Share

2. Jas Merah

"Walaupun raga telah terpisahkan oleh kematian, namun cinta sejati tetap akan tersimpan secara abadi di relung hati." (B.J. Habibie).

Lambang membaca sebuah kutipan yang tertulis di buku diarynya, hadiah dari suami tercinta saat berulang tahun yang ke-28. Dirabanya setiap huruf yang tertulis dengan tinta biru itu. Seakan-akan jiwa sang suami menjelma menjadi untaian kata dan berbisik bahwa dia bahagia di alam sana. 

Air mata Lambang perlahan menetes dan jatuh menimpa halaman buku diary yang terbuka. Perempuan berusia tiga puluh tahun itu terkesiap. Buru-buru dia mengambil tissue yang ada di meja rias, lalu membersihkan tetesan air mata sebelum meresap ke buku terlalu banyak.

Lambang mengusap air matanya dan berdiri di depan sebuah cermin. "Aku, akan hidup dengan Lambang yang baru. Lambang yang lebih tegar dari sebelumnya," ujarnya sambil mengepalkan tangan kanan ke atas.

Ups! Sudah jam enam! Lambang bergegas memperbaiki riasan wajah. Hari ini adalah hari pertama dia mengajar di Smada. Setelah dua minggu sebelumnya pihak sekolah memberi kabar bahagia bahwa dia diterima sebagai guru Sejarah. Tugas pertamanya dimulai pada awal Semester Genap pada hari ini.

Tidak lupa Lambang memberi sentuhan warna merah pada bibirnya supaya tidak terlihat pucat. Kemudian bergegas menemui ibunya untuk berpamitan. 

Sekolah sudah ramai ketika Lambang tiba. Dia langsung menuju resepsionis untuk mengabarkan kedatangannya. Masih dengan gadis yang sama sewaktu dia datang menyerahkan berkas lamaran. Gadis itu mengenalkan dirinya dengan nama Harumi. Kemudian mengantar Lambang menuju ruang guru untuk diperkenalkan pada guru-guru yang lain.

Mereka disambut oleh Bu Merlita yang sudah dikenal Lambang ketika wawancara. Beberapa pasang mata melihat dan menyapanya dengan ramah. Bu Merlita mengajaknya untuk berkenalan dengan guru-guru yang ada di ruangan itu. 

Bel berbunyi sebagai tanda bahwa jam pelajaran pertama akan dimulai. Setelah memperoleh penjelasan singkat dari Bu Merlita, Lambang membawa buku materi dan diantar guru senior itu menuju kelas pertamanya. 

Kelas X-4 menjadi kelas pertama yang Lambang ceritakan mengenai Sejarah Peradaban Indonesia dan Dunia. Sejak kecil dirinya sudah mempunyai kepercayaan diri yang lebih, sehingga tidak sulit baginya bercerita di depan anak-anak remaja yang takjub melihat kepiawaiannya. 

Pengalaman mengajar teman-teman sekelas sejak kelas satu SD ketika hanya dia seorang yang bisa membaca, sangat membantu Lambang untuk menyampaikan materi pada anak didiknya.

"Fosil adalah sisa-sisa makhluk hidup yang telah berubah menjadi mineral ataupun menjadi batu secara alami. Pencarian fosil manusia purba di Indonesia dibagi menjadi tiga tahap. Pertama pada tahun 1889-1909 yang dilakukan oleh Van Rietchoten yang menemukan fosil manusia purba jenis Homo ditemukan di Wajak, Tulung Agung, Jawa Timur dan diberi nama Homo Wajakensis. Penemuan yang dilakukan beliau menyebabkan seorang peneliti asal Belanda yang bernama Eugene Dubois yang semula meneliti di Sumatra mengalihkan penelitiannya ke Jawa. Eugene menemukan fosil Pithecanthropus Erectus di Trinil, Ngawi, Jawa Timur pada tahun 1894."

"Bu Guru!" sela salah seorang murid. 

Tertulis di dada kanannya sebuah nama, Johan Davian. "Kenapa kita harus mempelajari Sejarah?"

"Huuu, gitu aja ditanyakan," ledek beberapa murid yang lain.

"Tidak apa-apa. Saya yakin anak yang bertanya pasti karena benar-benar ingin tahu. Sejarah menjadi hal yang penting untuk kita pelajari. Karena dengan sejarah, kita dapat mengetahui kebenaran peristiwa yang terjadi di masa lampau. Selain itu, kita juga dapat menjadikan peristiwa di masa lalu sebagai pedoman di masa mendatang agar hal buruk di masa lalu tidak terulang kembali. Karena itu, jangan pernah lupakan sejarah," jelas Lambang sambil mengedarkan pandangan ke semua murid. Memastikan mereka benar-benar menyimak penjelasannya.

