Share

Tamu Istana

Saat puluhan tentara kerajaan tiba di Desa Purbawati. Mereka langsung menyebar dan menghampiri rumah para penduduk. Hal itu dianggapnya bisa menghemat waktu. Setiap rumah di datangi 2 tentara saja.

'Inikah kesatria yang sering kakek ceritakan?' gumam Sadarga dalam batinnya. 2 pria dewasa saat ini tengah mendekatinya.

Di setiap pelosok Negri, para kesatria seakan terlahir dengan sendirinya. Mereka merupakan orang-orang yang memiliki ilmu bela diri, sesuai dengan tingkatannya masing-masing.

Kemudian, para Kesatria itu terbagi menjadi 2 golongan. Sebagian bergolongan putih, sebagian lagi bergolongan hitam. Para Kesatria di golongan putih, pasti mempunyai watak kepribadian yang baik, mereka selalu bersedia melindungi sesamanya. Tapi, para Kesatria di golongan hitam mempunyai watak sebaliknya. Mereka lebih condong mempunyai watak jahat. 

Kesatria golongan hitam sering menggunakan kemampuannya untuk mencari keuntungan sendiri, terkadang mereka merampas hak orang lain, berbuat aniaya, bahkan menghabisi nyawa orang lain sesuka hatinya.

"Hai nak, mau kemana kamu?" ucap lelaki berkumis tebal, suaranya terdengar menggema saat menyapa Sadarga yang sedang berjalan.

Kemudian bocah itu mengarahkan pandangan pada pria dewasa yang datang dari arah sampingnya,"Entahlah Paman, aku hanya ingin melihat dunia luar dan menghirup udara segar saja!" sahut Sadarga. Bocah 11 tahun ini berjalan sambil membawa tongkat penyangga. Keadaan kaki Sadarga yang tidak bisa tumbuh normal, menjadikan dirinya terlihat sulit bergerak.

Dunia luar seakan menjadi hal asing bagi dirinya, bagaimana tidak? 

Sudah hampir 11 tahun bocah ini hidup di sekitaran rumah saja!

Walaupun hanya melihat keadaan Dunia luar. Bagi Sadarga, hal itu merupakan suatu hal yang begitu sulit. Betapa tinggi rasa ingin tahunya terhadap kehidupan di luar sana, anak ini seakan ingin membuktikan semua cerita dari kakek angkatnya.

Di sela waktu, terkadang Tanu menceritakan keadaan di luar rumah. Kemudian kerap kali memberikan motivasi untuk Sadarga, supaya ia terus berusaha mengobati dirinya sendiri.

Pasalnya, Tanu sudah beberapa kali meminta bantuan tabib untuk mengobati penyakit yang di derita cucu angkatnya itu. Hanya saja takdir belum memihaknya. Semua usahanya belum berhasil.

"Dimana Ayahmu?" lanjut lelaki berkumis tebal.

Mendengar pertanyaan itu, wajah Sadarga tiba-tiba sedikit murung. Dalam benaknya kini terlintas, sebenarnya ia juga sedang mencari siapa ayah kandungnya!

"Tidak ada Paman, lagi pula aku hanya tinggal dengan ibu dan Kakek saja!" ucap Sadarga dengan suara yang terdengar sedikit berat. Meskipun batinnya goncang, tapi ia mencoba menyembunyikan perasaannya itu.

"Hmp begitu yah, jadi kamu hanya hidup dengan ibu dan kakekmu?"

"Benar Paman, apakah ada pesan untuk kakek? atau mungkin ... ada sesuatu yang bisa aku bantu?" senyum tulus terlihat di wajah Sadarga dan hal itu membuat dua lelaki berpakaian Jirah sedikit berbeda dari sebelumnya. Lelaki berkumis itu, kemudian meminta supaya Sadarga mengajak ke rumahnya.

Sial, padahal sudah berjalan lumayan jauh. Bahkan langkah kaki Sadarga saat ini, terbilang sebagai pencapaian baru dalam hidupnya. Meskipun sebenarnya jarak sejauh itu bukanlah hal sulit bagi orang normal lainnya. 'Sebenarnya, siapa orang-orang ini?' tanya Sadarga dalam batinnya.

Sesampainya di kediaman, Sadarga hanya diam seribu bahasa. Mungkin ia kebingungan memikirkan kalimat yang pantas untuk digunakan sebagai kata pembuka.

"Hei nak, siapa namamu?" tanya pria berkumis seakan memecah kesunyian yang tengah berlangung sekitar 5 menit hitungan jam.

