusir biasa. Pakaiannya menunjukan identitasnya sebagai keluarga istana. Menurut yang dia dengar Raden Marugul adalah kakaknya Putri Kentring Manik. "Tapi sayang sifat Raden Marugul gampang marah!" "Iya, suka amuk-amukan!" Kameswara menahan tawa mendengarnya. Terlihat sang putri sesekali melempar senyum ke orang-orang di pinggir jalan. Senyumnya begitu manis, siapapun akan terpesona. Banyak lelaki yang bermimpi jadi pendampingnya. Konon kabarnya sang putri telah dijodohkan. Hal biasa bagi para keluarga istana. Perjodohan sesama bangsawan bukan sesuatu yang aneh. Belum selesai. Ternyata di belakang rombongan ini ada rombongan kedua dengan susunan formasi pengawalan yang sama. Kali ini yang duduk di dalam kereta kuda seorang pemuda gagah rupawan. Tampan menawan idaman setiap wanita. "Raden Pamanah Rasa, ih tampannya!" Kali ini yang ramai berbicara adalah kaum perempuan. Konon katanya Raden Pamanah Rasa orangnya ramah dan baik hati kepada rakyat jelata. Sehingga banyak yang suka kepadanya. "Kharisma yang terpancar seperti mewarisi sifat kakeknya!" "Iya, seperti titisan Gusti Prabu Niskala Wastu Kancana!" "Aku yakin suatu saat dia akan menjadi raja besar!" Kabarnya dialah yang dijodohkan dengan Putri Kentring Manik. Mereka terhitung masih saudara sepupu. Karena Prabu Susuktunggal ayahnya Putri Kentring Manik adalah kakaknya Prabu Dewa Niskala ayahnya Raden Pamanah Rasa. "Mereka pasangan yang serasi!" "Cocok, lah!" "Kapan mereka menikah, ya?" "Pestanya pasti megah!" Seperti sang Putri Kentring Manik tadi, Raden Pamanah Rasa juga selalu tersenyum ke arah orang-orang. Kadang-kadang sambil melambaikan tangan. Dari kejadian barusan, Kameswara mendapat pengetahuan tentang keluarga istana kerajaan. Arah jalan yang dilewati rombongan keluarga kerajaan itu menuju perguruan Sangga Buana. Setelah orang-orang membubarkan diri karena rombongan telah lewat, Kameswara turun dari pohon lalu melanjutkan perjalanan. Dia melihat di sepanjang jalan yang dilewati rombongan itu selalu ramai. Rakyat antusias ingin melihat sendiri keluarga istana. Karena kapan lagi kalau tidak sekarang? Momen seperti ini sangat jarang. Kameswara menjaga jarak dengan rombongan agar tidak disangka sedang membuntuti. Malah jika terlalu ramai maka dia berhenti sejenak sampai keadaan sepi. Waktu yang direncanakan agak melambat sedikit karena hal kejadian ini. Walaupun Surya Kanta memberi waktu seluang-luangnya, tapi Kameswara punya target sendiri. Jadi dia mencari jalan memotong agar lebih cepat sampai. Baginya ini tantangan kedisiplinan. Tapi memilih jalan pintas menemukan resiko yang tak terduga. Seperti sekarang saat melewati sebuah hutan. Dia dihadang seekor anjing hutan yang besar dan buas. Kameswara tidak mungkin putar balik karena akan memperlambat waktu. Dia mengumpulkan keberaniannya. Dia ambil ranting panjang yang ditemukan di dekatnya. Anjing hutan itu melompat sambil memamerkan cakar dan taringnya. Dengan keberanian dan tekad kuat, Kameswara menyongsong datangnya terkaman anjing hutan. Anak ini juga melompat sambil menyodokkan ranting panjangnya. Sebelum hewan buas itu berhasil menerkam mangsanya. Creb! Ujung ranting lebih dulu menusuk perut anjing hutan. Lalu tubuhnya terlempar ke samping. Kameswara mendarat hampir jatuh karena kurang seimbang lalu lari sekencang-kencangnya. Walaupun merasa tidak ada yang mengejarnya, Kameswara terus lari. Menerobos dan melompati semak belukar. Tak peduli kulitnya beberapa kali tergores duri atau ranting yang mencuat. Hingga akhirnya sampai ke luar hutan. Menemukan jalan yang sudah ia ketahui arah kiri jalan ini menuju perguruan Sangga Buana. Jalan ini sepi. Entah rombongan keluarga kerajaan sudah lewat belum karena pasti akan lewat sini. Tidak ada jalan menyabang dari arah kanan sebelumnya. Kameswara melanjutkan perjalanan dengan langkah biasa tapi agak cepat. Dia tidak peduli luka-luka goresan di