"Walaupun raga telah terpisahkan oleh kematian, namun cinta sejati tetap akan tersimpan secara abadi di relung hati." (B.J. Habibie).
Lambang membaca sebuah kutipan yang tertulis di buku diarynya, hadiah dari suami tercinta saat berulang tahun yang ke-28. Dirabanya setiap huruf yang tertulis dengan tinta biru itu. Seakan-akan jiwa sang suami menjelma menjadi untaian kata dan berbisik bahwa dia bahagia di alam sana. Air mata Lambang perlahan menetes dan jatuh menimpa halaman buku diary yang terbuka. Perempuan berusia tiga puluh tahun itu terkesiap. Buru-buru dia mengambil tissue yang ada di meja rias, lalu membersihkan tetesan air mata sebelum meresap ke buku terlalu banyak.Lambang mengusap air matanya dan berdiri di depan sebuah cermin. "Aku, akan hidup dengan Lambang yang baru. Lambang yang lebih tegar dari sebelumnya," ujarnya sambil mengepalkan tangan kanan ke atas.Ups! Sudah jam enam! Lambang bergegas memperbaiki riasan wajah. Hari ini adalah hari pertama dia mengajar di Smada. Setelah dua minggu sebelumnya pihak sekolah memberi kabar bahagia bahwa dia diterima sebagai guru Sejarah. Tugas pertamanya dimulai pada awal Semester Genap pada hari ini.Tidak lupa Lambang memberi sentuhan warna merah pada bibirnya supaya tidak terlihat pucat. Kemudian bergegas menemui ibunya untuk berpamitan. Sekolah sudah ramai ketika Lambang tiba. Dia langsung menuju resepsionis untuk mengabarkan kedatangannya. Masih dengan gadis yang sama sewaktu dia datang menyerahkan berkas lamaran. Gadis itu mengenalkan dirinya dengan nama Harumi. Kemudian mengantar Lambang menuju ruang guru untuk diperkenalkan pada guru-guru yang lain.Mereka disambut oleh Bu Merlita yang sudah dikenal Lambang ketika wawancara. Beberapa pasang mata melihat dan menyapanya dengan ramah. Bu Merlita mengajaknya untuk berkenalan dengan guru-guru yang ada di ruangan itu. Bel berbunyi sebagai tanda bahwa jam pelajaran pertama akan dimulai. Setelah memperoleh penjelasan singkat dari Bu Merlita, Lambang membawa buku materi dan diantar guru senior itu menuju kelas pertamanya. Kelas X-4 menjadi kelas pertama yang Lambang ceritakan mengenai Sejarah Peradaban Indonesia dan Dunia. Sejak kecil dirinya sudah mempunyai kepercayaan diri yang lebih, sehingga tidak sulit baginya bercerita di depan anak-anak remaja yang takjub melihat kepiawaiannya. Pengalaman mengajar teman-teman sekelas sejak kelas satu SD ketika hanya dia seorang yang bisa membaca, sangat membantu Lambang untuk menyampaikan materi pada anak didiknya."Fosil adalah sisa-sisa makhluk hidup yang telah berubah menjadi mineral ataupun menjadi batu secara alami. Pencarian fosil manusia purba di Indonesia dibagi menjadi tiga tahap. Pertama pada tahun 1889-1909 yang dilakukan oleh Van Rietchoten yang menemukan fosil manusia purba jenis Homo ditemukan di Wajak, Tulung Agung, Jawa Timur dan diberi nama Homo Wajakensis. Penemuan yang dilakukan beliau menyebabkan seorang peneliti asal Belanda yang bernama Eugene Dubois yang semula meneliti di Sumatra mengalihkan penelitiannya ke Jawa. Eugene menemukan fosil Pithecanthropus Erectus di Trinil, Ngawi, Jawa Timur pada tahun 1894.""Bu Guru!" sela salah seorang murid. Tertulis di dada kanannya sebuah nama, Johan Davian. "Kenapa kita harus mempelajari Sejarah?""Huuu, gitu aja ditanyakan," ledek beberapa murid yang lain."Tidak apa-apa. Saya yakin anak yang bertanya pasti karena benar-benar ingin tahu. Sejarah menjadi hal yang penting untuk kita pelajari. Karena dengan sejarah, kita dapat mengetahui kebenaran peristiwa yang terjadi di masa lampau. Selain itu, kita juga dapat menjadikan peristiwa di masa lalu sebagai pedoman di masa mendatang agar hal buruk di masa lalu tidak terulang kembali. Karena itu, jangan