Dewa terdiam sejenak sambil menatap sepasang mata Kalila. Lalu, dia tertawa. “Lucu. Benar-benar lucu. Hahaha…”
“Aku tidak bercanda, Dewa! Menikahlah denganku sepuluh tahun saja!” ujar Kalila dengan tegas dan menatap Dewa dengan tatapan tajam.
Dewa yang semula masih tertawa langsung terdiam saat melihat raut keseriusan di wajah Kalila.
“Jangan gila, Kalila!” jawab Dewa dengan keras.
“Apa kau tau siapa aku?” tanya Kalila dengan senyum miringnya.
“Aku tidak mengenalmu. Aku bahkan tidak memintamu membebaskanku!” Dewa dengan berani menatap Kalila, membalas tatapan sinis itu dengan tajamnya.
“Lelaki yang kau buat babak belur itu adalah mantan suamiku.”
Dewa terkejut mendengar pengakuan tersebut. Namun, lelaki itu berpikir, pilihannya menolak permintaan Kalila semakin benar karena alasan tersebut.
“Jadi, kau ingin membalas dendam dengan menikahiku lalu menyiksaku?”
Kalila mendengus. Bola mata wanita itu memutar, jengah. “Aku justru berharap kau memukulnya hingga mati, kalau perlu,” ujarnya dengan nada sadis. “Lagi pula, memangnya apa yang bisa kau lakukan dengan status sebagai mantan napi? Mengandalkan hidup dari ibumu menjual diri?”
Dewa meradang mendengar apa yang disampaikan oleh Kalila.
“Jangan pernah mengatakan ibuku seperti itu!”“Memangnya aku harus mengatakan apa? Dia memang menjual tubuhnya hanya untuk mendapatkan uang,” jawab Kalila santai sambil tersenyum. “Dan kau bahkan memergoki mantanku tengah mencumbu ibu–”
Braaaak!
Dewa menerjang meja yang ada di hadapan Kalila, dan kemudian mendorong tubuh wanita itu hingga jatuh di atas sofa yang besar itu. Sekarang, tubuh tegapnya sudah berada di atas tubuh Kalila.
Melihat tubuh Kalila yang begitu menggairahkan membuat jiwa kelelakiannya bergejolak, bercampur menjadi satu dengan amarahnya.
Tak ingin terbawa hasrat, Dewa kemudian menjauh dari tubuh Kalila. Sambil melengos lelaki itu bertanya, "Apa yang aku dapatkan jika menikahimu?"
"Kau begitu serakah, Dewa," ujar Kalila sambil tersenyum mengejek. “Apa kebebasanmu masih belum cukup?”
"Aku rasa, itu hal yang wajar. Bukankah kebebasanku menguntungkanmu? Jadi, aku butuh penjelasan dan keuntungan juga dari pernikahan ini," jawab Dewa penuh penekanan. Kali ini tatapan matanya begitu tajam ke arah Kalila, seolah dia ingin mengatakan kalau dia tidak akan sembarangan menerima tawaran pernikahan itu.
Bagi Dewa, dia harus mendapatkan keuntungan yang lebih, karena dia harus menikahi perempuan yang jauh lebih tua darinya, bahkan hampir seumuran dengan ibunya.
"Tentu saja kamu dan ibumu akan mendapatkan kehidupan yang layak. Kalian tidak perlu lagi tinggal di kontrakan yang sempit itu. Kalian juga bisa meninggalkan lokalisasi itu, agar kamu merasakan nyamannya tinggal di lingkungan biasa," jawab Kalila santai.
Sejenak, Dewa berpikir. Kehidupan yang layak versinya terlalu murah jika ditukar dengan 10 tahun kontrak pernikahan tersebut. Untuk itu, dia mencoba menawar. "Berikan aku sebuah perusahaan!"
"Coba ulangi sekali lagi?" tanya Kalila yang seolah tidak percaya dengan apa yang disampaikan oleh Dewa.
