Share

7. Pasar

Althea terbangun dari tidurnya. Matanya terbuka, dan menatap langit-langit kamar yang berwarna biru muda. Napasnya tersengal, wajahnya dipenuhi oleh keringat dingin akibat mimpi tadi. Gadis itu bangun dari tempat tidur yang tadinya berbaring kini duduk di kasur.

'Tadi itu... Apa? Seperti kejadian nyata,' batinnya gelisah. Cukup lama Althea berdiam diri memikirkan itu, hingga tak sadar bahwa ia kehausan. Althea melirik teko dan gelas yang ada di meja dekat tempat tidurnya. Biasanya, para pelayan tidak meletakkan kedua benda itu. Namun, karena kondisinya saat ini dalam keadaan sakit, para pelayan meletakkan segala kebutuhan yang ada.

Setelah menenggak minuman hingga tandas, Althea meletakkan gelas kembali ke meja, lalu bersiap untuk kembali tidur.

1 menit...

3 menit...

10 menit...

30 menit...

Mata Althea tak kunjung tertutup, ia sudah berusaha untuk memejamkan mata dan tidur, tapi tidak bisa juga. Gadis itu menghela napas, lalu bangun dari tidurnya, kembali dalam posisi duduk seperti tadi.

'Aku tidak bisa tidur' batinnya sambil tangannya menyisir rambut ke belakang. Althea menatap jendela balkon kamarnya, lalu kepikiran untuk berjalan-jalan sebentar sampai ia merasa ngantuk kembali.

Althea membuka pintu kamarnya. Ia merapatkan kain tipis untuk menutupi bahunya dari dinginnya udara malam. Setelah membujuk beberapa penjaga yang mengawasi kediaman serta taman, akhirnya gadis itu diizinkan jalan-jalan sendiri asal tidak sampai keluar rumah.

Biasanya ia juga melakukan hal ini jika tidak bisa tidur. Namun, dalam kurun waktu setahun ini baru kali ini Althea tidak bisa tidur. Langkahnya pelan menyusuri luasnya taman di kediamannya, sambil memikirkan kembali mimpi itu. Rasanya, itu adalah mimpi yang sangat nyata seolah-olah kejadian itu pernah terjadi. Althea menatap bulan purnama yang malam ini sangat terang ditemani awan-awan kelabu yang mengelilinginya. 'Beberapa hari lagi Pangeran Helio datang, apa aku langsung bertanya saja padanya?' batinnya bingung.

Angin sepoi-sepoi ditambah hawa dingin di malam hari menembus kulit Althea membuat gadis itu memejamkan matanya. Ia tahu bahwa angin malam tidak sehat, tapi rasanya akan sangat berbeda jika merasakannya di siang hari.

Tanpa disadari, seekor kupu-kupu berwarna biru muda sedari tadi mengelilingi gadis itu dengan secercah cahaya yang tertinggal dibelakang. Tak lama kemudian Althea mulai merasakan kantuk di matanya. Ia merapatkan kain tipisnya, lalu berjalan memasuki kamarnya sebelum benar-benar akan tertidur di sini.

Kupu-kupu yang tadi terbang mengelilingi Althea kini kembali terbang menuju bangunan paling megah di negara ini, lalu berhenti di salah satu ruangan balkon yang ada di sana. Seorang lelaki membuka pintu balkon tersebut dan berjalan ke arah kupu-kupu itu. Ia menggiring kupu-kupu tadi ke tangannya, lalu tersenyum samar dan mengucapkan,

"Terima kasih telah membuatnya mengantuk."

***

Livia melempar gelas wine yang tadi diminumnya ke depan, di mana terdapat orang yang dipercayainya untuk memata-matai keluarga kerajaan, khususnya ratu dan anak-anaknya.

"Jadi begitu, ya." Livia mengetukkan jarinya di meja, berusaha untuk berpikir cara apa yang harus digunakan untuk menyingkirkan musuh-musuhnya.

Orang yang ada dihadapannya memegang luka goresan yang tadi sempat terkena pecahan gelas. "Sejak pesta beberapa hari lalu, Putri Althea tidak keluar dari kediamannya," sambungnya.

"Kenapa," lirih Livia.

