"Dewa Alkaizar! Kau dibebaskan!"
Suara nyaring seorang perempuan yang bertugas sebagai sipir penjara membuyarkan lamunan seorang pria muda yang sedang duduk menghadap dinding tersebut
Dia adalah Dewa Alkaizar, umur 23 tahun, anak seorang kupu-kupu malam kelas kakap pada masanya. Dia dipenjara karena kasus penganiayaan sebab menghajar seorang lelaki paruh baya yang merupakan pengguna jasa sang ibunda.
Tak terima dianiaya, Dewa dilaporkan oleh lelaki tersebut. Dan dia dituntut dua tahun penjara. Dewa tidak bisa melawan, pembelaannya diabaikan karena dia tidak memiliki uang dan kekuasaan.
Sejak itulah, Dewa bertekad kalau dia harus memiliki harta dan kekuasaan. Pertama, agar ibunya tidak lagi menjual diri. Kedua, agar orang-orang tidak lagi menindasnya.
Kreek!
Pintu besi dengan kunci besar tergantung tersebut dibuka. Dewa masih tampak berdiri tegak dengan kebingungan. Dia masih tidak percaya kalau dia sudah dibebaskan secepat itu.
“Lihat, itu Sofia….”
Para tahanan berbisik saat melihat Sofia, si sipir penjara yang memiliki tubuh yang aduhai. Namun, seketika semuanya terdiam ketika Dewa melihat ke arah tahanan yang lainnya.
Dewa adalah orang yang paling ditakuti di dalam tahanan tersebut, dia bahkan tidak segan-segan untuk menghajar tahanan lain kalau mereka membuatnya kesal. Padahal baru dua bulan dia di penjara.
“Cepat keluar! Atau kau tidak akan pernah keluar sama sekali dari dalam sini!” teriak Sofia geram melihat Dewa yang masih saja belum beranjak dari posisinya.
Dewa hanya meresponnya dengan tersenyum mengejek. Dia sama sekali tidak takut kepada Sofia ataupun sipir lainnya.
“Aku terbukti tidak bersalah, kan?” tanya Dewa kemudian, masih dengan senyum angkuhnya.
“Seseorang telah membebaskanmu!” jawab Sofia.
Hal itu sontak membuat Dewa terkejut, dia tidak percaya kalau ada orang yang akan membebaskannya dalam kurun waktu kurang lebih dua bulan. “Siapa?” tanya Dewa penasaran.
“Seorang perempuan! Dan sekarang tidak perlu banyak tanya, cepat temui mereka yang menunggumu sejak tadi!” teriak Sofia kepada Dewa dengan kesal.
Dengan masih tidak percaya, Dewa berjalan mengikuti langkah sipir penjara yang mengajaknya bertemu dengan orang yang telah membebaskannya. Dewa berjalan di belakang Sofia. Pinggul wanita itu yang berlenggak lenggok ke kiri dan ke kanan terpampang di hadapannya.
Sebagai seorang pria normal, pemandangan itu memancing hasratnya. Namun, dia hanya bisa memalingkan wajah.
Setibanya di ruang tunggu, ternyata, si wanita yang disebut sebagai pembebasnya itu tidak ikut datang. Wanita yang belum dia ketahui namanya itu hanya mengirim utusan.
Empat orang yang terdiri dari dua wanita dan dua lelaki yang berpakaian dan berkacamata hitam. Saat melihat Dewa, mereka semua berdiri dan menatapnya tajam.
“Ikutlah dengan kami, sekarang!” perintah seorang wanita kepada Dewa. Sepertinya wanita ini adalah pimpinan dari mereka, sehingga dia sedikit mendominasi dan penuh dengan perintah.
“Siapa kalian?” tanya Dewa santai, dan malah duduk pada bangku besi yang tersedia.
“Kau tidak perlu banyak tanya. Nona Kalila sudah menunggu!” teriak si wanita tadi dengan melotot.