"Aku bekerja sebagai pemulung pun bisa memberikan kehidupan yang layak buat aku dan ibuku. Karena standar layak buat setiap orang itu berbeda. Dan aku tidak mau itu!" jawab Dewa dengan suara yang lantang. "Anggap saja aku menjual diriku di sini, jadi ada harga yang harus kau bayarkan!"
"Dasar sampah! Kau mau memerasku?!" tanya Kalila marah.
"Aku tidak memeras, aku hanya mau bayaran yang sesuai. Bukankah aku harus menjadi suamimu?" tanya Dewa lagi.
"Kau benar-benar tidak malu dan tidak tahu diri! Seharusnya kau berterima kasih karena sudah aku bebaskan. Jika tidak, saat ini kau masih meringkuk dibalik jeruji besi menahan dinginnya lantai tanpa alas karena harus mempertanggungjawabkan kesalahan yang tidak seharusnya mendapatkan hukuman!" teriak Kalila marah. "Sekali sampah tetaplah sampah! Begitulah dirimu, Dewa!" lanjut Kalila sarkas.
Mendengar hinaan dari Kalila yang tidak berkesudahan, emosi Dewa memuncak. Dia menatap Kalila dengan tatapan tajam, dengan kedua tangan mengepal kuat, memperlihatkan otot-ototnya yang terlatih.
Bibir Kalila tersenyum sinis. "Kenapa? Kau tidak terima dikatakan sampah? Terus, apa yang cocok untuk orang sepertimu?"
Kalila sepertinya tidak memiliki rasa takut sedikitpun kepada Dewa yang memandangnya dengan tatapan yang tajam. "Kau tidak tahu sedang berhadapan dengan siapa, Kalila!"
“Aku tahu semua tentangmu, Dewa,” jawab Kalila santai.
"Kau benar-benar ingin bermain denganku?" tanya Dewa yang kemudian mengangkat tangan kanannya seperti ingin menampar Kalila.
Namun, Kalila malah seperti menantang, dan menunggu tangan Dewa berlabuh di wajahnya.
Hal itu tentu tak akan terjadi, sebab Dewa tidak bisa melawan wanita. "Jangan memancingku berbuat kasar, Kalila!" teriak Dewa usai menurunkan kembali tangannya dan menyugar rambutnya dengan frustrasi. "Aku bahkan bisa membunuhmu.”
Kalila tersenyum sinis. "Kau yang mulai tidak tahu diri, dibebaskan malah semakin melunjak! Sekarang, silakan tinggalkan rumah ini! Kau benar-benar sampah tidak berguna!" ujar Kalila menarik tangan Dewa menuju pintu.
"Kau yang tidak paham hukum jual beli, Kalila. Ada barang yang kau beli, harus ada harga yang dibayarkan! Jangan hanya mencari keuntungan secara sepihak!" jawab Dewa kesal.
Kalila sudah tidak bisa lagi menahan emosinya, dia membuka pintu ruangannya lebar-lebar dan meminta Dewa segera meninggalkannya. "Pergilah, aku tidak butuh benalu sepertimu!"
Dewa keluar dari ruangan itu sambil menendang pintu dengan begitu keras, dia benar-benar marah. Karena dia merasa dia dibebaskan hanya untuk dihina oleh Kalila, padahal mereka baru saja saling mengenal.
Namun, baru saja beberapa langkah Dewa keluar dari ruangan Kalila langkahnya kembali terhenti. Dia baru ingat sesuatu, kemudian dia kembali lagi masuk ke ruangan itu.
Braaak!
Dewa membuka pintu dengan sangat keras. "Beri aku uang, aku tidak ada ongkos untuk pulang!"
Dia baru saja dibebaskan dari penjara dan langsung dibawa ke sini. Tanpa uang, dia tidak mungkin berjalan kaki untuk ke kontrakannya. Mengingat jarak yang cukup jauh, apalagi dia tidak beralas kaki.
"Benar-benar tidak punya harga diri!" ujar Kalila yang terkejut melihat kedatangan Dewa. Kalila kemudian mengeluarkan tiga lembar uang berwarna merah dari dalam dompetnya. "Pergilah segera!" perintah Kalila dan menyerahkan uang itu dengan kasar.
