Home / Young Adult / Lepaskan Aku, Om / Bab 5. Layani aku

Share

Bab 5. Layani aku

Author: Bulandari f
last update Last Updated: 2025-06-18 22:01:47

Bab 5.

"Tapi Tuan, anda salah orang. Aku bukan jalang dan aku bukan seorang pelacur, tapi merekalah yang menjadikan aku seorang pelacur. Tolong jangan sentuh aku, Tuan."

"Banyak bacot, buruan tarik handukmu! Dan aku ingin kamu menari telanjang di hadapan ku!"

Tanganku gemetar saat menggenggam erat ujung handuk ini. Dada sesak, seperti ada batu besar menindih. Ucapan pria itu barusan bukan hanya menusuk harga diriku tapi begitu menakutkan untukku. Apa yang akan terjadi setelah ini padaku? Di saat rasa perih di tengah selangkangan ku saja belum hilang.

"Aku sudah cukup dihina, Tuan," suaraku keluar lirih, tapi jelas. Aku menatap langsung ke matanya, meskipun tubuhku menggigil ketakutan. "Kalau memang harga diriku serendah itu di matamu, biarkan saja aku mati malam ini."

Dia terdiam. Sorot matanya tidak semenggila tadi. Mungkin karena aku bicara terlalu jujur, terlalu mentah. Tapi aku tidak peduli lagi. Aku sudah kehilangan segalanya—keluarga, kebebasan, bahkan hakku untuk bermimpi.

"Aku bukan pelacur," bisikku, lebih kepada diriku sendiri, mencoba meyakinkan sisa-sisa martabatku. "Aku cuma... dipaksa jadi seperti ini. Mereka yang menjebakku. Bukan aku yang memilih."

Pria itu mendekat satu langkah. Suara sepatunya menghantam lantai marmer, dingin, seperti sorot matanya padaku.

“Lucu sekali,” katanya, suaranya berat, kasar. “Kau pikir aku peduli dengan ceritamu?”

Aku mundur setengah langkah, tubuhku menegang. Tapi dia tak berhenti bicara.

“Aku sudah keluar uang. Tidak sedikit.” Ia menunjuk ke lantai, seolah membuktikan nilainya. “Dan untuk apa? Untuk melihatmu menangis dan berdrama?”

Aku menahan napas. Ingin marah, ingin lari, tapi kaki ini seperti menancap di lantai. Tubuhku masih terbalut handuk, jantung berdetak tak beraturan.

“Jadi berhenti mengiba,” lanjutnya dingin. “Aku tidak membayarmu untuk belas kasihan.”

Aku ingin berteriak, tapi suaraku tercekat di tenggorokan. Semua rasa malu, marah, dan takut bercampur menjadi satu. Tapi yang paling kuat adalah satu hal. rasa jijik—bukan hanya pada dia, tapi pada dunia yang membuatku terperangkap di ruangan ini.

"Apa yang masih kamu lakukan, hah? Ayo lepaskan handukmu dan mulailah menari di hadapanku, jalang!"

"Aku bukan wanita jalang!" pekikku dengan bola mata tajam, yang membuatnya justru semakin marah.

Ia tarik kasar rambutku, sakit dan sangat sakit. Setelah itu ia langsung ...

Pakk

Ia menamparku, membuat ujung bibirku berdarah.

"Dasar jalang! Masih berani melawan!" ujarnya yang membentak, tatapan matanya begitu tajam sampai menembus ke hatiku.

Membuatku sangat takut, sampai aku menangis. Ia tidak peduli sana sekali, ia tarik kasar handuk ku. Sehingga memperlihatkan bagian tubuhku yang tidak mengenakan sehelai benangpun, tapi aku masih mencoba menutupi nya dengan kedua tanganku. Menutupi bagian intim saja, aku tahu itu percuma. Karena selanjutnya ia mendorong ku cukup keras.

Sampai membuat kepalaku terbentur ke sisi badan sofa yang terbuat dari kayu jati asli.

"Ahhh, sakit ... Berdarah," kataku yang menangis..

"Sakitttt ... Berdarah," masih rintihku, tapi apa dia peduli? Jawabannya tidak.

Baginya, aku miliknya malam ini. Sehingga ia bebas melakukan apapun ke tubuhku. Termasuk memperlakukanku dengan kasar seperti ini.

"Jangan mencoba mengelabui ku! Ayo hisap!"

Ia mengarahkan kemaluannya ke hadapanku, dengan posisiku yang terduduk di atas lantai, sementara ia yang sedang berdiri. "Apa yang kamu tunggu lagi, ha? Buka mulut mu!"

