Share

Part 8. Bertemu Dengan Dua Tuan Putri Kaya Raya.

Assalamualaikum..!"

"Waalaikumsalam" Desma dan nenek Aisyah serempak menjawab salam dari Mohzan yang sudah berdiri diambang pintu. Pakaian dan wajahnya sedikit kotor juga kusut.

"Dari mana Nak, kok terlambat pulang. Berkali-kali mama telponin tapi tidak ada jawaban. Chat juga centang satu." Desma memberondong pertanyaan pada putranya dengan nada cemas.

"Maaf Ma, hp Mohzan abis baterai. Tadi Mohzan ke gedung tua, disana tidak  bisa ngecas hp." Sahut Mohzan menjelaskan sambil mencium punggung tangan ibunya. "Ooh.." Jawab Desma dengan perasaan lega.

"Neneeeek...!! Nenek pasti rindu kan sama cucu nenek yang ganteng ini.." Ujar Mohzan lalu mendekati nenek Aisyah yang sedang duduk diatas sebuah kursi dihadapan meja makan. Diatas meja makan nampak beberapa piring dan mangkuk berisi makanan. Sepertinya nenek Aisyah baru saja selesai makan malam.

Nenek Aisyah mengembangkan kedua tangannya bersiap menyambut tubuh cucu kesayangannya itu di pelukannya. Mohzan tahu apa yang diinginkan neneknya, ia datang mendekat dan membiarkan kedua tangan nenek Aisyah memeluk tubuhnya.

"Mohzan sudah makan..? Ayo sini makan biar nenek ambilin nasinya." Ucap nenek Aisyah setelah ia melepaskan pelukannya ditubuh Mohzan.

"Mohzan masih kenyang Nek, tadi sore sudah makan bakso dengan adik-adik geng." Jawab Mohzan.

"Ooh, bagaimana kabar adik-adikmu disana ? semua sehat kan..?" Nenek Aisyah bertanya. "Sehat Nek..!" Jawab Mohzan sambil meletakkan sepatunya diatas rak sepatu.

"Mohzan... Ayo cepetan mandi ! Di pavilyun sudah ada yang menunggu dari tadi. Katanya mau mengerjakan PR matematika." Kata Desma pada putranya yang masih nampak dekil.

"Iya Ma." Jawab Mohzan lalu segera masuk ke kamar mandi dan membersihkan badan.

Selang berapa belas menit kemudian ia sudah keluar dari kamarnya. Mohzan sudah nampak bersih dan rapi. Wajahnya yang ganteng dan tubuhnya yang tinggi dengan kedua pangkal lengan sedikit berisi sungguh nampak semakin menawan.

Mohzan segera menuju ke ruang pavilyun yang memang sengaja diperuntukkan untuk kegiatan belajar mengajar. Disana ada beberapa pasang kursi dan meja tempat belajar siswa, ada sepasang kursi meja lagi didepan untuk Mohzan dan sebuah papan tulis mika berwarna putih yang tergantung didinding bagian depan.

Beberapa spidol dan penghapus papan tulis tersimpan disebuah kotak diatas meja Mohzan. Lalu ada sebuah lemari yang terletak disudut ruangan bagian depan yang berisi beberapa buah buku yang ditata dengan rapi.

"Maaf kalau lama menunggu." Sapa Mohzan kepada dua orang remaja putri yang berumur sekitar 16 tahun. Keduanya sama-sama duduk di bangku kelas tiga SMU.

"Tidak apa Bang Mohzan" Sahut salah seorang gadis dari mereka berdua. Gadis itu sangat cantik dengan wajah agak mirip dengan wajah gadis Tionghoa. Kulitnya putih mulus dan matanya agak sipit. Rambutnya yang panjang sangat lurus berwarna pirang.

Sedang seorang gadis yang satunya lagi juga tidak kalah cantik. Kulitnya juga putih halus tapi raut wajahnya seperti orang asia. Rambutnya yang hitam legam dan dipotong sebahu, nampak berkilau ditimpa sinar lampu di ruangan itu. Tapi walaupun nampak berbeda yang jelas keduanya berasal dari keluarga kaya raya. Itu bisa dilihat dengan kehalusan kulit mereka dan busana berkelas yang mereka kenakan.

"Bisa disebutkan namanya masing-masing biar Abang bisa memanggil dan membedakan." Ujar Mohzan ramah. Mohzan tahu kalau usia kedua gadis ini lebih muda dari dirinya yang kini telah genap berusia 22 tahun.

"Saya Ramona Bang, panggil saja Mona." Ujar gadis berambut pirang.

"Saya Khalista Bang, biasa dipanggil Lista." Jawab gadis berambut hitam legam.

