"Kenapa harus macet sih? Perasaan tadi lancar jaya." Rutuk Marko kesal dan sekali lagi memencet klakson menambah kebisingan jalan yang sudah menjalar bak ular.
"Kamu tahu, melakukan ini tak akan mengubah apapunkan, Ko?" ucap Ali menyentuh lengan Marko yang menarik dalam nafasnya lalu ia hempaskan kuat-kuat.
Pemilik bibir tebal nan seksi itu lalu bersandar pada jok setelah menggenggam tangan Ali yang menunjukan senyum. Tentu bukan senyum yang membuat Marko merasa ngeri dengan rambut berdiri, tapi senyum lembut yang membuatnya sedikit tenang meski hatinya gelisah.
"Aku tau, Li. biar tambah rame saja. Kamu pikir siapa yang datang?" tanya Marko menoleh pada Ali yang memeluk bantal bergambar karakter aneka permen lolipop berbagai warna yang memenuhi permukaanya.
Ali yang mendengar tanya Marko pun langsung menarik dalam nafasnya. Meski pembawaan Ali tenang Marko tahu kekasihnya itu juga merasa was-was.
"Siapa lag
Suara dentuman musik yang memekakan telinga bersama riuh rendah jeritan dan teriakan dari mulut-mulut yang merasakan dunia hanya milik mereka itu terdengar begitu pecah.Satu-satu, dua tiga, empat, bergerombol dalam gemerlap lampu.Parfum, keringat, asap rokok semua melebur jadi satu.Tawa, canda, seringai, bahasa tubuh yang entah jujur atau pura-pura terdengar dari segala penjuru.Tapi, siapa yang perduli dengan kejujuran saat mereka datang untuk melepas rasa, melepas penat, menyalurkan hasrat.Tidak ada yang perduli kecuali melebur menjadi satu dengan keriuhan dan kebisingan memekakan telinga tapi memabukkan.Mereka bisa menjadi siapa saja, apa saja. Bersikap semaunya. Menahan diri? Disini bukan tempatnya.Namun, gadis itu bersikap tak biasa, hanya berkali-kali menenggak minuman yang sudah menguasai seluruh saraf dan nadinya. Tapi, ia masih saja menuangkan air beralkohol itu dalam gelas yang ser
"Gue gak akan ngizinin lo nyetir mobil gue, Sera." Ucap gadis yang berdiri tegak saja tak mampu. "Tch! Gue tau dan bukan gue yang akan nyetir, tapi Ardi!" ucap Sera menunjuk pria yang mengangkat bahunya pasrah."Dan lo, boleh tidur sama cowok gue malam ini. Tapi cuman malam ini." Ulang Sera mengacak rambut berombre miliknya. Kesal dan bingung. "Aku gak bilang setuju, Beib." Kata Ardi memasukkan tangannya kesaku celana menatapi Sera yang mendengus makin kesal. "Yakin lo gak mau? gue bisa liat tatapan lo pas jalang mabuk ini mau ngajak lo tidur sama dia," ucap Sera membuat Ardi menggelengkan kepalanya. "Itu tadi, Sera. Kamu gak liat sekacau apa temen kamu sekarang? belum lagi apa yang diucapkannya tadi." balas Ardi menatap Sera yang menarik nafasnya dalam setelah menatap Zizi yang bersandar pada mobil kesayangannya. "Dia mabuk Ardi, for God sake! Or
"PANGGIL POLISI!"Teriakan Marko yang menggema diseluruh ruangan membuat beberapa orang yang sudah penasaran dengan suara ramai mengintip ke dalam. Begitupun seorang petugas rumah sakit yang kebetulan lewat, ia mengangkat ponsel dalam sakunya menelpon entah siapa. Dan tak berapa lama petugas keamanan masuk dalam ruangan yang terlihat menegangkan.Sementara Ali yang begitu kalut bahkan tak tau apa yang terjadi dalam ruangan yang ditinggalkannya dengan Arimbi digendongan dengan darah segar yang terus saja keluar dari kepala Arimbi.Pria itu berteriak seperti orang gila sampai ada dokter yang menyentuh tubuhnya yang begitu tegang lalu melakukan pemeriksaan awal pada gadis kecil yang langsung ditidurkan diatas bangsal.Begitu banyak hal yang terjadi di depan mata Ali, Dokter dan perawat yang bergerak sesuai perintah dan instruksi. Langkah-langkah cepat dengan mulut dan tangan yang bekerja disaat yang sama. Tapi, m
"Kerja bagus, tapi kalian tak perlu melanjutkan kasus ini." Ucap pria yang meski sudah beruban masih tampak gagah dengan badan tinggi tegap, pada dua petugas yang sejak awal memeriksa Sukma."Tapi komandan kasus in-""Anda dengar saya, Pak Anto. Kasus ini sudah selesai." Begitu tegas ucapan pria yang dipanggil komandan itu menatap bawahannya yang lebih memilih menutup mulut, tau percuma bicara."Aku sudah boleh pergi, bukan?" tanya wanita paruh baya yang berdiri sambil mencangklong tasnya dan berjalan begitu saja melewati dua petugas yang sejak dua jam lalu bersamanya itu. Bertanya kalimat-kalimat berulang karena Sukma memilih bungkan dan lebih suka menjawab dengan emosi juga ancaman."Saya harap anda memecat dua orang itu tanpa hormat, Komandan." Ucap Sukma lebih terdengar seperti perintah."Tidak perlu sampai seperti itu, Nyonya Sukma. Tapi, saya akan pastikan hal ini takkan te