"Oh ia, perkenalkan namaku Sadarga Sae, Paman!" celetuk bocah 11 tahun, sambil menggaruk kepala yang tak gatal.

Setelah mendengar nama bocah di depannya, 2 pria bebaju Jirah itu tiba-tiba saling menatap satu sama lain.

Entah apa yang mereka pikirkan?

Namun Sadarga menanggapi keadaan itu biasa saja. Bocah itu, malah pergi ke dapur dan berniat memberikan minuman sebagai jamuan pada tamunya. 

Letak dapur dan ruang tamu hanya terhalang oleh bilik bambu, bocah 11 tahun itu seakan mendengar 2 tamunya saling berbisik. Bahkan ia mengingat betul beberapa kalimat yang terucap dari pembicaraan tamunya itu.

"Mungkinkah dia orangnya?"

"Entahlah, tapi aku rasa bukan!"

"Ya, aku juga berpendapat demikian. Bukankah orang yang sedang kita cari memiliki sebuah kalung di lehernya?"

"Bagaimana jika seseorang telah melepaskan kalung itu?" 

"Tidak mungkin, bukankah kalung itu terbuat dari bahan khusus dan telah di aliri aura magis? bahkan, kita saja tak akan mampu melepas kalung itu!"

Di jaman ini, hanya orang tertentu yang memiliki kekuatan bernama aura magis itu. Karena kekuatan ini hanya bisa dirasakan tapi tak bisa terlihat mata. Kemudian kekuatan itu hanya di miliki Kesatria tingkat lima ke atas.

Meskipun Arga telah mendengar beberapa perkataan tamunya, ia mencoba menunjukan sikap acuh seakan tak menghiraukannya sedikitpun.

"Ya, entahlah. Mungkin saja anak itu telah bertemu dengan seorang Kesatria hebat!"

'Hah! Kesatria?' gumam Sadarga yang tak sengaja menguping pembicaraan. Walaupun bocah itu tak tahu siapa yang sedang dibicarakan tamunya, tapi ia mempunyai pirasat bahwa dirinyalah yang menjadi objek pembicaraan.

"Hei nak, sejak kapan kamu tinggal di sini?" ucap pria bermata sipit, ia mencoba melemparkan pertanyaan kali pertamanya dari bilik bambu.

Sambil menjawab pertanyaan tamunya, Sadarga datang membawa baki. Dengan telaten ia menyuguhkan minuman pada 2 tamunya. "Kakek bilang sih, sejak aku masih bayi!" celetuk Sadarga, tangannya masih sibuk menuangkan racikan minuman kesukaan kakek pada gelas yang  terbuat dari tempurung kelapa.

"Hmmp, begitu ya. Memangnya berapa usiamu?" lanjut pria bermata sipit.

"11 tahun!"

Lagi-lagi 2 pria di hadapan Arga, seakan dibuat terkejut. Entah apa yang sebenarnya mereka pikirkan?

"Wah, ternyata ada tamu yah!" ucap seorang lelaki tua yang tiba-tiba masuk rumah tanpa mengetuk pintu.

2 tamu Sadarga nampaknya terkejut, karena kemunculan kakek tua itu seakan tak bisa terdeteksi. Jangankan hawa keberadaannya, suara langkah kakek itupun seakan tak ada.

"Se-selamat siang kek!" kata pria sipit dengan terbata.

"Siang juga! Apakah kalian teman cucuku?" sapa Tanu.

"Bu-bukan, kami merupakan utusan dari istana kerajaan!"

"Wah, utusan dari kerajaan! Apakah kalian yang dikenal orang sebagai kesatria itu?"

"Ya, benar sekali Kek!"

"Haha. Baru kali ini aku melihat seorang kesatria. Pantas saja, baju kalian terlihat sangat bagus sekali! Bolehkah aku memegangnya?" 

Tanu langsung mendekati 2 utusan istana, lalu mengelus pakaian Jirah. Layaknya orang pedalaman yang tertinggal dan terlihat sangat primitif.

"Kakek, apa yang kau lakukan?" tanya Sadarga keheranan.

"Bocah, lihatlah pakaian ini! Begitu mewah dan terlihat sangat kokoh. Sepertinya aku ingin memakai baju seperti ini!" ucap Tanu dengan wajah memelas.

'Hah. Apa yang kakek lakukan? Ia tak seperti biasanya. Kali ini seakan kekanak-kanakan!' gumam Sadarga.

Ya, ini menjadi pertanyaan konyol dalam benak Sadarga! Seorang kakek angkat yang bernama Tanu itu dikenalnya memiliki wibaya dan karismatik. Namun mengapa tiba-tiba bertingkah aneh di depan matanya?

 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status