Share

Part 9. Viral

last update Last Updated: 2021-08-31 23:27:45

Beberapa anak yang agak besar nampak tengah sibuk menyisihkan barang-barang bekas. Mereka mengelompokkan sesuai jenis masing-masing. Ada botol bekas, tutup botol, kaleng minuman, sendok plastik dan beberapa barang lainnya. Semua barang-barang itu sudah dicuci bersih dan dihamparkan di atas sehelai terpal berwarna biru tua.

"Sudah kering semua ?"

"Sudah Bang !" Jawab Aditya mewakili yang lain.

"Oke, yang ini dipotong seperti ini. Potongan yang atas kumpulin sebelah sini dan yang potongan bawah masukkan kedalam kardus ini." Mohzan memberi komando.

"Mau kita jadikan apa botol-botol ini Bang ?" Rangga nampak belum memahami tujuan Mohzan.

"Sebagian kita jadikan tempat menyimpan pernak-pernik seperti koin, jarum, benang dan banyak - barang kecil lainnya." Mohzan memaparkan dengan sabar. 

"Terus nanti disambung dengan apa Bang ?" Rangga masih penasaran dan bertanya kembali.

"Sambungnya pakai ini !" Ujar Rangga memperlihatkan satu ikat resleting berukuran pendek.

"Oooh, aku paham sekarang." Ucap Rangga bersemangat. Ia segera mengambil sebuah cutter yang tajam dan mulai memotong botol-botol tersebut dibawah arahan Mohzan.

Mohzan memang sedang mengajarkan adik-adik angkatnya membuat barang yang berguna dari barang-barang bekas. Hasil kerajinan mereka biasanya dipasarkan Mohzan di media sosial. Uang hasil penjualan barang-barang tersebut dibelikan Mohzan pakaian dan kebutuhan mereka.

 

"Kalau yang ini bisa dijadiin apa Bang..?" Dika datang menjinjing sekantong barang.

"Apa ini Dik..?

"Sendok plastik Bang." Jawab Dika.

Mohzan berfikir sejenak. Jari tangannya menggaruk keningnya pertanda ia sedang berfikir cukup keras. Matanya meneliti semua barang-barang yang teronggok diatas terpal. Lalu ia melihat sebuah bola plastik bekas mainan anak-anak. Ia meraihnya dan tersenyum.

"Haa!, ini bisa kita jadikan lampu hias !" Seru Mohzan sumringah. Ia lalu menyuruh Dika memotong tangkai sendok-sendok plastik berwarna putih itu.  Kemudian ia asyik memberi perintah pada anak-anak yang lain.

Tiba-tiba...

"Baaang...!! Baang Mohzan.." Jery datang berlari dengan nafas tersengal.

"Aa..aada banyak orang menyerbu kesini Bang !" Teriaknya dengan muka pucat pasi. Sebuah karung yang ia sandang kemudian ia lemparkan begitu saja lalu ia lari bersembunyi dibelakang tubuh Mohzan. Ia nampak sangat ketakutan.

Teriakan Jery membuat semua anak-anak ikut ketakutan. Mereka semua berlarian dan berkumpul dibelakang Mohzan. Yuda yang paling kecil nampak mulai menangis.

"Jangan-jangan ada razia Bang..!" Seru Arya nampak cemas. Arya dengan sigap mengambil tempat disebelah Mohzan dengan posisi siap menjaga adik-adiknya.

Mohzan yang juga terkejut berusaha bersikap tenang. 

"Mohzan..! Kamu tidak sendiri..!

"Mohzan ...! Kamu tidak sendiri..!

Suara teriakan riuh semakin mendekati gedung tua itu. Anak-anak semakin ketakutan. Mohzan dengan gagah melangkah menuju arah keluar gedung tua itu. Arya dengan sigap mendampingi. Semua anak-anak berbaris mengikuti dari belakang.

Suara itu semakin mendekat dan semakin keras. Dari kejauhan terlihat banyak orang yang menuju kearah mereka. Beberapa diantaranya membawa spanduk yang dibentangkan.

Mohzan dengan sikap siap menghadapi segala kemungkinan.

Rombongan itu semakin dekat. Yel yel mereka terdengar semakin jelas.

"Mohzan..! Kamu tidak sendiri..!

Kalimat itu juga tertulis di spanduk yang mereka bentangkan.

Mohzan menyambut kedatangan rombongan tamu yang tidak diundang itu. Setelah mereka berdiri saling berhadapan, Mohzan maju beberapa langkah mendekati mereka. Arya selalu membarengi langkah Mohzan dengan sikap siap membantu Mohzan bila terjadi sesuatu yang buruk. Mereka berjalan berjejeran.