"Aku tidak mau," bantahku, tapi tiba-tiba tangannya mendarat lalu ...

Pakkk

Untuk kesekian kalinya ia menamparku, sampai aku bingung harus bagaimana cara menggambarkan nya. Yang jelas ini sangat sakit, perih, denyut dan membuatku kian menangis, tapi tetap saja ia tidak peduli.

Ia justru menarik kasar rambutku, membuatku yang berteriak justru membuka mulut, setelah itu. Ia memasukkan sendiri si Otong ke dalam mulutku, yang membuatku begitu sakit.

Ketika ia menekannya begitu dalam, sampai mengenai leherku.

Aku muntah akibat mual dengan apa yang ia lakukan, tapi ia justru marah dan menarik ku ke atas ranjang.

"Jangan paksa aku berbuat kasar, karena sebenarnya aku orangnya tidak tegaan," katanya memperingati.

Aku jadi teringat dengan ucapan kak Dina. "Jangan pernah melawan apa yang dikatakan oleh pelanggan, karena itu hanya akan membuat mereka semakin marah, dan kalau mereka marah. Yang ada mereka akan bermain kasar padamu, bahkan mereka tidak akan segan-segan menampar dan memukul mu."

Mengingat ucapan kak Dina, membuatku sedikit mengerti. Kalau aku tidak boleh membatah ucapan pria itu, walaupun di mataku dia begitu brengsek, kejam dan tegaan. Bukankah tadi katanya aku seusia anaknya? Lantas bagaimana kalau nasib buruk ini menimpa anaknya? Apa otaknya tidak sampai situ?

Entahlah, tapi satu hal yang pasti. Aku akan menandai mereka-mereka yang sudah memperlakukanku seperti ini, dan kelak ...

"Eh jalang, aku membayar mu bukan untuk diam, tapi aku membayar mu untuk memuaskan ku!" katanya yang membuyarkan lamunan yang penuh dengan kebencian.

Sehingga perlahan-lahan, aku mengangkat tanganku dan memberanikan diri memegang miliknya yang lumayan besar. Kalau sudah masuk otomatis mataku akan melotot menahan sakitnya.

Dan ... Pria yang aku anggap seperti sugar Dady dalam versi kejam ini justru memintaku untuk kembali menghisap batangnya.

Aku ingin menolak tapi tidak berani. Hingga akhirnya aku mengikuti kemauannya. Memasukkan permen yang tidak mau habis itu ke dalam mulutku, dan sialnya ketika ia menekan kepalaku. Membuat si Otong kembali masuk ke dalam tenggorokan. Kalau aku tidak cepet-cepet mengeluarkan si Otong dari dalam mulutku. Kemungkinan kecil aku bisa pingsan.

Karena barang sebesar dan sepanjang gitu harus masuk ke dalam mulutku. Ini saja sudah penuh dan membuatku mual. "Jangan muntah!" titahnya, selanjutnya ia berkata, "Telan saja!"

Di situ aku tidak tahan dan langsung berlari menuju arah kamar mandi, tapi sialnya dia mengikuti ku.

Ia dorong badanku tersandar ke dinding tembok kamar mandi, lalu ia memaksa si Otong masuk lewat belakang.

Lewat depan saja rasanya sakit, apalagi Lewat dari belakang. Tapi pria sugar Dady itu tidak peduli.

Ia paksa masuk si Otong ke dalam, membuatku langsung merintih kesakitan, tapi ia marah saat aku berteriak. Sehingga dia memintaku untuk diam dan jangan sampai berteriak. Kalau katanya, "Ribut amat sih! Lagian tidak akan ada yang peduli padamu di sini, asal kamu tahu itu!' katanya penuh dengan nada peringatan.

Tubuhku masih gemetar, napasku sesak, tapi ada bara yang mulai menyala di dalam dada. Bara itu bukan ketakutan. Tapi dendam. Dendam pada mereka yang memperlakukan aku seperti benda. Dendam pada dunia yang diam saat aku dipaksa tunduk.

Ketika dia menarik rambutku lagi dan mengumpat, aku melirik sekilas ke meja kecil di sebelah ranjang. Ada vas bunga di sana. Berat. Terbuat dari kaca.

Tanganku bergerak cepat.

Brak!

Aku menghantamkan vas itu ke kepala pria keparat itu sekuat tenaga. Ia terhuyung ke belakang sambil memegangi pelipisnya yang mulai mengucurkan darah. Matanya membelalak tak percaya.