tubuhnya. Dia pikir luka ini akan kering lalu sembuh dengan sendirinya. Tapi baru beberapa langkah, seekor ular sanca sebesar paha orang dewasa menghadangnya di tengah jalan. "Gelo, di tengah jalan ada ular!" Kameswara ingatnya ular itu ada di atas pohon atau semak-semak yang rimbun. Ular yang memiliki tenaga kuat dalam membelit mangsanya ini bergerak mendekati Kameswara. Anak ini bingung, dia tidak memiliki alat atau senjata untuk mengusir ulari itu. Anak delapan tahun ini mundur beberapa langkah. Mengambil ancang-ancang. Tidak mungkin dia berlari ke salah satu sisi jalan. Ular itu akan cepat menangkapnya karena badannya yang panjang. Setelah dirasa cukup mengumpulkan tenaga, kemudian Kameswara berlari beberapa tindak. Pada tindakan terakhir dia menjejak bumi sekeras-kerasnya. Tubuhnya meloncat melewati ular. Si ular juga dengan gesit meloncat lurus ke atas. Walaupun loncatannya lebih tinggi dari Kameswara, tapi gerakan anak itu lebih cepat lewatnya, sehingga ular itu hanya menangkap angin. Dengan perhitungan yang matang, Kameswara mendarat dengan cara jatuh bergulingan. Tapi satu yang belum terpikirkan, yaitu rasa sakit ketika jatuh. Tubuhnya terasa remuk. Hampir saja dia kehilangan kesadaran. Dia bangkit perlahan sambil menahan sakit. Lalu melangkah dengan tertatih-tatih. Seketika ada rasa menyesal sedikit, kenapa dia memilih jalan yang penuh resiko. Langkah Kameswara jadi berat karena luka dan rasa sakit yang dia derita. Perjalanan ke perguruan gunung Cakrabuana terasa lebih lama daripada sebelumnya. Lagi-lagi langkah Kameswara terhenti. Tapi kali bukan karena binatang buas yang menghadang. Dia melihat ada lima orang bertopeng sedang beradu mulut. Beruntung orang-orang itu tidak melihatnya sehingga dia bisa bersembunyi di balik pohon. Kameswara masih bisa mendengar percakapan mereka. "Jangan gegabah!" "Apa yang kau takutkan?" "Ya, kapan lagi ada kesempatan seperti ini?" "Pamanah Rasa ada di dalam rombongan, bahkan Marugul sendiri yang menjadi kusir adiknya!" Lalu sepi tak terdengar suara lagi. Setelah agak lama, Kameswara mengintip. Ternyata mereka sudah tidak ada. Tampaknya orang-orang tadi berniat jahat terhadap rombongan kerajaan. Tapi begitu mendengar nama Raden Pamanah Rasa dan Raden Marugul, mereka jadi gentar lalu pergi. ***Kameswara menatap sejenak situasi di depannya. Asmarini duduk menyandar ke bahu raga kasarnya. Di atasnya Payung Terbang memayungi keduanya. Pendekar muda ini tersenyum. Kemudian sukma Kameswara masuk kembali ke dalam tubuh kasarnya. Pedang Bunga Emas otomatis terpegang di tangannya. Asmarini langsung sadar dari lamunannya. "Kakang sudah kembali!" Asmarini langsung menyimpan payungnya. Tangan kiri memegang pedang, tangan kanan merangkul tubuh istrinya. "Inikah Pedang Bunga Emas?" Kameswara pura-pura tidak tahu. "Terbuat dari emas dan menebarkan harum, ini memang pedang pusaka leluhur. Kakang telah membawanya dengan selamat. Terima kasih banyak, Kang!" "Aku suamimu, pasti akan melakukan apapun demi kebahagiaanmu. Tidak perlu berterima kasih. Ini, simpanlah!" Asmarini menerima pedang pusaka tersebut, lalu dia menggeser duduknya hingga saling berhadapan. "Aku juga rel
Blang!Kameswara menemukan sebuah ruangan bawah tanah agak luas. Keadaannya remang-remang.Di tengah ruangan ini ada gundukan bantu besar bentuknya mirip seperti dulu dia menyelam ke dasar telaga.Cahaya remang-remang ini pasti berasal dari pedang pusaka itu. Kameswara segera mencari letaknya. Dulu tertancap pada sebuah batu, sekarang pasti sama.Setelah berkeliling satu kali akhirnya menemukan juga pusaka tersebut. Kedua mata Kameswara terbelalak."Mungkinkah ini pedang yang sama? Kalau begitu bisa jadi ada dua, karena di masa depan sudah aku ambil dan diserahkan kepada Ayu Citra, atau..."Kameswara ingat selama sering bertemu dengan Fan Xiang yang merupakan reinkarnasi dari Ayu Citra, gadis itu tidak pernah membicarakan tentang pedang ini."Atau bisa jadi pedangnya kembali ke sini!"Ketika tangan Kameswara menjulur hendak memegang pedang yang tertancap di batu tersebut, tiba-tiba ada serangan hawa gaib yang me