"Jadi bodoh seperti kakek dan ibunya, maksudmu? heh!""Mereka tidak bodoh, hanya hati mereka yang terlalu baik.""Apa bedanya itu? Terlalu baik dan bodoh sama saja bagiku. Aku hanya tak ingin anak itu berahir seperti mereka berdua. Bernasib sama seperti kakek dan ibunya. Lalu menjalani hidup dalam kebohongan tanpa tau hidup yang dijalani adalah tipu muslihat," ucap wanita itu membuat Anto menarik nafasnya dalam."Setidaknya Wijaya tidak menyesali cara hidupnya meski dikelilingi manusia-manusia seperti kita. Wijaya hanya terlalu baik dan menganggap kita pun sama baiknya segelap apapun jalan yang kita pilih, sampai ahir hayatnya.""....""Baiklah sudah dini hari sebaiknya kau tidur, aku juga ingin pulang dan istirahat."Anto menatap layar ponselnya yang sudah mati beberapa lama dan menarik nafas dalam sebelum menutup map dan memasukkannya kedalam laci miliknya
"Bahkan kita harus membuat anak bodoh itu menyalahkan dirinya sendiri atas apa yang terjadi pada Arum.""Ib-""Aku sudah lelah malam ini, Bagas. Lelah sekali. Ibu ingin pulang dan berendam air hangat lalu tidur." Ucap Sukma membetulkan posisi duduknya lalu bersandar memejamkan mata dan tetap diam sampai Bagas yang tau Sukma hanya tak ingin melanjutkan pembicaraan, menyalakan mobil. Ia tahu percuma bicara lagi pada wanita keras kepala disampingnya.Pria yang menyalakan mesin mobilnya itu tidak membantah ataupun menolak dan hanya diam disepanjang jalan. Meski itu berbeda dengan hati dan pikirannya. Tapi, Bagas tetap memilih bungkam. Begitu rapat menutup mulutnya. Meskipun tangannya yang memegang kemudi begitu keras terkepal. tapi diamnya ini, apa bedanya dengan menyetujui kalimat sang ibu yang ingin menyalahan apa yang terjadi pada Arum kepada anak berusia # tahun yang masih terbaring di bangsal rumah sakit."
Lency berjalan kikuk disamping tubuh pria super tinggi yang hanya ditemuinya beberpa kali selama 8 tahun bekerja sebagai menejer Marko dan Ali.Sani dwiko, pria muda yang mendapat namanya karena hasil bidikannya yang terkesan natural dan menarik perhatian tak hanya sang pecinta fotografi bahkan kritikus yang ucapannya bisa memecahkan gendang telingapun dibuat tak berdaya. Memujinya. Bukan karena paras rupawannya yang di atas rata-rata tapi lebih pada bakat yang begitu alami yang diasah sehingga menjadikannya seperti hari ini.Hanya saja, pria disamping Lency ini begitu sulit didekati. meski dari ucapan Marko dan Ali pria di sampingnya ini mesum, Sekalipun Lency tak pernah mendengar istilah itu dari rekan-rekan kerjanya atau model-model yang dikenalnya dan sudah pernah bekerja sama dengan Sani Dwiko."Saya hanya bisa mengantar sampai sini," ucap Lency yang jadi sopan, menunjuk kamar rawat inap yang tertutup rapat.&n
Lency berjalan kikuk di samping tubuh pria super tinggi yang hanya ditemuinya beberpa kali selama 8 tahun bekerja sebagai menejer Marko dan Ali.Sani dwiko, pria muda yang mendapat namanya karena hasil bidikannya yang terkesan natural dan menarik perhatian tak hanya sang pecinta fotografi bahkan kritikus yang ucapannya bisa memecahkan gendang telingapun dibuat tak berdaya. Memujinya. Bukan karena paras rupawannya yang di atas rata-rata tapi lebih pada bakat yang begitu alami yang diasah usia belia, sehingga menjadikannya seperti hari ini.Hanya saja, pria di samping Lency ini begitu sulit didekati. Meski dari ucapan Marko dan Ali, pria di sampingnya ini mesum. Sekalipun, Lency tak pernah mendengar istilah itu dari rekan-rekan kerjanya atau model-model yang dikenalnya dan sudah pernah bekerja sama dengan Sani dwiko, "saya hanya bisa mengantar sampai sini," ucap Lency yang jadi sopan, menunjuk kamar rawat inap yang tertutup rapat.