"Aku bukan boneka!" teriakku, suaraku pecah, penuh air mata. "Dan kau... bukan tuhan yang bisa memperlakukan aku semaumu!"

Ia mengumpat lagi, mencoba bangkit dan menjangkauku. Tapi kali ini, aku tidak mundur. Aku menendangnya tepat di perut. Ia terbatuk keras dan terjatuh ke lantai, mengerang kesakitan.

Aku ambil handukku, membungkus tubuhku sebisanya, lalu meraih ponsel yang tersembunyi di balik lipatan tirai kamar. Sinyalnya lemah, tapi cukup. Aku tekan nomor yang telah kupersiapkan sejak malam pertama aku masuk 'tempat neraka' ini. Nomor satu-satunya harapan.

Tanganku gemetar, tapi aku bicara jelas saat sambungan tersambung.

"Halo ...."

Bersambung

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Lepaskan Aku, Om   Bab 7. Bukan artis ibukota melainkan artis bintang film PO**o

    Bab 7Aku terus-terusan kepikiran dengan ucapan kak Dina, yang berkata sebentar lagi aku akan di jadikan sebagai pemeran utama dalam film PO*no, apa aku harus bahagia atau malah sebaliknya.Untuk menjadi bintang film itu adalah impian ku semenjak kecil, tapi aku tidak pernah bermimpi akan menjadi bintang film dewasa. Tidak pernah sama sekali.Tapi ... Siang ini aku mendengar obrolan dari beberapa wanita yang mengatakan kalau aku termasuk beruntung. Karena baru pertama kali masuk ke tempat itu sudah dijadikan sebagai bintang utama dalam pembuatan film dewasa.Aku hanya bisa duduk diam di sudut ruangan itu, tangan mengepal di atas pangkuan. Kata-kata mereka terus berputar di kepalaku, seperti gema yang tak bisa dihentikan."Dia beruntung banget… baru masuk, langsung jadi pemeran utama.”Beruntung? Aku ingin tertawa, tapi suara itu terjebak di tenggorokan. Apa mereka tahu bagaimana rasanya saat impian masa kecil yang indah berubah jadi bayangan buram seperti ini?Aku tidak tahu harus mer

  • Lepaskan Aku, Om   Bab 6. Hukuman

    Bab 6"Tolong hentikan Madam, sakit. Aku mohon ampun, Madam. Please ... Tolong hentikan ... Tolong hentikan ... Aku mohon...," ujar ku yang tengah menangis, merintih dan memohon belas kasihan dari Madam Sarah, ia menyiksaku. Memasukkan sesuatu ke dalam selangkanganku menggunakan sebuah alat dewasa yang dimasukkan ke dalam kemaluanku.Awalnya aku merasa kenikmatan, tapi lama kelamaan rasanya sakit, perih dan aku tidak kuat.Hingga aku merintih dan memohon ampun, tapi tidak ada seorangpun yang peduli. Aku dijadikan tontonan. Yang sialnya, sebuah kamera mengarah ke aku.Merekam setiap detail apa yang mereka lakukan padaku, tawa suara pria menggelegar di ruangan itu, dilanjutkan dengan dua orang pria yang justru berjalan ke arahku.Ia cabut alat itu, membuatku merasa sedikit enakkan, walaupun masih ada perih sedikit di area kemaluan.Tapi, yang awalnya aku pikir hukuman itu berhenti justru tidak, ternyata dua pria itu lebih kasar daripada alat yang mereka masukkan ke dalam kemaluanku.Mer

  • Lepaskan Aku, Om   Bab 5. Layani aku

    Bab 5."Tapi Tuan, anda salah orang. Aku bukan jalang dan aku bukan seorang pelacur, tapi merekalah yang menjadikan aku seorang pelacur. Tolong jangan sentuh aku, Tuan.""Banyak bacot, buruan tarik handukmu! Dan aku ingin kamu menari telanjang di hadapan ku!"Tanganku gemetar saat menggenggam erat ujung handuk ini. Dada sesak, seperti ada batu besar menindih. Ucapan pria itu barusan bukan hanya menusuk harga diriku tapi begitu menakutkan untukku. Apa yang akan terjadi setelah ini padaku? Di saat rasa perih di tengah selangkangan ku saja belum hilang."Aku sudah cukup dihina, Tuan," suaraku keluar lirih, tapi jelas. Aku menatap langsung ke matanya, meskipun tubuhku menggigil ketakutan. "Kalau memang harga diriku serendah itu di matamu, biarkan saja aku mati malam ini."Dia terdiam. Sorot matanya tidak semenggila tadi. Mungkin karena aku bicara terlalu jujur, terlalu mentah. Tapi aku tidak peduli lagi. Aku sudah kehilangan segalanya—keluarga, kebebasan, bahkan hakku untuk bermimpi."Aku