Rombongan itu ternyata dipimpin oleh seorang gadis. Wajahnya yang manis semakin menarik dengan gaya rambut dikepang dua dan memakai sebuah topi berwarna merah muda.

"Bukankah gadis itu adalah putri Bapak yang membayar separo tagihan bakso kemarin..?" Mohzan bertanya dalam hati. Dibelakang gadis itu berdiri ratusan remaja putra dan putri. Jumlahnya semakin banyak dan mengular sampai kejalan raya bagaikan semut beriringan menuju satu titik.

"Ada apa ini..?" Mohzan bertanya tegas setelah mereka bertatap muka jarak dekat.

Gadis itu maju dan berkata 

"Bang, izinkan kami bergabung dengan Abang untuk mengasihi mereka !" Sahut gadis itu sambil menoleh kepada anak-anak yang berkerumun ketakutan dibelakang Mohzan.

"Maaf, bukankah Adik adalah putri dari Bapak yang ikut membayar bakso kemarin..?" 

"Betul Bang. Nama saya Soraya, dan maafkan saya Bang, kejadian kemarin saya rekam dan sekarang sudah viral di media sosial. Banyak kawan-kawan yang ingin bergabung dengan misi sosial yang telah Abang lakukan selama ini." Jawab gadis manis yang ternyata bernama Soraya.

"Viral..??" Mohzan nampak tersentak kaget. Spontan ia merogoh kantong celananya dan mengambil ponselnya lalu memeriksa berita yang paling viral hari ini. Dan ternyata benar, berita tentang dirinya telah menyebar kemana-mana. Video kejadian di ruko bakso kemarin sudah ditonton puluhan juta warga internet. Mohzan membelalakkan matanya. Ia tidak menyangka begitu besar perhatian masyarakat terhadap kejadian kemarin.

Arus rombongan semakin deras. Tanah lapang yang ditumbuhi semak disekelilingnya itu,  kini rata dengan tanah karena terinjak ratusan pasang kaki.

Arya yang setia berdiri disamping Mohzan juga tidak kalah terkejut. Ia ikut mempelototi layar ponsel Mohzan. Sedangkan anak-anak yang berdiri dibelakang mereka belum begitu paham dengan apa yang sedang terjadi. Mereka tetap bersembunyi dibelakang Mohzan dan Arya.

"Mohzan..! Kamu tidak sendiri...!!

"Mohzan..! Kami bersamamu..!!

Yel yel kembali berkumandang semakin keras. Tak terasa air mata Mohzan berlinang. Masa depan yang cemerlang buat adik-adik angkatnya sudah terbayang didepan matanya.

"Soraya..! Terima kasih atas perhatianmu yang begitu besar kepada kami.  Marilah kita bersama mengasihi anak-anak yang tidak mempunyai orang tua dan keluarga ini." Ucap Mohzan dengan suara serak dan terharu. Soraya mengangguk tanpa kuasa menahan air matanya.

Beberapa orang pemuda maju memikul banyak sekali kardus berukuran besar. Nampaknya mereka adalah sebagian dari mahasiswa dan juga pelajar.

Kardus-kardus itu menggunung dihadapan Mohzan dan Arya.

"Bang, ini sumbangan makanan dan pakaian dari para dermawan untuk adik-adik kita. Dan ini dana yang terkumpul dari donatur yang ikhlas membantu Abang dalam membiayai kehidupan adik-adik kita ini." Papar Soraya dengan air mata mulai menetes di pipinya. Ia memandangi wajah-wajah polos yang masih saja bersembunyi dibelakang punggung Mohzan dan Raza. Nampak sekali kalau Mohzan dan Arya adalah tempat berlindung bagi mereka.

Gadis itu kemudian menyodorkan selembar cek kontan kepada Mohzan. Mohzan lalu menerimanya dan kemudian matanya terbelalak ketika membaca angka yang tertera didalam cek tersebut.

" Ya Allah..." Seru Mohzan terpana dan kini mulai menangis haru. Uang ini cukup membeli sebidang tanah dan membuat asrama tempat tinggal mereka."  Ujar Mohzan dengan suara serak dan tenggelam diantara isak tangisnya. Niatnya untuk membuatkan tempat tinggal pada adik-adik angkatnya bisa segera dia wujudkan 

Melihat Mohzan menangis tersedu-sedu dengan bahu terguncang, membuat anak-anak dibelakangnya semakin bingung. Mereka serentak mengerumuni Mohzan dan bertanya.

"Ada apa Bang..? Mengapa Abang menangis..? Kenapa Bang..? Mereka bertanya bersahutan. Beberapa diantaranya juga mulai menangis.