pernah lupakan sejarah," jelas Lambang sambil mengedarkan pandangan ke semua murid. Memastikan mereka benar-benar menyimak penjelasannya.Johan Davian mengangkat tangan kanannya. "Bisa disimpulkan bahwa Sejarah untuk memahami masa lalu, ya, Bu?""Seratus untuk kamu," puji Lambang."Kalo Bu Lambang adalah untuk memahami masa depan saya."Sontak ucapan Johan Davian menimbulkan suara cibiran seisi kelas. Anak laki-laki bertubuh kurus itu hanya melambaikan tangan pada semua temannya ibarat artis. Lambang hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Tepat saat itu bel pergantian jam pelajaran berbunyi. Dia segera menutup materinya dan berpesan pada anak didiknya untuk mempelajari sub bab berikutnya.Bu Merlita sudah menunggunya di luar kelas. Meskipun Lambang sudah mendapat jadwal pelajaran dan juga denah sekolah, perempuan yang baik hati itu tetap mengantarnya ke kelas dengan alasan karena hari pertama. Beliau tidak ingin Lambang mendapat kesulitan. Ketulusan dan perhatian Bu Merlita membuat Lambang menyukai dunia barunya. Di sinilah dia merasa berharga dan bermanfaat untuk orang lain. Sehingga sedikit demi sedikit perempuan yang rapuh itu bisa bangkit dari kesedihannya di masa lalu. Bu Merlita mengantar Lambang ke kelas berikutnya yakni di kelas X-6. "Mengajar murid-murid di kelas ini harus sabar. Jangan dimasukkan ke dalam hati jika banyak di antara mereka sedikit tidak sopan dan agak nakal.""Iya, Bu." Lambang menanggapi pesan Bu Merlita dengan sopan. Dia mengira mungkin kurang lebih sama seperti kelas sebelumnya. Bu Merlita meninggalkannya setelah mengantar Lambang ke kelas yang dituju. Dengan mantap dan penuh percaya diri Lambang memasuki kelas dan mulai memperkenalkan diri. Suasana kelas tetap hening saat Lambang selesai memperkenalkan diri. "Baiklah, kalo tidak ada yang dita--""Bu Guru!" seorang murid laki-laki mengangkat tangan kanannya. Lambang membaca papan nama anak itu, Yulius Bahtiar. "Saya nggak mau belajar Sejarah."Lambang memandang anak itu dengan heran. "Kenapa?""Sejarah membuat saya selalu teringat masa lalu. Sementara, saya ingin mengukir sejarah masa depan bersama Bu Guru," tukasnya dengan raut wajah tanpa dosa.Seketika semua murid tertawa dan bertepuk tangan mendengar ucapan Yulius. Lambang hanya tersenyum. Dia tidak menanggapi celotehan anak muda itu. Menanggapi pesan Bu Merlita, Lambang ingin memberikan materi dengan cara yang berbeda dari kelas sebelumnya."Sebagai perkenalan, saya ingin mengetahui dan mengenal kalian lebih dalam. Tuliskan cerita masa lalu yang berkaitan dengan kehidupan kalian saat ini. Ceritakan kisah perjuangan kalian hingga bisa diterima di SMA ini. Dikumpulkan pada pertemuan berikutnya. Nah, sekarang, kita akan membahas mengenai fosil manusia purba."Lambang memberikan sedikit materi di kelas ini. Selebihnya, dia memberi kesempatan pada mereka untuk berdiskusi. Karena murid di kelas ini lebih suka berbicara dan berdebat. Supaya lebih terarah dan materi tersampaikan maksimal, dia memutuskan untuk menggunakan metode ini. Dan ternyata, hasilnya lebih efektif. Dengan begitu, Lambang yakin bisa mengambil hati murid-muridnya supaya mereka bisa mengikuti pelajaran dengan baik dan mencapai nilai kriteria minimal yang ditentukan.Jam pertama hingga jam terakhir bisa Lambang lalui dengan baik. Dia sudah mengenal beberapa orang guru lain yang masih muda dan yang senior.Pulang sekolah Lambang memutuskan untuk berjalan kaki. Jarak rumah dengan sekolah tempat dia bekerja tidak begitu jauh. Naik becak hanya sekitar sepuluh menit. Mungkin dengan berjalan kaki sekitar setengah jam saja. Ketika melewati Gedung DPRD yang berada tidak jauh dari Smada, kembali dia menjumpai bendera kabupaten yang berkibar dengan gagahnya. Gambar yang tercetak di bendera itu mengurai ingatan mengenai bapaknya.