Home / Young Adult / Lepaskan Aku, Om / Bab 6. Hukuman

Share

Bab 6. Hukuman

Author: Bulandari f
last update Huling Na-update: 2025-07-10 22:32:16

Bab 6

"Tolong hentikan Madam, sakit. Aku mohon ampun, Madam. Please ... Tolong hentikan ... Tolong hentikan ... Aku mohon...," ujar ku yang tengah menangis, merintih dan memohon belas kasihan dari Madam Sarah, ia menyiksaku. Memasukkan sesuatu ke dalam selangkanganku menggunakan sebuah alat dewasa yang dimasukkan ke dalam kemaluanku.

Awalnya aku merasa kenikmatan, tapi lama kelamaan rasanya sakit, perih dan aku tidak kuat.

Hingga aku merintih dan memohon ampun, tapi tidak ada seorangpun yang peduli. Aku dijadikan tontonan. Yang sialnya, sebuah kamera mengarah ke aku.

Merekam setiap detail apa yang mereka lakukan padaku, tawa suara pria menggelegar di ruangan itu, dilanjutkan dengan dua orang pria yang justru berjalan ke arahku.

Ia cabut alat itu, membuatku merasa sedikit enakkan, walaupun masih ada perih sedikit di area kemaluan.

Tapi, yang awalnya aku pikir hukuman itu berhenti justru tidak, ternyata dua pria itu lebih kasar daripada alat yang mereka masukkan ke dalam kemaluanku.

Mereka memaksaku untuk menghisap kemaluan mereka, dan yang satu menjilati kemaluanku.

Di situ aku mengerang kenikmatan, ingin ia memasukkan si Otong ke dalam, tapi ia justru berhenti. Dan tertawa menatapku yang mulai ketagihan. "Tolong masukan, Om. Jangan berhenti," kataku dengan nada memohon, dan jari tanganku yang mencoba memuaskan diri sendiri.

Aku tidak mengerti apa yang mereka inginkan sekarang, tadi mereka membuatku merintih menahan sakit, lantas sekarang mereka membuatku tergantung dan ingin merasakan penyatuan itu. Tapi dua orang pria itu tidak melakukan apapun. Hanya menatapku yang tengah telanjang bulat.

Tapi tiba-tiba madam Sarah mendekat, ia langsung berkata ke aku, "Ini hukuman untuk kamu, Key. Karena sudah mengecewakan pelanggan."

"Madam, maafkan aku. Tapi aku ...." Aku bingung dengan diriku sendiri kini, atau apa mungkin karena aku lagi terpancing pada hasrat yang tidak bisa aku kendalikan. Atau mereka memasukkan sesuatu ke dalam minuman ku.

Entahlah, tapi yang aku ingat. Setelah aku mengacaukan malam panas dengan seorang CEO itu, lantas aku di seret ke dalam ruangan yang seisi ruangan itu terdapat kamera, dan banyak alat seks lainnya.

Di dalam juga ada beberapa pria yang bertelanjang bulat, dan ada pula dua orang wanita yang sedang melakukan penyatuan dengan beberapa pria lain.

Aku juga tidak sempat bertanya tempat apa ini, yang aku tahu aku di kasih minum dan mereka memaksaku untuk minum. Hingga sekarang aku tidak bisa mengembalikan diriku sendiri.

Aku memohon ke kedua pria itu, agar menyetubuhi ku. Tapi madam Sarah justru tidak memberikan perintah, ia hanya berkata, "Aku memberikan mu pekerjaan yang enak, lalu kamu juga di bayar dengan harga mahal. Lantas sekarang kamu membuatku marah, sekarang rasakan apa yang terjadi ke kamu. Apa kamu membutuhkannya?"

Aku tidak begitu paham dengan maksud ucapannya, yang jelas aku menganggukkan kepala dan berkata, "Suruh mereka segera memasukkannya Madam, aku kepengen Madam. Aku tidak tahan lagi.'

"Boleh, tapi kamu harus bayar."

"Bayar? Kenapa harus bayar?"