“Aku tidak akan ikut, sebelum kalian katakan siapa yang menyuruh kalian ke sini!” jawab Dewa sambil menatap tajam ke arah wanita itu.
“Yang membebaskanmu adalah Nona Kalila, beliau ingin segera bertemu denganmu saat ini. Ada hal yang akan beliau tawarkan! Apakah jawaban itu sudah membuatmu puas?” tanya si wanita tadi kepada Dewa.
Dewa terdiam beberapa saat, dia mencoba untuk mengingat nama yang disebutkan itu, siapa tahu dia kenal. Namun, dia sama sekali tidak pernah mendengar nama tersebut.
Wanita yang sejak tadi memberi perintah sangat kesal melihat Dewa yang tidak juga beranjak dari posisinya, dia menarik baju Dewa dengan sangat kasar, hingga jarak mereka begitu dekat.
"Kau ingin mati?" tanya perempuan itu berbisik di telinga Dewa.
Dewa tidak terintimidasi oleh kata-kata itu. Justru dia tersenyum mengejek. Andai dia bisa melawan perempuan, sudah dia patahkan tangan wanita itu dengan mudah.
“Turuti apa yang Nona Kalila inginkan kalau kau tidak mau mati!” ancam wanita itu kemudian, lalu menjauhkan tubuhnya dari Dewa.
“Kalau aku tetap tidak mau?” tanya Dewa, tersenyum menantang.
Wanita itu mukanya langsung memerah. Dia mengangkat tangannya hendak menampar Dewa, namun dengan cekatan lelaki itu menangkap tangan yang putih mulusnya.
“Kau cantik, seksi, dan kasar. Aku suka wanita sepertimu,” bisik Dewa di telinga wanita itu, membuat muka wanita itu langsung memerah.
Dewa lalu melepaskan tangan wanita itu dan menjauhkan tubuhnya, persis seperti yang dilakukan wanita itu tadi.
Wanita itu menatap Dewa masih dengan pipinya yang merah merona.
“Setidaknya beritahu aku, kenapa aku dibebaskan,” ujar Dewa kemudian.
Keempat orang itu saling pandang. Si wanita yang mukanya memerah itu lalu kembali menatap Dewa.
“Sudah kujawab, Brengsek!” desis wanita itu, tetapi kemudian menjelaskan ulang meski dengan raut yang lebih garang. “Nona Kalila ingin memberimu sebuah tawaran. Nanti beliau sendiri yang akan menjelaskannya padamu. Ikut kami saja dulu!”
Dewa memutar bola matanya dan menghela napas. Orang-orang ini sepertinya tak akan memberinya jawaban yang memuaskan berapa kali pun dia mencobanya.
Akhirnya mau tidak mau Dewa hanya mengikuti ke mana orang-orang itu akan membawanya. Lagipula, semakin cepat dia meninggalkan tempat terkutuk ini, lebih baik. Sejak hari pertama dia dipenjara Dewa selalu memikirkan kondisi ibunya.
“Masuk!”
Tubuh Dewa didorong untuk masuk ke sebuah mobil yang berada di parkiran.
Perjalanan yang cukup panjang, hingga tanpa terasa mereka sudah sampai di sebuah rumah mewah yang terletak di pinggiran kota dengan halaman yang begitu luas.
Dewa diajak ke sebuah ruangan, di mana seseorang yang sudah berjasa membebaskannya di dalam penjara telah menunggunya.
Tok! Tok!
Wanita itu mengetuk pintu sebelum mempersilakan Dewa masuk.
Di dalam ruangan itu ada seorang wanita yang sedang duduk di sebuah sofa empuk dengan rokok terselip di tangannya.
“Selamat datang, Dewa,” sambut wanita yang diperkirakan berusia sekitar 40 tahun mengenakan dress selutut berwarna hitam bertali satu, menyilangkan kedua kakinya sehingga menampilkan paha yang putih mulus dengan rokok terselip di tangannya.
Walaupun wanita itu sudah sedikit berumur, namun tubuhnya masih padat berisi dan sangat terawat.
