Share

DELAPAN TAHUN LALU

***

~Delapan tahun lalu~

Seorang pria terlihat berlari di antara reruntuhan bangunan. Mencoba mencari tempat persembunyian dari kejaran musuh yang terus bergerak menyusulnya di belakang. Ia berhenti, bersembunyi tepat dibalik sebuah Fiat 1200 berwarna biru yang entah bagaimana bisa terparkir disana Namun rasanya akan sia-sia saja ia bersembunyi ketika melihat darah yang terus mengalir dari lengan kirinya yang terluka.

'Sial! Luka ini benar-benar membuatku tidak bisa bersembunyi!' umpat pria itu dalam hati.

Benar saja dugaannya. Tak lama kemudian, musuh yang sejak tadi mengejar di belakangnya, tiba-tiba muncul dari balik reruntuhan bangunan yang lain. Menatapnya sambil menyunggingkan senyum kepuasan, seolah berkata 'Kau tak akan bisa lari dariku, bodoh!'

Pria berambut pirang dengan tinggi sekitar 172 cm itu mengangkat senapan berjenis M16 miliknya tepat di depan mukanya, bersiap membidik mangsanya yang sudah jelas berada di depan mata.

"Bersiaplah bertemu dengan kekasihmu, pria menyedihkan!" ucapnya sebelum bersiap menarik pelatuknya.

Pria yang lengan kirinya berdarah tadi terlihat pasrah dan perlahan menutup matanya. Bibirnya bergerak, menggumamkan nama seseorang.

DORR!!!

Suara tembakan terdengar. Memecah keheningan yang ada dan menciptakan keheningan yang baru. Pria yang tadi menjadi target penembakan juga tidak bergeming dari tempatnya. Satu detik... Dua detik... Tiga detik... Pria berambut coklat itu mulai mengerutkan dahinya ketika masih tidak merasakan apa-apa. Ia lalu memutuskan untuk membuka matanya secara perlahan dan tercengang melihat pemandangan di depannya.

Seorang anak perempuan berusia dua belas tahun sedang berjalan ke arahnya dengan tatapan mata yang dingin. Tangan kiri anak perempuan itu menggenggamm busur panah berjenis crossbow berwarna hitam. Pria itu terpana akan keberanian si anak perempuan sampai tidak menyadari kalau anak perempuan itu semakin mendekat ke tempatnya dan akhirnya benar-benar berdiri di hadapannya.

"Tidak bisakah paman menjaga nyawa paman sendiri?! Kenapa selalu saja menyusahkan aku?!" cibir anak perempuan itu. Dengan cekatan tangannya merobek bagian bawah kemeja yang melekat di tubuhnya dan mengikatkannya di lengan kiri pria yang ternyata pamannya itu.

Pria itu tersenyum sambil menunjukkan tampang bodohnya sambil berkata, "Beruntungnya, aku memiliki keponakan yang cukup bisa diandalkan."

Anak perempuan itu berdecih, seolah mencibir ucapan pria di depannya. Mereka berdua lalu berdiri dan berjalan beriringan dengan santainya.

"Kamu selalu kelihatan hebat seperti biasanya." Perkataan pria di sampingnya membuat anak perempuan itu menarik sudut bibirnya ke atas.

"Aku tahu. Aku memang sangat mengagumkan dan... Jenius." Anak perempuan itu mengangkat alisnya ke atas secara bersamaan beberapa kali untuk memberikan tanda kepada pamannya kalau perkataannya memang benar.

"Dasar si narsis!" Balas pamannya.

Tak lama mereka berjalan, tak jauh dari sana, muncul seorang wanita dan pria dewasa berusia sekitar 30 tahun-an. Melambai sambil tersenyum ke arah mereka. Mereka balas melambai dengan semangat. Anak perempuan itu tertawa dengan lepas. Namun, dalam waktu sepersekian detik tawanya berubah menjadi keterkejutan dan teriakan histeris. 

BOOOMMMM!!!!!

Di sana. Tak jauh di depan matanya, tubuh ayah dan ibunya hancur berkeping-keping karena ledakan yang baru saja terjadi. Anak perempuan itu ingin berlari mendekati tempat ayah dan ibunya tewas, namun pamannya terus saja berusaha memeluk tubuhnya dari belakang.

"LEPASKAN AKU!" teriaknya dengan lantang.

Pria itu memutar paksa tubuh keponakannya agar mereka bisa saling berhadapan. Pria itu berlutut di depan keponakannya. Menangkup wajah anak perempuan di depannya dengan kedua tangannya yang besar.

"Bina, dengarkan aku!" ucapnya sambil menatap tajam mata keponakannya.

Anak perempuan itu berhenti memberontak. Tangisnya mulai mereka, meski masih sedikit terisak. Napasnya perlahan mulai teratur.

"Hanya tersisa kita berdua sekarang. Aku ingin kau berlari ke tempat kita dan mengambil apa yang kita butuhkan untuk memulai kehidupan yang baru," perintahnya.

Anak perempuan berusia dua belas tahun itu mengangguk dengan tegas. Tatapannya kini terlihat lebih tegar dari pada sebelumnya. Pamannya kembali berdiri dan mulai memberi aba-aba padanya untuk berlari.

Anak perempuan itu berlari dengan kencang. Sedangkan pamannya mengikuti dari belakang sambil terus mengangakat senapan ak-47 miliknya. Mencoba menjaga satu-satunya anggota keluarga yang ia miliki.

*Bersambung*

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status