Share

8. Kamu Anak Baik

Helio terdiam cukup lama mendengar pertanyaan Althea. Jujur, dari sekian banyaknya pertanyaan yang gadis itu lontarkan, Helio tidak akan mengira jika hal yang ditanya Althea tentang ini. Dari mana gadis itu mengetahui masa kecilnya? Bukannya Ratu telah menutup semua mulut orang-orang yang menyaksikan atau bahkan mengetahui tentang masa kelamnya? Namun untuk sekarang lebih baik ia cari tahu lebih dahulu daripada langsung menjawabnya.

Helio mengatupkan kedua tangannya diatas meja, badannya condong ke depan, dan matanya menatap lurus pada Putri Althea yang tampaknya sudah mulai mabuk. "Dari mana Anda mengetahuinya, Putri?"

Althea yang menunggu jawaban dari Helio, terus meminum bir dan tanpa sadar ia sudah mabuk. "Hm? Putri? Tidak, bukannya kita telah sepakat jika hanya memanggil nama satu sama lain?" Dahi Althea mengerut dan telunjuk jari kanannya membentuk angka satu lalu menggoyangnya ke kanan dan kiri.

Helio menghela napas. Seharusnya gadis itu meminum bir dengan kadar alkohol yang kecil saja. Jika udah begini, Helio jadi bingung yang dikatakan Althea hanya karangan atau memang dia mengetahuinya.

"Put--ah maksud saya, Althea kamu sudah mabuk, sebaiknya kamu segera pulang," ujar Helio. Tangan lelaki itu berusaha untuk menghentikan Althea yang ingin memesan segelas bir lagi. Saat ini gadis itu sudah meminum empat gelas bir berukuran besar, jika dibiarkan lagi, maka akan berbahaya pada kondisi kesehatannya.

Salah satu pengawal keluarga Foster mendekati Althea, lalu mengajaknya untuk pulang ke rumah, tapi berkali-kali gadis itu menolaknya, seperti sekarang ini, "tidak, tidak. Aku tidak mau pulang dulu. Lebih enak di sini, ada bir...," Althea mengacungkan segelas bir yang sudah kosong, lalu pandangannya beralih pada Helio, gadis itu tersenyum miring dan menunjuknya.

"...Dan ada pria tampan, aku suka~~" teriak Althea meletakkan gelas birnya diatas meja, lalu menangkup kedua pipinya dengan siku yang tertumpu di atas meja. "Aku seperti sedang bermimpi~~" racaunya lagi membuat pengawalnya bingung harus berbuat apa.

Helio berdeham, lalu menunjukkan bros dengan lambang keluarga kerajaan yang menandakan bahwa ia merupakan keluarga kerajaan pada pengawal Althea. "Hari ini, biarkan aku yang mengantarnya pulang. Aku berjanji tidak akan terjadi apapun," ucap Helio setelah melihat ekspresi terkejut pengawal akibat bros yang ditunjukkannya tadi.

"Baik, Pangeran. Mohon untuk membawa nona sebelum matahari terbenam," kata pengawal tadi sembari menunduk. Helio membalas dengan gumaman, lalu tak lama kemudian para pengawal keluar dari tempat bir.

Pandangan lelaki itu kembali tertuju pada nona bangsawan yang ada di hadapannya. Helio menghela napas, lalu mengukir senyum kecil. Ia sangat penasaran dengan perkataan gadis itu, tapi tidak mungkin ia menanyakan hal itu pada orang mabuk, bukan? Bahkan melihat Althea yang mabuk seperti ini menurutnya cukup manis daripada harus merasa terganggu. Sesaat kemudian ia dengan cepat menggelengkan kepalanya, sadar bahwa tidak seharusnya ia membayangkan hal seperti itu.

"Ayo pulang, Althea. Kamu sudah mabuk," kata Helio menggeser pelan gelas bir miliknya yang tersisa separuh dari jangkauan tangan Althea.

Althea cemberut, lalu menggembungkan pipinya, "kenapa aku tidak boleh ambil gelas itu?!" tunjuk Althea pada bir milik Helio.

"Karena ini punya saya,"

"Baguslah, karena milikmu adalah milikku juga," ucap Althea sambil menunjuk dirinya saat menyebutkan kata milikku.

Helio terdiam, tanpa ia sadari telinganya memerah.

"Mari kita pulang saja."

***

Althea terbangun karena kepalanya terasa sakit dan pusing. Ia mendesis saat sakit kepalanya kembali menyerang. Hal pertama yang dilihatnya adalah dinding kamarnya yang berwarna krem bercampur merah muda. Ini memang kamarnya. Namun, ia merasa kemarin tidak tertidur di dalam kamarnya, dan merasa ada sesuatu yang ganjal.