"Kenapa harus anak dari keluarga Foster! Jika begini, rencanaku akan kembali gagal! Kenapa dia suka sekali bergaul dengan anak-anaknya ratu!" Teriak Livia frustrasi, tangannya memegang kepalanya yang tiba-tiba berdenyut akibat banyak berteriak.

"Tenanglah, Yang Mulia. Ini obat Anda," ucap orang itu menenangkan majikannya dengan memberi obat yang biasa Livia minum.

Livia mengambil obat itu, lalu meminumnya. Setelah tenang, barulah orang itu kembali berkata, "Yang Mulia, maaf kalau saya lancang, saya ingin mengusulkan pendapat, bagaimana jika anda menyingkirkan 'orang' yang ada di pihak anak-anak Ratu seperti Putri Althea?"

Livia terdiam. Ia mengepalkan tangan dan memejamkan mata, lalu menghela napas pelan.

"Aku bisa melukai siapapun, asal tidak keluarga itu."

***

Hari ini, langit sangat biru dengan ditemani awan putih dan matahari yang terik. Tak lupa, angin sepoi-sepoi turut andil di dalamnya. Satu hal yang bisa disimpulkam orang-orang saat ini; hari yang cerah.

Althea memandangi pasar yang banyak dilalui orang-orang. Semua yang ada di sini adalah rakyat dari Kerajaan Hymne. Sejak pemerintahan Raja yang sekarang, keadaan ekonomi, budaya, pendidikan, bahkan politik berjalan dengan tentram. Walaupun terjadi kericuhan ringan diantara pergolakan politik bangsawan dengan pilihan fraksi masing-masing, tapi tidak sampai menimbulkan hal yang besar seperti perang atau pemberontakan.

"Nona, tolong pelan-pelan jalannya, Anda sedang dalam masa pemulihan," ucap Anne yang napasnya masih tersengal akibat berlari mengejar Althea.

Althea meringis pelan, "maaf, Anne. Aku sangat bersemangat setelah berhari-hari di rumah saja."

Anne menghembuskan napas pelan, "hari ini nona diizinkan untuk jalan-jalan kok dengan Tuan besar, jadi santai saja nona," kata Anne sambil memberikan sekantung uang pada Althea. "Hari ini, Anda boleh berjalan-jalan tanpa saya, tapi tetap akan diawasi beberapa meter oleh pengawal."

Mendengar itu, Althea tersenyum manis, ekspresinya sangat senang seakan baru saja mendapatkan lotre. "Baiklah, Anne, terima kasih banyak," sorak Althea tanpa sadar memeluk Anne dengan hangat. Anne tersenyum dan mengelus punggung anak asuhnya.

Setelah itu, Althea pergi memasuki kerumunan pasar, ia sempat berbalik dan melambaikan tangan pada Anne sambil masih tersenyum dengan riang. Anne yang melihatnya hanya tersenyum tipis. 'Melihat kelakuan nona saat ini membuatku tenang, aku takut nona tidak akan bisa merasakan indahnya masa-masa muda karena ditekan oleh banyak pihak,' batin Anne lega.

"Pertama-tama ke mana dulu, ya," gumam Althea melirik kanan kiri, banyak sekali tempat yang menarik hingga ia tidak tau mau ke mana dulu.

Althea menatap daging yang ditusuk beserta buah lalu dibakar. Aromanya bahkan sampai di dekatnya membuat siapa saja ingin menyantap makanan tersebut. "Sepertinya aku akan ke sana dulu," putus Althea. Gadis itu menghampiri dengan setengah berlari. Ia langsung memesan sebanyak sepuluh buah yang membuat penjual sempat melongo sebentar karena satu buah daging tusuk saja sangat mahal dikalangan rakyat biasa.

Walaupun begitu, pesanan Althea tetap akan dibuatkan dan ia diberi tempat khsuus untuk menyimpan sepuluh daging tusuk atau biasa disebut sate tusuk. Setelah mengucapkan terima kasih, Althea kembali berjalan mengelilingi pasar dengan senang, bahkan ia sempat bersiul riang.

Matanya kini tertarik melihat tempat bir di sini. Ia penasaran apa rasa bir itu, akhirnya memutuskan untuk memasukinya. Setelah masuk ke dalam, Althea memesan menu yang direkomendasikan oleh barista dan menyuruhnya untuk duduk selagi menunggu pesanannya sampai. Althea meringis saat melihat beberapa pasukan yang menjaganya sedang duduk beberapa meter darinya. Saat sedang asyik-asyiknya menikmati sate tusuk, seseorang memanggilnya dengan pelan.