“Sejarah adalah perpaduan tiga dimensi waktu. Yakni, masa lalu, masa kini dan masa depan. Hari ini tidak mungkin kalau tidak melalui masa lalu. Dan masa depan tidak akan ada kalau bukan karena hari ini. Sejarah ditulis oleh mereka yang menang di masa lalu. Tetapi masa depan diciptakan oleh kita yang berjuang di masa kini. Seperti orang yang amnesia, orang yang tidak mau belajar sejarah akan kehilangan arah dan pijakan. Karena sejarah menyangkut jati diri dan identitas seseorang atau bangsa." Kepiawaian Lambang menjelaskan membuat semua murid serius mendengarkan. Tiba-tiba Brian yang duduk di pojok kanan depan mengangkat tangannya. "Seperti sebuah lagu, Bu," ujarnya. "Lagu apa?" Brian berdiri dan mendendangkan sebuah lagu. "Aku bagai nelayan. Yang kehilangan arah. Dan tak tau ke mana, ho wo woo. Ku harus bersandar." "Huuu!" Cibiran dari teman sekelas membuat Brian sigap melindungi badan dengan tangann
Lambang menatap nanar buku yang dia pinjam dari perpustakaan yang kini terbuka di hadapannya. Isi buku setebal seratus halaman itu sudah dia lahap hingga dua kali. Kedua tangan disilangkan di depan dada. Pikirannya menerka-nerka apa yang dia cari mungkin ada di buku lain. Tidak mungkin hal penting tidak tertulis di buku sejarah kabupaten. Lambang keluar dari kamar mencari ibunya. Saat langkahnya melewati ruang tamu, terdengar suara sang ibu berada di depan rumah. Sepertinya sedang berbicara dengan tetangga yang lewat. Dia menunggu tetangga itu pergi. Ada yang Lambang ingin tanyakan pada beliau. Pembicaraan mereka terdengar sekilas di telinga Lambang. Bu Sumiyati menoleh saat Lambang menyentuh bunga anyelir yang bunganya hampir layu. Dia mengambil alat penyiram bunga yang berada di samping rumah. Kemudian diisi dengan air dari keran yang terdapat di dekat taman. Bu Sumiyati datang mendekat dengan tangan kiri memegang sapu lidi.
"Melakar langit sejarah, membina awan mimpi, bila aku menjejak, ia menjadi pasti." (Hilal Asyraf). Lambang menuliskan qoutes di buku diarynya. Sesuai dengan kondisi hatinya saat ini. Lebih tenang menjalani hidup dan tidak menginginkan apapun lagi. Selain terus menerus mempelajari sejarah. Berbagi ilmu dengan murid-muridnya dan mendiskusikan materi dengan sesama guru pengampu mata pelajaran Sejarah se Kabupaten. Setiap satu minggu sekali Lambang bertemu dengan mereka di tempat yang berbeda.Terkadang, dia bertemu dengan kawan-kawan masa kecil untuk sekedar makan bakso dan minum es campur. Dia hanya ingin menghabiskan masa-masa hidupnya dengan menjadi orang yang bermanfaat dan bisa membahagiakan orang lain. "Lambang ini dari dulu nggak berubah, ya. Tetap suka mentraktir orang," kata Leo, teman masa kecil Lambang. Mereka sedang berkumpul di warung bakso langganan dekat stadion. Kebetulan mereka tidak punya kesibukan d
"Gagal dalam kemuliaan lebih baik dari pada sukses dalam kehinaan." (Koeswadi). Motto dari ayah tercinta sudah Lambang ketik pada lembar skripsinya. Revisi pada bab hasil dan pembahasan sudah diselesaikan. Rencananya besok mau diserahkan pada dosen pembimbing.Namun, perkuliahan kampus sudah memasuki masa libur semester ganjil. Jadi, dosennya meminta untuk menunda bimbingan skripsi sampai selesai liburan. Karena tidak ada yang bisa dikerjakan selama liburan, Lambang memutuskan untuk pulang dan beristirahat di rumah. Itulah sebabnya dia menuntaskan revisinya malam ini. Besok pagi dia akan menaiki bus pertama menuju kota kelahirannya. Setelah menyimpan mesin ketik di lemari bagian bawah, mahasiswi semester akhir itu melepas penat di kasur lantai. Tidak lama kemudian terdengar dengkur halus mengiringi tidurnya yang lelap. Azan Subuh baru saja usai dikumandangkan. Lambang segera mengerjakan ibadah salat Subuh dengan khusy