Manakala terbetik berita yang dibawa oleh pedagang dari Arab bahwa Ali bin Abi Thalib telah meninggal dibunuh oleh Abdurrahman bin Muljam, maka Rakean Sancang bergegas kembali ke Arab.Tempat pertahanan di Gunung Negara terpaksa ditinggalkannya. Di saat itulah dengan segera pasukan Tarumanagara dikerahkan untuk menghancurkan umat agama baru itu.Hampir separuh penganut agama baru itu meninggal dan sebagian lainnya dapat melarikan diri melalui jalan rahasia berupa gua kemudian keluar di bukit yang curam.Para penganut agama baru lalu menyebar ke mana-mana di wilayah Tatar Sunda."Dan sejak saat itu mereka menjalankan keyakinannya secara sembunyi-sembunyi?" tanya Padmasari."Benar, bisa jadi telah mengganti nama agar tidak ketahuan lagi," sahut Ki Santang."Kau mencurigai atau menemukan sesuatu yang berkaitan dengan hal itu?""Ada!""Wah, apa itu?""Ada sebuah ajaran yang namanya Sunda Wiwitan, ajarannya
Sepasang suami istri berbeda masa sudah dalam perjalanan mencari Pedang Bunga Emas. Pada malam hari apabila tidak mendapatkan penginapan, maka mereka bermalam di hutan atau kebun.Mereka membuat gubuk dadakan. Dengan kesaktian Kameswara tentu saja sangat mudah dan cepat membangun tempat istirahat sementara tersebut.Sebelum tidur Asmarini sempatkan untuk bersemedi mencari petunjuk keberadaan pusaka leluhurnya.Selama ini setelah berkali semedi sebelum perjalanan, dalam pikirannya selalu ingin pergi ke arah utara."Kalau ke utara, tempat apa saja yang akan kita temukan? Selain bukit Gajah Depa tempat aku menyegel Kala Cengkar. Bukit itu dekat ke perbatasan kerajaan Wanagiri,"Kameswara tampak menerawang. Meski berbeda waktu, tapi letak suatu tempat tetap sama.Tempat mereka berada sekarang sudah dekat ke wilayah yang suatu saat nanti menjadi kerajaan Talagamanggung."Di masa ini kerajaan itu belum berdiri, sedangkan Hutan
"Aku tidak menyangka ternyata orang-orang desa Linggapura menggunakan cara-cara memalukan!" teriak Genta."Jangan ngawur!" sentak Suryadana tidak bisa menahan diri. "Sebenarnya kau mau apa ke sini?"Genta bertolak pinggang, wajahnya menunjukkan keangkuhan dan congkak. Sambil menunjuk dia berseru."Aku akan buktikan bahwa warga desa yang katanya kumpulan para pendekar melakukan cara licik untuk memikat hati wanita. Dengan cara membunuhmu, maka guna-guna yang merasuki Sukesih akan hilang!"Genta melangkah ke alun-alun. Keributan kecil di balai desa ini memancing warga yang lain berdatangan untuk melihat apa yang terjadi."Aku tantang kau di kandang sendiri, Suryadana. Katanya kau adalah pemuda berbakat di desa ini, aku ingin tahu seberapa hebatnya dirimu!"Di tempat lain Kameswara dan Asmarini sudah menyaksikan kejadian itu.Sebelum melangkah memenuhi tantangan Genta, pemuda berbakat desa Linggapura menyuruh calon istrinya
Desa Linggapura tidak besar juga tidak kecil, penduduknya agak padat. Sususan pemukimannya tertata dengan rapi. Karena awalnya hanya sebuah padepokan kecil.Pada waktu itu, selain menerima murid baru dari luar, juga ada penambahan warga dari dalam padepokan sendiri. Yaitu anak-anak dari pernikahan antara murid laki-laki dengan perempuan.Desa padepokan ini berada di kaki gunung Lingga. Dulu padepokan utamanya berada di lereng gunung.Sekarang dijadikan tempat keramat yang tidak sembarangan orang bisa ke sana, walaupun warga desa sendiri."Lama-lama bisa jadi kerajaan," ujar Kameswara yang diajak jalan memutar. Tidak melalui jalan utama, tapi langsung menuju lereng."Memangnya ada yang seperti itu?""Ada, dulu Indraprahasta juga awalnya hanya pedukuhan kecil yang dibangun oleh resi Santanu,""Oh, ternyata begitu. Sayangnya sekarang sudah hancur!"Kameswara teringat ketika menyelamatkan keluarga Prabu Wiratara seb