Dewa segera meraih uang tersebut, dia sudah tidak peduli makian yang keluar dari mulut busuk wanita itu. Karena baginya, Kalila hanya seorang janda paruh baya yang gatal akan daun muda, sehingga meminta dia menjadi suaminya.
Dewa akan pulang ke kontrakan yang selama ini dia dan ibunya tinggal. Ada rasa bahagia yang menyeruak, tatkala dia membayangkan ibunya akan sangat terkejut melihat dia sudah kembali.
Dengan memesan ojek online, Dewa bergegas pulang. Sebelumnya, lelaki itu menyempatkan untuk membeli oleh-oleh dari uang yang diberikan Kalila, untuk ibunya.
"Ibu, aku pulang," gumam Dewa saat dalam perjalanan.
Suasana sekitar kontrakannya sangat lengang, begitulah kondisi jika siang hari. Namun, jika malam tempat itu selalu semarak bahkan seperti ada sebuah pesta.
Namun, dia mengernyitkan keningnya ketika tiba di depan pintu kontrakan dan melihat ada sebuah sepatu lelaki. Perasaan Dewa mulai tidak enak.
Ceklek!
Perlahan Dewa meraih gagang pintu yang ternyata tidak dikunci itu, sehingga membuatnya bisa langsung masuk.
“Kau mau gaya seperti apa, baby?” tanya suara perempuan.
“Aku mau semua gaya,” jawab suara lelaki.
Terdengar suara tawa ibunya dari dalam kamar. Beberapa saat Dewa mencoba mendengar suara itu hingga akhirnya suara tawa berubah menjadi suara desahan, diiringi dengan suara berat seorang lelaki.
Dewa sudah dewasa, dia tahu apa yang sedang terjadi di dalam kamar tersebut. Dia mengepalkan tangannya, dan mendorong pintu kamar ibunya dengan kasar.
"Apa yang kalian lakukan?!"
“Bangsaaat!” teriak Dewa marah, matanya memerah menahan tangis dan juga amarah ketika melihat ibunya sedang bergumul dengan seorang pria tanpa mengenakan sehelai benangpun. "Keluar!"Dewa marah bukan main. Bagaimana tidak? Selama ini dia sudah berusaha bekerja apapun demi mencukupi kebutuhan mereka agar ibunya tidak lagi menjual diri."Dewa? Kamu sudah pulang?" tanya Rasti, ibunya Dewa, dengan suara serak sembari menarik selimut untuk menutupi tubuhnya yang polos."Kenapa? Ibu terkejut?!"Dewa terduduk lemas. Belum sampai dua bulan dia di penjara, pemandangan yang paling menjijikkan kembali dia lihat, ibunya melayani para pria hidung belang demi mendapatkan uang untuk menyambung hidupnya.Braaak!Dewa memukul pintu kamar yang rapuh tersebut hingga membuatnya lepas dari engselnya."Maafkan Ibu, Dewa…." Rasti berucap dengan lirih."Diaaaaaaam!" teriak Dewa.Bught! Bught!"Kau mau mati, hah?!"Dewa menghajar dengan tanpa ampun lelaki yang bersama ibunya tersebut, bahkan dia menghancurkan
“Kau mencoba memanfaatkan aku?”Dewa merasa saat ini Kalila sedang memanfaatkan. Dia berpikir, Kalila pasti meragukan kemampuannya, sehingga wanita itu dengan berani menyetujui tetapi memberikan syarat tambahan. “Tidak! Aku tidak pernah memanfaatkanmu. Tapi, aku yakin kamu tidak akan mampu!” ujar Kalila dengan jujur. “Dan ingat Dewa yang tadi kamu katakan kepadaku, semua itu ada harganya. Termasuk perusahaan ini!”Dewa benar-benar merasa tertantang untuk membuktikan perkataan Kalila, walaupun dia tidak pernah memiliki sebuah perusahaan. “Baiklah! Aku setuju!”Bagi Dewa, pantang untuknya menolak tantangan, apalagi dari seorang wanita seperti Kalila.“Apa kau yakin? Ini perusahaan besar, bukan gerobak gorengan,” ujar Kalila seolah tidak percaya dengan kemampuan Dewa.“Jangan meragukan aku, Kalila. Kau yang akan menyesal,” jawab Dewa sembari kembali menghisap rokok yang baru saja dinyalakannya dan menikmati kepulan asap putih yang semakin banyak itu.“Kalau begitu datanglah sekarang ker