"Putri Althea?"

Althea terdiam, tidak jadi menyuapi sate dan beralih menatap seorang pemuda yang mengenakan jubah coklat. Rasanya ia seperti mengenali pria ini tapi gadis itu lupa. "Eng.. Siapa ya?" Tanya Althea tak kalah pelan. Ia melirik pasukan yang menjaganya sudah mulai siap siaga memegang pedang di tangannya.

Lelaki tadi membuka tudungnya, lalu tersenyum pelan, "ini saya," ucapannya membuat Althea membelalakkan mata. Ternyata itu adalah Pangeran Helio.

Althea menyuruh Helio duduk, lalu memberikan isyarat pada pasukan penjaganya bahwa ia baik-baik saja dan orang yang menghampirinya tidak berbahaya.

Tak lama setelah itu, pesanan mereka datang. Althea memesan bir dengan kadar alkohol yang sedang, lalu Helio memesan bir dengan kadar alkohol yang rendah. Althea langsung mencoba birnya, ia mengerutkan dahi ketika rasanya tidak sesuai dengan ekspektasinya. Namun, ditegukan kedua lalu setelahnya Althea mulai terbiasa akan rasanya, bahkan gadis itu sangat menikmatinya.

"Pangeran Helio, apa anda mau ini? Katanya makanan ini bernama sate tusuk, ini enak sekali," celoteh Althea menawari makanan pertama yang disukainya di pasar.

Helio tersenyum, lalu mengambil satu tusuk sate dari tangan Althea, "terima kasih Putri. Bagaimana kalau saat ini Anda jangan memanggil saya dengan Pangeran, tapi panggil nama saja. Jika indentitas kita ketahuan orang-orang desa, maka akan sangat merepotkan nantinya," usul Helio membuat Althea menganggukkan kepalanya.

"Baiklah. Pang--maksudku, Helio, kamu juga panggil aku dengan nama. Kita bicara santai saja yah," ucap Althea sambil meneguk kembali bir miliknya.

Helio tersenyum, lalu menganggukkan kepalanya. "Omong-omong, kenapa Helio ada di sini? Lalu penyamaranmu juga sempurna sampai orang-orang tidak menyadari keberadaan seorang pangeran," tanya Althea.

Helio memutar gelas birnya dengan pelan. "Aku tadi ada urusan di sekitar sini, dan ingin mampir untuk membeli bir sekalian ingin mencobanya juga. An--kamu sendiri bagaimana, Put--maksud saya Althea?" sungguh Helio belum terbiasa memanggilnya dengan nama, padahal ia yang mengusulkannya lebih dulu.

"Hmm, aku hanya ingin berjalan-jalan saja, karena katanya di sini ada pasar yang sangat besar di hari-hari tertentu, jadi aku ingin mengunjunginya. Ah, apakah undanganku sudah sampai padamu?"

Helio mengangguk, "ya, sudah sampai. Apakah ada yang ingin kamu tanyakan padaku?"

Althea terdiam sebentar, lalu mengangguk pelan, "yah, selain ucapan terima kasih, awalnya aku tidak berniat mengatakan apa-apa. Kita juga baru pertama kali kenal, dan aku mengirim undangan hanya sebatas formalitas saja. Tapi," ucapan Althea terputus, ia sempat memandangi pemandangan yang ada di kaca tempat bir ini.

"...dalam beberapa hari ini, ada sebuah kejadian, dan aku ingin memastikannya dengan bertanya langsung padamu, Helio," kata Althea pelan, pandangannya menatap Helio lurus, seakan-akan ada hal penting yang harus dikatakannya.

Helio yang terlanjur penasaran akhirnya meletakkan gelas birnya di meja, lalu mulai mengubah posisi yang nyaman untuk mendengarkan perkataan Althea. "Baiklah, hal apa yang mau kamu katakan?"

Suasana hening sejenak, hingga suara Althea akhirnya menginterupsi,

"Apakah kamu pernah dikurung di gudang bekas yang ada di istana?"

.

.

.

To be continued

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status