“Perkenalkan, aku adalah Kalila Nurmanegara, keturunan dari pengusaha William Nurmanegara,” ujar Kalila dengan santai sambil menghisap dalam rokoknya itu.
Kalila memandang tubuh Dewa dari atas hingga ke bawah. Dan kemudian menganggukkan kepalanya
“Terima kasih sudah membebaskanku, tapi kenapa ibu membebaskanku?” tanya Dewa dengan sesekali mencuri pandang ke arah Kalila yang masih terlihat sangat cantik. Wajahnya bahkan masih terlihat sangat muda.
Kalila tampak sengaja menggodanya dengan penampilan seksinya yang menantang. Hingga tanpa disadari matanya tidak berkedip dan tidak bisa memalingkan pandangannya dari Kalila. Dewa merasa sedikit gerah.
“Kenapa kau menatapku seperti itu?” tanya Kalila, tersenyum mengejek.
“M-maaf.” Dewa tergagap saat menyadari kalau mulutnya sedari tadi terbuka dan air liurnya hampir menetes. Dia pun lekas-lekas memperbaiki sikapnya, menjaga agar dia terlihat tenang dan tak terpancing.
“Kau tadi tanya kenapa aku membebaskanmu? Aku membebaskanmu karena aku ingin menawarkan sesuatu padamu,” ucap Kalila.
Dewa memicingkan mata, bertanya, “Apa itu?”
Kalila tak langsung menjawab. Dia berjalan mendekati Dewa, memindainya lagi dari atas ke bawah, berjalan memutarinya seolah-olah sedang mengecek seluruh tubuhnya.
Lalu wanita itu berhenti tepat saat berada di hadapan Dewa, dengan mulut mereka berjarak hanya sekitar sepuluh sentimeter saja.
“Menikahlah denganku. Setelah 10 tahun, kita bercerai!”
Dewa terdiam sejenak sambil menatap sepasang mata Kalila. Lalu, dia tertawa. “Lucu. Benar-benar lucu. Hahaha…”“Aku tidak bercanda, Dewa! Menikahlah denganku sepuluh tahun saja!” ujar Kalila dengan tegas dan menatap Dewa dengan tatapan tajam.Dewa yang semula masih tertawa langsung terdiam saat melihat raut keseriusan di wajah Kalila.“Jangan gila, Kalila!” jawab Dewa dengan keras.“Apa kau tau siapa aku?” tanya Kalila dengan senyum miringnya.“Aku tidak mengenalmu. Aku bahkan tidak memintamu membebaskanku!” Dewa dengan berani menatap Kalila, membalas tatapan sinis itu dengan tajamnya.“Lelaki yang kau buat babak belur itu adalah mantan suamiku.”Dewa terkejut mendengar pengakuan tersebut. Namun, lelaki itu berpikir, pilihannya menolak permintaan Kalila semakin benar karena alasan tersebut.“Jadi, kau ingin membalas dendam dengan menikahiku lalu menyiksaku?”Kalila mendengus. Bola mata wanita itu memutar, jengah. “Aku justru berharap kau memukulnya hingga mati, kalau perlu,” ujarnya d