Keesokan paginya di rumah kediaman Kalila tampak kesibukan yang tidak seperti biasanya. Kedua orang tua Kalila pun terlihat sedang duduk di sebuah sofa dengan wajah yang masam.Tepat pukul delapan pagi, Dewa datang seorang diri dengan mengenakan pakaian terbaik yang dimilikinya. Dia sengaja tidak mengajak sang ibu, dan berjanji akan segera memperkenalkan Kalila kepada Rasti setelah mereka menikah.“Akhirnya kamu datang juga,” sambut Kalila yang sepertinya sudah khawatir kalau Dewa tidak akan datang.“Aku pasti menepati janjiku,” jawab Dewa dengan pelan."Iya, karena kau pasti takut tidak bisa hidup," ujar Kalila."Kau yang memintaku menikahimu, berhenti berbicara, Kalila," jawab Dewa."Untungnya kau tidak membawa ibumu, karena pastinya nanti akan banyak yang mengenalinya, dia adalah kupu-kupu malam yang sangat bersinar," ejek Kalila lagi."Jangan hina ibuku!" ujar Dewa yang menahan dirinya karena saat ini dia sedang tidak mau ribut.Kalila hanya merespons dengan tersenyum meremehkan.
“Camkan itu!” bisik William dan kemudian beranjak pergi.Dewa mengepalkan tangannya menahan emosi memandang lelaki yang sudah senja itu menaiki mobilnya.“Jangan sekali-kali kau menyentuh dan mengganggu ibuku! Aku tidak peduli siapa kau! Aku akan membunuhmu!” ujar Dewa di dalam hatinya dengan gigi gemerutuk.“Kenapa? Kau marah pada papaku?” tanya Kalila menepuk pundak Dewa sambil tersenyum mengejek.Kalila tahu, William pasti mengatakan sesuatu tentang ibunya sehingga membuat Dewa begitu emosi. Karena, Dewa tidak akan sekesal itu kalau hanya dia yang dihina. Tapi, kalau menyangkut ibunya, emosi Dewa naik berkali-kali lipat. “Aku ingatkan, jangan ganggu ibuku!” ujar Dewa dengan kesal dan meninggalkan wanita yang beberapa jam lalu sudah sah menjadi istrinya itu.Cess!Dewa menyalakan rokoknya ketika tiba di halaman belakang di dekat kolam renang. Emosinya masih cukup tinggi. Namun, beberapa saat kemudian Dewa menyunggingkan senyuman di bibirnya, karena apa yang William takutkan juga s
“Apa?! Rumah?” tanya Kalila pura-pura kaget.“Jangan pura-pura tidak mengerti, Kalila!” bentak Dewa kesal.Kalila tersenyum jahat, dia sudah tahu Dewa pastinya sangat mengincar hartanya. Karena tidak ada yang dicari oleh orang miskin seperti Dewa melainkan sebuah harta kekayaan. Apalagi Dewa adalah seorang mantan narapidana, tidak akan mudah mencari pekerjaan yang layak yang bisa menghasilkan uang yang banyak."Enak sekali kau minta rumah. Kau pikir beli rumah itu seperti beli kacang goreng," jawab Kalila dengan tersenyum sinis.Dewa menatap lekat mata Kalila. Dia tersenyum miring melihat tingkah sang istri. Kalila seolah memang sengaja memancing emosi Dewa."Sesuai dengan janji yang pernah kau ucapkan, kalau kau akan menjamin kehidupan yang layak untukku dan ibuku," jawab Dewa dengan santai namun dengan penuh penekanan.Dewa tidak mau terpancing emosi. "Kita baru saja sah menjadi suami istri, kau langsung meminta rumah. Apakah tidak bisa menunggu besok, atau di hari lain. Masih bany