Althea terus memikirkannya, hingga ia tersadar bahwa beberapa kali melakukan hal gila.

"Ayooo jalan teruus kudaaa, hiyaaa!!" Althea menjambak rambut Helio dengan sekuat tenaga.

Saat ini posisi Helio sedang menggendong Althea dari belakang, dikarenakan akan berbahaya jika membiarkan gadis itu berjalan sendirian.

"Hm? Kenapa kamu tidak menjawab kudaaa? Kuda memiliki mulut kaan? Ya kaaan??" Althea kembali mencubit pipi Helio sembari sesekali cegukan.

"Daging domba atau daging kambing? Tortilla atau roti lapis? Hmm? Kamu pilih apa, Helio? Aku suka semuanya!"

Althea menutup mulutnya tidak percaya. Ia lalu mengacak-ngacak rambutnya karena terlalu malu saat ini.

"Kamu gila, Althea, kamu gila."

Beberapa menit kemudian, setelah Althea belajar dan menyelesaikan segala macam urusan, ia bertemu dengan Mikhail yang saat itu baru keluar dari ruang kerja ayahnya.

"Salam saya kepada Putra Mahkota Kerajaan Hymne, Althea Hera Foster memberi salam pada Yang Mulia," salam Althea sambil membungkukkan badannya sesuai tata krama yang dipelajari selama ini.

Mikhail mengangguk, lalu menatap Althea sebentar, "apa kau sakit?"

Althea menggeleng pelan, "tidak, Yang Mulia," jawabnya masih sopan. Saat ini banyak mata yang mengawasi mereka, bukan hanya para pelayan saja, bangsawan dari golongan tua pun turut hadir menghadiri rapat yang telah didiskusikan sebelumnya di rumah keluarga Foster.

Mikhail menghela napas, ada saat-saat di mana ia tidak menyukai panggilan itu, terutama jika Althea yang memanggilnya. Ia merasa memiliki jarak jika mereka menggunakan panggilan yang formal dan sopan.

"Ikuti aku, Putri," ucap Mikhail berjalan lebih dulu, dan menyuruh para pengawal untuk tidak mengikutinya. Sejak pesta kemarin, Mikhail belum pernah melihat Althea lagi lantaran dirinya disibukkan oleh tugas negara yang sebagian dibebankan padanya.

Saat sampai di rumah kaca tempat mereka biasa mengobrol, Althea menyuruh pelayan untuk menyiapkan teh dan hidangan kesukaan mereka. Sembari menunggu makanan mereka siap, Althea menautkan tangannya lalu menatap Mikhail yang sedang bersedekap sembari melihat bunga-bunga yang ada di sana.

"Apa yang mau kau katakan?" Tanya Althea langsung, ia tidak terbiasa berada di dalam situasi yang sama-sama hening.

Mikhail kembali menatap Althea, lalu menunjuk wajah gadis itu, "apa kau sakit? Wajahmu sangat pucat, jangan mengelaknya lagi," tukasnya.

Althea menghela napas pelan. "Aku baik-baik saja, cuma...," perkataannya terputus, ia masih ragu akan memberitahukannya pada Mikhail atau tidak. Untuk alasannya kenapa ia ragu, Althea sendiri pun bingung kenapa.

Mikhail mengangkat satu alisnya, "cuma?"

Althea menatap ke arah lain, "cuma sedikit pusing atau sakit kepala," jawabnya pelan, entah kenapa atmosfer di ruang kaca ini terasa sesak dan pengap. Ia juga seoerti sedang diinterogasi oleh Mikhail.

Mikhail tiba-tiba menepuk tangan sekali membuat Althea terkejut, "oke, nanti aku akan mengirimkanmu obat penghilang sakit kepala," ucap Mikhail tersenyum, atmosfer yang tadi dirasakan oleh Althea telah hilang. Kini yang ada di hadapannya adalah Mikhail yang dikenalnya, berbeda dengan beberapa saat yang lalu.

Althea ikut tersenyum, "iya, makasih ya."

***

Buku, pakaian, pena, kertas, dan benda-benda kecil yang ada di kamar Helio saat ini tengah melayang di udara. Sementara sang empunya sedang berbaring di kursi sofa yang menurutnya lebih nyaman dan pas daripada di kasur yang sangat lebar untuknya.

Benda-benda tadi bergerak ke sana kemari mengikuti gerakan tangan Helio. Lelaki itu menggunakan telunjuk tangannya agar sihir yang dikeluarkan kecil. Saat ini kepalanya tengah memikirkan banyak hal, termasuk pertemuannya dengan Althea kemarin malam.