  • Lepaskan Aku, Om   Bab 4. Menari telanjang di hadapan ku

    Bab 4Apa ini yang dinamakan kehilangan raga? Ketika aku merasa tubuhku hina dan tidak berarti lagi.Di bawah pancuran shower aku menangis, meratapi diri yang habis di genjot oleh kakek tua, dia memang meninggalkan uang untukku, katanya sebagai tips karena dia puas.Tapi masalahnya aku bukan pelacur, dan tidak ingin dijadikan sebagai pelacur. Tapi takdir berkata lain, rasa sakit di tengah selangkangan ku belum hilang.Aku sudah diminta kembali melayani tamu, yang katanya seorang bos perusahaan.Walaupun terkenal keren tapi itu menjijikan, kenapa aku harus melayaninya? Aku bukan istrinya, bukan juga kekasihnya, atau selingkuhannya. Sama sekali bukan, dan aku juga bukan seorang pelacur. Tapi madam Sarah justru memaksaku menjadi pelacur."Bukankah pekerjaan ini enak? Kamu cukup ngangkang dan di kasih uang, iya, kan?" katanya dengan penuh keangkuhan, seakan-akan uang adalah segalanya, sampai bisa membeli tubuh wanita yang tidak tahu apa-apa.Aku hanya bisa diam mendengar ucapan Madam Sara

  • Lepaskan Aku, Om   Bab 3. Pelanggan pertama kakek tua

    Bab 3Sayangnya, aku tidak bisa berbincang lama dengan kak Dina, sebab seseorang langsung masuk ke dalam kamar. "Dina, kamu di panggil dengan Madam Sarah," ujar seorang wanita yang usianya sekitar 30 tahun ke atas."Key, aku pergi yah. Cepat habiskan makananmu sebelum terlambat.""Sebelum terlambat, maksudnya?" tanyaku yang sia-sia, sebab kak Dina pergi tanpa menjelaskan apapun kepadaku, mungkinkah ... Entahlah, bagaimana aku bisa selera makan. Kalau perasaanku dihantui rasa cemas gini. Sampai-sampai aku masih menatap pintu yang baru saja ditutup Kak Dina. Rasa-rasanya, dinding kamar ini makin menyempit, udara makin menekan dadaku. Aku mencoba menelan nasi yang tersisa di piring, tapi lidahku seakan menolak. Ada firasat aneh yang mengganggu pikiranku, apalagi setelah kalimat terakhir Kak Dina—*sebelum terlambat*.Apa maksudnya?Belum sempat aku berdamai dengan pikiranku sendiri, pintu kamar terbuka kembali. Kali ini bukan Kak Dina. Seorang perempuan tinggi, dingin, dengan rambut disan

  • Lepaskan Aku, Om   Bab 2. Aku dijadikan bintang film dewasa

    Bab 2"Ayo Madam, periksa!" ujar Revan."Rev, apa-apaan sih Lo? Lo sudah janji bakal jaga aku dengan baik, Rev. Tapi apa yang Lo lakukan, Rev. Tolong lepaskan tanganmu Rev. Aku malu, Rev.""Diam aja Lo, Key. Gue butuh uang."Aku langsung mengalihkan pandanganku ke arahnya. "Itu artinya kamu menjual ku, Rev?"Tidak ada jawaban, tapi yang aku rasakan kini. Dua jari masuk ke dalam kemaluanku. Ku tatap wanita yang berwajah sangar itu, tanpa rasa iba dan rasa malu. Ia masukkan jari tangannya ke dalam kemaluanku.Membuatku selain merintih sakit karena dia menusuk nya ke dalam, aku juga merasa malu. Karena jujur, ini untuk pertama kalinya seseorang memasukkan jari tangannya ke dalam kemaluanku. "Arhhh ah Tante sakit," rintihku. Sehingga ia melepaskan jari tangannya dari dalam."Bagaimana Madam? Dia masih perawan, kan?" tanya Revan."Hmmm, baiklah. Aku berani bayar dia 300 JT.""300 JT, itu terlalu sedikit Madam. Bisakah kamu tambah lagi. 700 JT madam.""Kamu pikir uang 700 JT sedikit hah? Ba

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status