“Bangsaaat!” teriak Dewa marah, matanya memerah menahan tangis dan juga amarah ketika melihat ibunya sedang bergumul dengan seorang pria tanpa mengenakan sehelai benangpun. "Keluar!"Dewa marah bukan main. Bagaimana tidak? Selama ini dia sudah berusaha bekerja apapun demi mencukupi kebutuhan mereka agar ibunya tidak lagi menjual diri."Dewa? Kamu sudah pulang?" tanya Rasti, ibunya Dewa, dengan suara serak sembari menarik selimut untuk menutupi tubuhnya yang polos."Kenapa? Ibu terkejut?!"Dewa terduduk lemas. Belum sampai dua bulan dia di penjara, pemandangan yang paling menjijikkan kembali dia lihat, ibunya melayani para pria hidung belang demi mendapatkan uang untuk menyambung hidupnya.Braaak!Dewa memukul pintu kamar yang rapuh tersebut hingga membuatnya lepas dari engselnya."Maafkan Ibu, Dewa…." Rasti berucap dengan lirih."Diaaaaaaam!" teriak Dewa.Bught! Bught!"Kau mau mati, hah?!"Dewa menghajar dengan tanpa ampun lelaki yang bersama ibunya tersebut, bahkan dia menghancurkan
“Kau mencoba memanfaatkan aku?”Dewa merasa saat ini Kalila sedang memanfaatkan. Dia berpikir, Kalila pasti meragukan kemampuannya, sehingga wanita itu dengan berani menyetujui tetapi memberikan syarat tambahan. “Tidak! Aku tidak pernah memanfaatkanmu. Tapi, aku yakin kamu tidak akan mampu!” ujar Kalila dengan jujur. “Dan ingat Dewa yang tadi kamu katakan kepadaku, semua itu ada harganya. Termasuk perusahaan ini!”Dewa benar-benar merasa tertantang untuk membuktikan perkataan Kalila, walaupun dia tidak pernah memiliki sebuah perusahaan. “Baiklah! Aku setuju!”Bagi Dewa, pantang untuknya menolak tantangan, apalagi dari seorang wanita seperti Kalila.“Apa kau yakin? Ini perusahaan besar, bukan gerobak gorengan,” ujar Kalila seolah tidak percaya dengan kemampuan Dewa.“Jangan meragukan aku, Kalila. Kau yang akan menyesal,” jawab Dewa sembari kembali menghisap rokok yang baru saja dinyalakannya dan menikmati kepulan asap putih yang semakin banyak itu.“Kalau begitu datanglah sekarang ker
Keesokan paginya di rumah kediaman Kalila tampak kesibukan yang tidak seperti biasanya. Kedua orang tua Kalila pun terlihat sedang duduk di sebuah sofa dengan wajah yang masam.Tepat pukul delapan pagi, Dewa datang seorang diri dengan mengenakan pakaian terbaik yang dimilikinya. Dia sengaja tidak mengajak sang ibu, dan berjanji akan segera memperkenalkan Kalila kepada Rasti setelah mereka menikah.“Akhirnya kamu datang juga,” sambut Kalila yang sepertinya sudah khawatir kalau Dewa tidak akan datang.“Aku pasti menepati janjiku,” jawab Dewa dengan pelan."Iya, karena kau pasti takut tidak bisa hidup," ujar Kalila."Kau yang memintaku menikahimu, berhenti berbicara, Kalila," jawab Dewa."Untungnya kau tidak membawa ibumu, karena pastinya nanti akan banyak yang mengenalinya, dia adalah kupu-kupu malam yang sangat bersinar," ejek Kalila lagi."Jangan hina ibuku!" ujar Dewa yang menahan dirinya karena saat ini dia sedang tidak mau ribut.Kalila hanya merespons dengan tersenyum meremehkan.