“Jadi, apa?” tanya Dewa setelah menuruti keinginan Kalila. Dia duduk kembali dengan mata yang terus menatap Kalila dengan tajam."Baiklah, besok bawa ibumu pindah ke sebuah rumah di perumahan Bumi Residence, rumah nomor 54 blok A," jawab Kalila pelan sembari menenggak minuman yang baru saja disediakan oleh bi Karni.Dewa hanya terdiam beberapa saat dan menolak satu gelas kecil minuman berwarna kuning kecoklatan itu yang ditawari oleh Kalila.Meskipun Dewa tinggal di lingkungan yang bebas dan tidak baik, tapi Dewa selalu menghindari minum minuman yang memabukkan itu."Jangan pernah membohongiku, Kalila!" ujar Dewa yang memastikan kalau Kalila tidak akan berbohong dengan apa yang disampaikannya."Aku tidak berbohong, aku memiliki satu rumah disana yang baru aku beli beberapa bulan lalu dan belum ditempati. Ambil saja itu untuk ibumu," jawab Kalila yang kemudian menyalakan satu batang rokok dan menghisapnya dengan pelan."Kau akan tahu akibatnya kalau kau berbohong!" ujar Dewa kesal dan
“Seperti yang kau lihat, Kalila,” jawab Rasti pelan.Kalila tersenyum sinis ke arah sang ibu mertuanya itu. Tentu saja dia bisa melihat bagaimana kondisi Rasti saat ini.Tanpa sepengetahuan Dewa, antara Rasti dan Kalila memiliki masalah yang rumit. Karena ternyata Kalila pernah menjalin kasih dengan Farheen di belakang Rasti. Sebelum Rasti mengetahui dia hamil, dia mendapatkan fakta kalau Farheen sedang menjalani sebuah hubungan dengan perempuan yang lebih muda, dan itu Kalila. Bahkan Kalila sempat meminta Rasti untuk memutuskan Farheen. Dan hanya beberapa waktu, Rasti mengetahui kalau dia hamil.Pada akhirnya Rasti dan juga Kalila ditinggalkan oleh Farheen, karena Farheen menghilang tanpa jejak bahkan hingga saat ini.Rasti masih menunduk, dia hanya bisa menghela nafas berat. Dia tidak menyangka kalau mereka akan bertemu lagi. Dan Kalila yang dulu adalah rivalnya, sekarang malah menjadi menantunya."Apa kabarnya sang rival yang saat ini menjadi ibu mertuaku?" tanya Kalila lagi kepada
“Ibu tenang saja, semua akan baik-baik saja. Percayalah kepadaku,” jawab Dewa sambil tersenyum ke arah Rasti.Rasti mengangguk pelan. "Jangan sampai Kalila merebutmu dari ibu," gumam Rasti, namun hanya dalam hatinya, karena hal yang paling ditakutkannya adalah kehilangan Dewa. Dan dia tahu siapa Kalila, seorang wanita licik yang melakukan apa saja demi tujuannya.Dewa tahu, meskipun Rasti adalah seorang kupu-kupu malam. Namun, Rasti menyayanginya sangat tulus. Apapun Rasti lakukan demi kehidupannya yang lebih baik. Perjuangan Rasti tidak mudah, dulu saat Dewa kecil di umur Rasti yang masih sangat muda, Rasti sudah harus berjuang membesarkan seorang anak tanpa memiliki suami dan keluarga yang lainnya. Dewa berjanji dia akan membuat Rasti bahagia, dan tidak akan membiarkan Rasti menderita."Dewa, sebaiknya kita segera pergi dari sini. Karena banyak sekali pekerjaan yang harus aku kerjakan di kantor," ucap Kalila kemudian. Semakin lama disana, Kalila semakin merasa gerah berada di rumah