Dari tempat bir menuju kediamannya, gadis itu tidak mau tenang, selalu berceloteh tentang banyak hal yang anehnya tidak mengganggu Helio sama sekali. Ia hanya merasa terganggu saat gadis itu menarik rambutnya, lalu memegang pipinya seperti adonan kue. Ia benar-benar akan menyerah, sampai saat beberapa langkah memasuki kediamannya, Althea mengeratkan pelukannya di leher Helio. Embusan napas gadis itu mengenai telinga Helio membuat pria itu memejamkan matanya sejenak.

"Kenapa?? Kenapa kamu tidak bilang kalau kamu sempat terkurung?"

Helio terdiam. Tidak tahu harus merespon apa. Sejujurnya ia bahkan telah lupa akan perkataan itu. Saat ia ingin menjawab pertanyaan dari Althea, gadis itu mendahuluinya lebih dulu.

"ayo mendekat lagi," ucapnya pelan.

Helio hanya menurut, lalu mendekatkan kepalanya sembari tetap berjalan dengan pelan.

Cup!

Helio membelalakkan matanya. Tidak menyangka akan mendapatkan ciuman di pipi yang tidak disangkanya.

"Kamu anak baik, Helio." Althea mengelus rambut Helio membuat langkah laki-laki itu terhenti.

"Seharusnya... Seharusnya kamu tidak perlu mengalami hal seperti itu," racau Althea. Saat ini entah kenapa beban yang ada di punggungnya seluruhnya hilang, seakan-akan kata ini adalah kata-kata yang Helio butuhkan selama ini.

Helio tersenyum tipis, malam ini akan menjadi malam yang indah baginya, meskipun hanya dirinya yang ingat.

Helio mengarahkan telunjuk tangannya ke bawah membuat benda-benda yang tadi di sihirnya kembali pada tempat semula. Lengannya kini menutupi matanya, napasnya kian tenang. Segala sesuatu sekarang tidak baik-baik saja. Jika ia terus memikirkan gadis itu, cepat atau lambat Helio akan memberikan perhatian lebih padanya.

Pada gadis yang terlanjur spesial di hati Mikhail.

***

Althea kini berdiri di sofa kamarnya, ia habis mandi setelah kegiatan seharian ini banyak menguras tenaga.

Saat ini Althea tidak ingin menemui siapapun, terutama Helio. Ia masih malu untuk bertemu dengan lelaki itu bahkan untuk mengirimkan permintaan maaf sekalipun. Sejak Althea mengenal Helio, ia jadi mengalami hal-hal yang belum pernah dilakukannya, padahal gadis itu tipe orang yang akan benci pada sesuatu hal yang baru.

Ketukan pada pintu kamar membuat lamunan Althea buyar. Setelah persetujuan gadis itu, para pelayan membawa troli yang biasanya dipakai untuk membawa makanan jika sang tuan tidak makan di meja makan.

"Bukankah aku sudah makan malam?" Tanya Althea bingung.

"Ini hadiah dari Putra Mahkota, nona. Selain itu, Yang Mulia memberikan ini pada Anda," ucap pelayan itu memberikan surat untuk Althea.

Pintu kembali tertutup, menyisakan Althea di dalamnya. Gadis itu membuka penutup makanan, dan mendapati sup yang memiliki bau yang enak. Althea langsung mencicipinya, dan segera setelahnya perasannya kembali lega, entah kenapa sakit kepalanya berkurang.

Althea membuka surat pemberian Mikhail. Tidak biasanya lelaki itu mengirimkan hal seperti ini padanya. Biasanya Mikhail lebih suka datang langsung.

'Halo magnolia jelekku, wkwk. Semoga kamu menyukai hadiahnya yaa. Ini adalah obat yang tadi aku bilang padamu, tapi aku rasa sup ini lebih ampuh daripada obat biasa karena setidaknya sup ini lebih baik untuk pereda mabuk. Jangan lupa dihabiskan ya.'

Seketika jantung Althea serasa akan jatuh setelah membaca tulisan dari Mikhail.

.

.

.

To be continued.

Tan

Halo semuanyaaa!! Apa kabar? Aku harap kalian sehat selalu yaaa. Aku ingin minta maaf karena hanya bisa update seminggu sekali lantaran disibukkan tugas dan ujian yang menumpuk. Nanti saat aku ada waktu luang atau aku dapat liburan, aku akan mengusahakan untuk update lebih sering, okaaay?? Terima kasih telah membaca ceritaku sampai sejauh ini yaaaO(≧▽≦)O

| Sukai

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status