Selembar kertas agak tebal terselip di antara dokumen-dokumen milik Pak Koeswadi menarik perhatian Lambang. Dia ambil kertas itu. Tertulis, piagam penghargaan diberikan kepada Koeswadi sebagai juara satu lomba cipta karya lambang kabupaten. Ini dia, batin Lambang. Kening Lambang berkerut tanda berpikir keras. Analisisnya sebagai seorang guru Sejarah dan orang yang sangat menghargai sejarah tidak pernah meleset. Almarhum bapaknya adalah salah seorang pelaku sejarah tetapi namanya tenggelam seiring waktu. Ini tidak bisa dibiarkan. Bapak harus mendapatkan haknya sebagai salah satu warga yang berkontribusi untuk kabupaten. Minimal bidang kearsipan mencatat namanya. Lambang sudah mencari sekian lama tetapi tidak menjumpai nama bapaknya tercatat di buku sejarah kabupaten. Apalagi bapaknya adalah salah satu orang yang berjuang mengembangkan kabupaten ini. Dia bertekad untuk memperjuangkan nama bapaknya yang sudah memp
"Yu Mar, mau ke mana nih pengantin baru? Ngomong-ngomong, selamat ya atas pernikahannya," sapa Bu Minah pada perempuan setengah baya yang lewat depan rumahnya. Dia mengulurkan tangannya yang penuh dengan perhiasan berkilau. Lambang refleks menoleh pada kedua perempuan yang bertegur sapa. Kebetulan dia mau ke warung Lek Siti untuk membeli sabun cuci. Letaknya satu gang dengan rumah Bu Minah. Hanya berjarak satu rumah. Jadi, mau tidak mau dia harus melewati rumah perempuan yang suka pamer itu. "Ah, Bu Minah. Mau ke warung. Jangan bilang pengantin baru, lah. Wong sudah nikah tiga kali kok dibilang pengantin baru. Lagian aku sudah tua. Malu." Perempuan yang dipanggil Yu Mar itu tersipu. Dia berhenti di depan pagar rumah Bu Minah. "Eh, nggak apa-apa, Yu Mar. Meski sudah tua yang penting masih laku. Dari pada si ono, janda muda tapi nggak laku-laku, ha-ha-ha," tawa Bu Minah membuat perut Lambang mulas. "Siapa, Bu? I
"Pagi, Bu," sapa pria berbaju batik sambil berjalan mendahului Lambang."Pa-pa-pagi!" Lambang terkejut tiba-tiba ada orang yang menyapa dan mendahuluinya. Keningnya berkerut memikirkan siapa gerangan pria itu."Dia guru Seni Lukis yang baru. Namanya Pak Barra. Masih jomlo, lo," ujar Bu Syakila yang muncul tiba-tiba di samping Lambang."Emang kenapa kalau masih jomlo?" tanya Lambang."Barangkali mau kenalan lebih dekat," jawab Bu Syakila sambil terkekeh. Guru Bahasa Indonesia itu selalu ceria dan terbiasa bercanda dengan Lambang."Ish! Masih terlalu muda. Saya kan sudah tua.""Eh, nggak masalah, kok. Banyak artis-artis yang menikah dengan laki-laki yang lebih muda," bantah Bu Syakila."Saya, kan, bukan artis."Mereka tertawa bersama hingga tiba di ruang guru. Sambil menyapa guru-guru yang sudah hadir, Lambang dan Bu Syakila menuju meja masing-masing.Sepuluh menit
Selamat malam duhai kekasihAku sebut namamu menjelang tidurkuAgar kau hadir dalam mimpi indahkuDi peraduan yang sepi iniAlunan lagu Selamat Malam dari Evi Tamala yang Lambang dengarkan dari radio terdengar merdu di telinganya. Radio peninggalan bapak menjadi hiburan saat penat. Mata Lambang yang setengah terpejam membuka saat perempuan yang dikasihinya membuka pintu dengan wajah ditekuk.Setelah mengucap salam dia masuk ke kamarnya. Tanpa mengindahkan Lambang yang ada di ruang tamu. Seketika Lambang mematikan radio dan bergegas menyusul ibunya.Tiba di depan kamar ibunya, Lambang terhenti. Dia urung untuk masuk. Sebab biasanya kalau ibunya punya masalah tidak akan mau diganggu. Karena itu dia berbelok ke dapur mengambil air minum. Biarlah besok saja kutanyain, atau kutunggu sampai mau bercerita sendiri, batinnya.Malam semakin larut. Mungkin ibunya sudah tertidur nyenyak. Namun, tidak biasanya dia setelah p