Mohzan duduk dan merangkul adik-adik angkatnya. Anak-anak itupun bersama-sama merangkul Mohzan. Ada yang mencium kepala Mohzan. Mereka bertangisan.

Semua hadirin yang hadir larut dalam keharuan. Suara isak tangis bergema ditempat itu. Beberapa orang wartawan nampak merekam adegan dramatis itu. Para reporter televisi yang tengah menyiarkan siaran langsung juga tidak luput dengan kaharuan. Dengan air mata berderai mereka melaporkan kejadian itu secara langsung dari tempat kejadian.

Sementara dirumah Mohzan, Desma dan nenek Aisyah juga tengah menonton siaran langsung yang disiarkan hampir di seluruh stasiun televisi. Mereka menangis sesugukkan. 

"Mohzan cucuku..!" Seru nenek Aisyah yang berulang kali menyeka air matanya. Desma dan nenek Aisyah menangis sambil berangkulan.

Disaat yang bersamaan Tuan Junara juga tengah menyaksikan berita itu. Ia nampak ikut larut dalam keharuan melihat seorang lelaki yang masih sangat muda dirangkul puluhan anak jalanan. Dua bola matanya tergenang air mata.

"Luar biasa anak muda itu !" Serunya bergumam sendiri. Sebagai seorang pemilik stasiun televisi, berita ini tentu menarik perhatiannya. Ia langsung menghubungi reporter yang sedang bertugas meliput kejadian itu.

"Undang pemuda itu ke stasiun televisi kita !" Ujarnya memberi perintah.

**********

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Rusli Yanto Dunggio
bagus indah dlm hati
goodnovel comment avatar
Hastoto Toto
lanjutkan thor...
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Lelaki Tanpa Kasta Mengguncang Dunia   Part 116. Lamaran.

    Ucapan Alpan diatas ring membuat semua keluarga besar dan orang-orang dekat Mohzan terkejut beberapa saat lalu tersenyum simpul juga beberapa detik kemudian. Tepuk tangan meriah dari semua hadirin membuat wajah Mohzan sedikit merona merah.Sementara itu Ramona terlihat gelisah. Beberapa kali gadis itu memperbaiki syal yang melilit dilehernya. Keringat dingin tiba-tiba saja membanjiri kening gadis itu. Ia sulit menggambarkan perasaannya saat ini.Dalam hati Ramona yakin kalau Mohzan akan memilih Khalista. Khalista sudah menjadi gadis yang baik dan terlihat akrab dengan Mohzan dan keluarganya.Walaupun Ramona telah mempersiapkan mentalnya sejak lama, tapi untuk melihat langsung Mohzan melamar Khalista ia merasa belum sanggup.Sementara itu Alpan dan Mohzan sudah turun dari ring. Kedua pemuda gagah itu berjalan beriringan menuju suatu titik dimana seluruh keluarga mereka duduk berderet disana.Pertama kali Mohzan menemui Desma. Ia menyalami wanita yang telah me

  • Lelaki Tanpa Kasta Mengguncang Dunia   Part 115. Dua kalimah Syahadat.

    Mohzan, Tuan Junara dan Tuan Satya serta Tuan Besar Sudarta yang sudah berdiri berjejeran diatas ring, kini terlihat saling berpandangan. Mereka bingung harus berbuat apa, sedangkan Mr. Vincent terus saja meratap menyebut asma Allah dengan air mata berlinangan.Mohzan akhirnya mendekati Mr. Vincent dan berjongkok disisinya serta memegang lembut bahu pria bule itu.“What I can do for you.?” Tanya Mohzan lirih setengah berbisik ditelinga Mr. Vincent. Mr. Vincent menoleh ke arah Mohzan yang menatap lembut kepadanya.Dengan bibir bergetar Mr. Vincent menyahut “Help me and teach me to be a moslem.”“Are you sure..?” Mohzan kembali bertanya untuk memastikan keinginan Mr. Vincent untuk menjadi seorang muslim.“Yes.. very sure..!” Sambut Mr. Vincent tegas dan mantap.Tangan Mr. Vincent menggapai bahu Mohzan dan Mohzan mengerti kalau Mr. Vincent ingin berdiri. Mohzan membantunya lalu Tuan Satya dan Tuan Junara tanpa dikomando ikut serta pula menuntun Mr. Vincent

  • Lelaki Tanpa Kasta Mengguncang Dunia   Part 114. Kalimat takbir diatas ring.