"Baik, apa yang bisa Bang Mohzan bantu..?" Tanya Mohzan memulai pelajaran setelah kedua gadis itu memperkenalkan diri.

Kedua gadis itu mengeluarkan beberapa buku dari dalam tasnya. Lalu mereka memilih sebuah buku yang lebih tipis yang bertuliskan LKS Matematika Kelas 3 SMU.

"Kalian satu kelas..?" Tanya Mohzan.

Kedua gadis itu mengangguk.

"Oke kalau begitu tidak ada perbedaan pelajaran. Kalian bisa belajar berbarengan." Tukas Mohzan mulai mengamati soal yang tertulis di lembaran LKS yang disodorkan oleh salah seorang gadis itu padanya.

Mohzan kemudian menjelaskan cara singkat dan jitu untuk menjawab pertanyaan yang ada di dalam buku itu. Si gadis berambut pirang nampak antusias mendengar penjelasan Mohzan. Sekali-kali ia mengajukan pertanyaan yang langsung dijawab oleh Mohzan.

Sedangkan gadis yang satu lagi malah lebih asyik memandangi Mohzan. Ia terpana memandang kegantengan guru les muda itu.

"Khalista, apakah kamu mengerti..?" Pertanyaan Mohzan mengagetkan Khalista yang nampak tidak konsentrasi memperhatikan pelajaran.

" Mee..mengerti Bang..!" Jawab Khalista terbata-bata.

"Kalau mengerti coba jawab soal nomor 7." Perintah Mohzan.

"Kamu juga Mona, jawab soal nomor 7!" Perintah Mohzan kepada Ramona si rambut pirang.

Mohzan memberi beberapa menit waktu untuk menyelesaikan soal yang ia tugaskan.

"Sudah..?"  Mohzan bertanya setelah beberapa saat menunggu.

"Sudah Bang...!" Jawab mereka.

Mohzan memeriksa kedua buku gadis itu.

Ramona melingkari huruf B dengan jawaban adalah 2, sedangkan Khalista melingkari huruf D dengan jawaban adalah 1.

Mohzan lalu menuliskan pembahasan dipapan tulis tentang soal matriks dalam soal nomor 7 tersebut.

"Jadi jawabannya adalah B yaitu 2 !" Ujar Mohzan.

Ramona bersorak senang karena ia berhasil menjawab dengan benar. Sedangkan Khalista nampak cemberut melirik kearah Ramona.

Mohzan kemudian menjelaskan soal-soal berikutnya. Ramona dan Khalista memperhatikan dengan seksama.

"Oke, hari ini sudah cukup. Sampai jumpa lain kesempatan !" Ujar Mohzan menutup pembelajaran pada hari itu untuk kedua gadis itu.

Ramona dan Khalista merapikan buku-bukunya dan memasukkan kedalam tas masing-masing. Dihalaman sudah menunggu sebuah mobil mewah dengan seorang sopir pribadi. Setelah mengucapkan terima kasih kedua gadis itu berpamitan. Mohzan melanjutkan kegiatan belajar mengajar pada kelas berikutnya.

Sementara itu didalam mobil wajah Khalista nampak kesal kepada Ramona. Ia merasa dipermalukan dihadapan Mohzan pada saat mereka belajar tadi.

"Pintar sekali kamu cari muka..! Khalista memulai pertengkaran.

"Maksud kamu apa ?" Tanya Ramona gadis berambut pirang tidak mengerti maksud ucapan Khalista.

"Kamu senang ya, Bang Mohzan menganggap kamu lebih pintar dari pada aku ! Jangan-jangan kamu suka sama Bang Mohzan !" Ujar Khalista semakin ketus.

"Sudah Neng, jangan berantem." Sopir pribadi yang menyimak pertengkaran mereka berusaha menengahi.

"Hei, diam kamu sopir ! Atau kamu mau aku pecat hah..?!" Khalista menghardik sopir yang umurnya tentu jauh lebih tua dari dirinya. Bapak tua itu hanya terdiam mendengar kata-kata Khalista yang kasar. Ia takut kehilangan pekerjaanya. Untuk itu ia memilih diam dan terus mengemudi dengan hati-hati.

"Kamu kasar sekali. Bapak itu jauh lebih tua dari pada kita. " Ramona bermaksud menasehati Khalista.

"Kalau kasar kenapa memangnya hah..? Kalau kalian tidak suka kalian boleh pergi. Aku bisa mencari seribu sopir pengganti." Khalista mengumpat semakin kasar. Bapak sopir hanya bisa menarik nafas dalam. Ia juga sudah hafal dengan sifat anak majikannya itu.

********

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status