Johan Davian mengangkat tangan kanannya. "Bisa disimpulkan bahwa Sejarah untuk memahami masa lalu, ya, Bu?"

"Seratus untuk kamu," puji Lambang.

"Kalo Bu Lambang adalah untuk memahami masa depan saya."

Sontak ucapan Johan Davian menimbulkan suara cibiran seisi kelas. Anak laki-laki bertubuh kurus itu hanya melambaikan tangan pada semua temannya ibarat artis. Lambang hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Tepat saat itu bel pergantian jam pelajaran berbunyi. Dia segera menutup materinya dan berpesan pada anak didiknya untuk mempelajari sub bab berikutnya.

Bu Merlita sudah menunggunya di luar kelas. Meskipun Lambang sudah mendapat jadwal pelajaran dan juga denah sekolah, perempuan yang baik hati itu tetap mengantarnya ke kelas dengan alasan karena hari pertama. Beliau tidak ingin Lambang mendapat kesulitan. 

Ketulusan dan perhatian Bu Merlita membuat Lambang menyukai dunia barunya. Di sinilah dia merasa berharga dan bermanfaat untuk orang lain. Sehingga sedikit demi sedikit perempuan yang rapuh itu bisa bangkit dari kesedihannya di masa lalu. 

Bu Merlita mengantar Lambang ke kelas berikutnya yakni di kelas X-6. "Mengajar murid-murid di kelas ini harus sabar. Jangan dimasukkan ke dalam hati jika banyak di antara mereka sedikit tidak sopan dan agak nakal."

"Iya, Bu." Lambang menanggapi pesan Bu Merlita dengan sopan. 

Dia mengira mungkin kurang lebih sama seperti kelas sebelumnya. Bu Merlita meninggalkannya setelah mengantar Lambang ke kelas yang dituju. Dengan mantap dan penuh percaya diri Lambang memasuki kelas dan mulai memperkenalkan diri. 

Suasana kelas tetap hening saat Lambang selesai memperkenalkan diri. "Baiklah, kalo tidak ada yang dita--"

"Bu Guru!" seorang murid laki-laki mengangkat tangan kanannya. 

Lambang membaca papan nama anak itu, Yulius Bahtiar. "Saya nggak mau belajar Sejarah."

Lambang memandang anak itu dengan heran. "Kenapa?"

"Sejarah membuat saya selalu teringat masa lalu. Sementara, saya ingin mengukir sejarah masa depan bersama Bu Guru," tukasnya dengan raut wajah tanpa dosa.

Seketika semua murid tertawa dan bertepuk tangan mendengar ucapan Yulius. Lambang hanya tersenyum. Dia tidak menanggapi celotehan anak muda itu. Menanggapi pesan Bu Merlita, Lambang ingin memberikan materi dengan cara yang berbeda dari kelas sebelumnya.

"Sebagai perkenalan, saya ingin mengetahui dan mengenal kalian lebih dalam. Tuliskan cerita masa lalu yang berkaitan dengan kehidupan kalian saat ini. Ceritakan kisah perjuangan kalian hingga bisa diterima di SMA ini. Dikumpulkan pada pertemuan berikutnya. Nah, sekarang, kita akan membahas mengenai fosil manusia purba."

Lambang memberikan sedikit materi di kelas ini. Selebihnya, dia memberi kesempatan pada mereka untuk berdiskusi. Karena murid di kelas ini lebih suka berbicara dan berdebat. Supaya lebih terarah dan materi tersampaikan maksimal, dia memutuskan untuk menggunakan metode ini. 

Dan ternyata, hasilnya lebih efektif. Dengan begitu, Lambang yakin bisa mengambil hati murid-muridnya supaya mereka bisa mengikuti pelajaran dengan baik dan mencapai nilai kriteria minimal yang ditentukan.

Jam pertama hingga jam terakhir bisa Lambang lalui dengan baik. Dia sudah mengenal beberapa orang guru lain yang masih muda dan yang senior.

Pulang sekolah Lambang memutuskan untuk berjalan kaki. Jarak rumah dengan sekolah tempat dia bekerja tidak begitu jauh. Naik becak hanya sekitar sepuluh menit. Mungkin dengan berjalan kaki sekitar setengah jam saja. 

Ketika melewati Gedung DPRD yang berada tidak jauh dari Smada, kembali dia menjumpai bendera kabupaten yang berkibar dengan gagahnya. Gambar yang tercetak di bendera itu mengurai ingatan mengenai bapaknya. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status