    Bunyi lonceng dipukul satu kali menandakan ronde kedua segera akan dimulai.Mr. Vincent sudah sepenuhnya mampu menguasai dirinya. Sebagai seorang olah ragawan yang penuh pengalaman tentu stamina tubuhnya sudah terlatih dengan berbagai insiden dalam pertandingan. Namun untuk kali ini ia sudah tidak mau lagi meremehkan lawan. Hatinya sedikit mulai berangsur percaya dengan yang namanya keajaiban Tuhan. Tapi ia ingin mengujinya lebih jauh lagi. Secuil keyakinannya masih diselimuti segudang rasa tidak percaya. Prosentasenya masih sangat kecil.Mr. Vincent sudah berdiri dan Mohzan pun mengikutinya. Mereka kini tegak berhadapan. Si wasit plontos mulai memberi aba-aba. Kepalanya yang botak licin kadang memantulkan cahaya lampu yang jatuh kekepalanya sedikit membuat silau mata penonton. 😂Pada ronde kedua ini Mr. Vincent mengganti jurusnya. Ia berdiri tegak lurus dengan satu kaki diangkat dan paha datar sampai kelutut. Satu tangannya juga diangkat dan telapak tangannya

  • Lelaki Tanpa Kasta Mengguncang Dunia   Part 113. Duel 3

    Tepuk tangan sudah mereda. Suasana semakin mencekam begitu wasit mempertemukan Mohzan dengan Mr. Vincent secara berhadap-hadapan.Lelaki berjas hitam bersiap dan kini mulai membacakan aturan main pertarungan itu dalam bahasa Inggris. Kedua petarung menganggukkan kepalanya tanda mengerti.Setelah pria berstelan hitam selesai membacakan aturan main dalam bahasa Inggris, kemudian giliran lelaki berjas putih yang akan menterjemahkan kedalam bahasa Indonesia.“Aturan pertandingan ini adalah :1. Pertandingan akan dilaksanakan selama 12 ronde dan durasi setiap ronde adalah 3 menit, kecuali salah satu petarung menyatakan menyerah dengan mengangkat tangannya atau kode lain jika keadaan tidak berdaya.2. Waktu istirahat 1 menit.3. Pertandingan dianggap selesai jika salah satu petarung terluka parah dan dinyatakan tidak layak lagi mengikuti pertandingan.4. Petarung diperbolehkan menggunakan jurus apapun yang dikuasainya tanpa harus mengikuti jenis be

  • Lelaki Tanpa Kasta Mengguncang Dunia   Part 112. Duel 2.

    Bab 111. Duel 2.(Ramona sudah berada disini..!) Itulah pesan singkat yang dikirimkan oleh Khalista. Alpan memutar kepalanya menoleh kearah deretan penonton dibelakang juri. Disana ia melihat Ramona duduk bersebelahan dengan Khalista. Alpan berfikir sejenak lalu bergegas meninggalkan tempat ia berdiri saat itu. Ia terlihat menemui beberapa orang dibelakang ring. Mereka berbincang beberapa saat dan nampak beberapa orang yang ditemui Alpan mengangguk-anggukkan kepalanya.Sementara itu waktu pertarungan tinggal sepuluh menit lagi. Mr. Vincent terus saja berkeliling ring memamerkan gerakan-gerakan karate yang tujuannya tak lain adalah untuk menjatuhkan mental lawan.Sedangkan Mohzan memilih tetap duduk disebuah bangku disudut ring. Ditangan kanannya ia memegang sebuah botol air mineral.Sikap Mohzan yang tak bergeming menciptakan berbagai pendapat orang-orang yang menonton duel itu. Baik yang berada langsung di gedung olah raga itu maupun yang sedang menonton dilayar

  • Lelaki Tanpa Kasta Mengguncang Dunia   Part 111. Duel 1

    Gedung olah raga dipusat kota Jakarta semakin ramai dikunjungi para calon penonton yang ingin menyaksikan langsung pertandingan duel antara Mohzan dengan Mr. Vincent. Kepada setiap calon penonton dijual satu lembar tiket yang harganya tidak terlalu mahal. Hasil penjualan tiket itu sudah disepakati akan diberikan kepada masyarakat yang berekonomi lemah dan akan disalurkan melalui dinas sosial. Hal itu menjadi persyaratan mutlak dari Mohzan sebelum menyetujui pemungutan biaya dari pertunjukkan itu.Karena besarnya gedung tidak mencukupi untuk menampung semua penonton yang hadir, maka diluar gedung disediakan layar yang sangat besar agar penonton yang tidak berhasil mendapatkan tiket tetap bisa menyaksikan jalannya pertandingan.Satu persatu tamu kehormatan memasuki gedung itu. Mereka datang dari berbagai negara guna untuk menyaksikan langsung pertandingan yang sungguh tidak biasa ini. Mereka mempunyai tugas dari negara mereka masing-masing untuk memberikan keterangan resmi s

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status