“Camkan itu!” bisik William dan kemudian beranjak pergi.Dewa mengepalkan tangannya menahan emosi memandang lelaki yang sudah senja itu menaiki mobilnya.“Jangan sekali-kali kau menyentuh dan mengganggu ibuku! Aku tidak peduli siapa kau! Aku akan membunuhmu!” ujar Dewa di dalam hatinya dengan gigi gemerutuk.“Kenapa? Kau marah pada papaku?” tanya Kalila menepuk pundak Dewa sambil tersenyum mengejek.Kalila tahu, William pasti mengatakan sesuatu tentang ibunya sehingga membuat Dewa begitu emosi. Karena, Dewa tidak akan sekesal itu kalau hanya dia yang dihina. Tapi, kalau menyangkut ibunya, emosi Dewa naik berkali-kali lipat. “Aku ingatkan, jangan ganggu ibuku!” ujar Dewa dengan kesal dan meninggalkan wanita yang beberapa jam lalu sudah sah menjadi istrinya itu.Cess!Dewa menyalakan rokoknya ketika tiba di halaman belakang di dekat kolam renang. Emosinya masih cukup tinggi. Namun, beberapa saat kemudian Dewa menyunggingkan senyuman di bibirnya, karena apa yang William takutkan juga s
“Apa?! Rumah?” tanya Kalila pura-pura kaget.“Jangan pura-pura tidak mengerti, Kalila!” bentak Dewa kesal.Kalila tersenyum jahat, dia sudah tahu Dewa pastinya sangat mengincar hartanya. Karena tidak ada yang dicari oleh orang miskin seperti Dewa melainkan sebuah harta kekayaan. Apalagi Dewa adalah seorang mantan narapidana, tidak akan mudah mencari pekerjaan yang layak yang bisa menghasilkan uang yang banyak."Enak sekali kau minta rumah. Kau pikir beli rumah itu seperti beli kacang goreng," jawab Kalila dengan tersenyum sinis.Dewa menatap lekat mata Kalila. Dia tersenyum miring melihat tingkah sang istri. Kalila seolah memang sengaja memancing emosi Dewa."Sesuai dengan janji yang pernah kau ucapkan, kalau kau akan menjamin kehidupan yang layak untukku dan ibuku," jawab Dewa dengan santai namun dengan penuh penekanan.Dewa tidak mau terpancing emosi. "Kita baru saja sah menjadi suami istri, kau langsung meminta rumah. Apakah tidak bisa menunggu besok, atau di hari lain. Masih bany
“Jadi, apa?” tanya Dewa setelah menuruti keinginan Kalila. Dia duduk kembali dengan mata yang terus menatap Kalila dengan tajam."Baiklah, besok bawa ibumu pindah ke sebuah rumah di perumahan Bumi Residence, rumah nomor 54 blok A," jawab Kalila pelan sembari menenggak minuman yang baru saja disediakan oleh bi Karni.Dewa hanya terdiam beberapa saat dan menolak satu gelas kecil minuman berwarna kuning kecoklatan itu yang ditawari oleh Kalila.Meskipun Dewa tinggal di lingkungan yang bebas dan tidak baik, tapi Dewa selalu menghindari minum minuman yang memabukkan itu."Jangan pernah membohongiku, Kalila!" ujar Dewa yang memastikan kalau Kalila tidak akan berbohong dengan apa yang disampaikannya."Aku tidak berbohong, aku memiliki satu rumah disana yang baru aku beli beberapa bulan lalu dan belum ditempati. Ambil saja itu untuk ibumu," jawab Kalila yang kemudian menyalakan satu batang rokok dan menghisapnya dengan pelan."Kau akan tahu akibatnya kalau kau berbohong!" ujar Dewa kesal dan
“Seperti yang kau lihat, Kalila,” jawab Rasti pelan.Kalila tersenyum sinis ke arah sang ibu mertuanya itu. Tentu saja dia bisa melihat bagaimana kondisi Rasti saat ini.Tanpa sepengetahuan Dewa, antara Rasti dan Kalila memiliki masalah yang rumit. Karena ternyata Kalila pernah menjalin kasih dengan Farheen di belakang Rasti. Sebelum Rasti mengetahui dia hamil, dia mendapatkan fakta kalau Farheen sedang menjalani sebuah hubungan dengan perempuan yang lebih muda, dan itu Kalila. Bahkan Kalila sempat meminta Rasti untuk memutuskan Farheen. Dan hanya beberapa waktu, Rasti mengetahui kalau dia hamil.Pada akhirnya Rasti dan juga Kalila ditinggalkan oleh Farheen, karena Farheen menghilang tanpa jejak bahkan hingga saat ini.Rasti masih menunduk, dia hanya bisa menghela nafas berat. Dia tidak menyangka kalau mereka akan bertemu lagi. Dan Kalila yang dulu adalah rivalnya, sekarang malah menjadi menantunya."Apa kabarnya sang rival yang saat ini menjadi ibu mertuaku?" tanya Kalila lagi kepada