Di sini aku benar-benar kebingungan, kenapa harus bayar? Bukankah mereka mendapatkan uang dan kenikmatan juga, tapi kenapa aku yang justru keluar uang.

Ternyata kata madam Sarah. "Bagaimana rasanya, key? Sakit kan kalau tidak dapat? Begitu juga yang mereka rasakan, sakit ketika tidak dapat melakukan intim dengan mu. Padahal mereka sudah mengeluarkan uang, tapi kamu justru mengecewakan dan tidak memberikan pelayanan yang baik."

Di situ aku terdiam, ternyata ini maksud Madam Sarah menghukumku seperti ini, ia membuatku terangsang, tapi disaat aku butuh pelampiasan. Ia justru memilih untuk membuat ku menahan sakit. Seakan ini yang dirasakan oleh pelanggan ketika aku tidak berhasil memuaskan nafsunya.

"Ingat Key, kamu sudah aku bayar mahal di sini. Jadi aku tidak mau dengar lagi kalau ada pelanggan yang kecewa padamu, kalau hal itu masih terjadi Key. Maka aku akan menghukummu seharian tanpa henti!"

Aku terdiam, tubuhku gemetar tak tertahankan. Mataku masih memandangi kamera yang menyala merah, merekam setiap detik kehancuran yang tak bisa kuhentikan. Nafasku tersengal, tidak tahu lagi mana yang nyata dan mana yang hanya ilusi dari obat yang mereka masukkan ke dalam minumanku.

Madam Sarah mendekat lagi, kali ini suaranya lebih pelan, seperti bisikan dari neraka.

"Kamu pikir ini hanya soal kesenangan, Key? Ini bisnis. Kekecewaan pelanggan sama dengan kerugian. Dan kerugian adalah dosa di tempat ini."

Aku menggigit bibir, mencoba menahan tangis. Tubuhku lelah, batinku remuk. Aku hanya ingin semuanya berhenti, tapi tidak ada yang peduli. Aku bukan lagi manusia di mata mereka, hanya komoditas.

"Besok kamu akan tampil lagi. Kali ini pastikan kamu tidak mengecewakan," katanya dingin. "Atau hukumannya akan lebih lama."

Tanganku mengepal di sisi tubuhku. Aku tidak tahu sampai kapan aku bisa bertahan di tempat ini. Tapi satu hal yang pasti: jika aku ingin hidup... aku harus mencari jalan keluar.

_____

Tubuhku gemetar saat dua pria membawa kembali tubuhku yang lemas ke dalam kamar sempit yang disebut "kamarku". Matras tua dan lampu redup menyambutku dengan dingin. Aku tidak tahu apakah ini tempat beristirahat atau penjara.

Mereka meletakkanku di kasur, lalu meninggalkan kamar tanpa sepatah kata. Pintu tertutup rapat. Aku tidak bisa menahan tangis. Aku menarik lututku ke dada, tubuhku masih terasa nyeri, bukan hanya secara fisik… tapi batin ini seperti dicabik.

Tak lama kemudian, pintu terbuka. Dina masuk.

Aku berharap ia akan menunjukkan sedikit rasa simpati, tapi harapan itu langsung padam saat mendengar suaranya yang dingin.

"Aku sudah bilang ke kamu, Key..." ucapnya dengan nada datar, tapi penuh tekanan. "Jangan pernah mengecewakan pelanggan."

Aku tidak menjawab, hanya menatapnya dengan mata sembab.

"Aku serius," lanjutnya, kini ia berdiri tepat di hadapanku, tangannya bersedekap. "Kamu pikir hukuman barusan berat? Itu belum seberapa, Key. Itu masih ringan."

"Aku... aku nggak sengaja, Dina... aku nggak tahu apa yang terjadi semalam..." suaraku tercekat, penuh sesal dan ketakutan.

Dina mendekat, duduk di pinggir kasur, suaranya berubah pelan tapi lebih menusuk.

"Kalau Madam Sarah mau, kamu bisa aja dijual keluar negeri. Diselundupin. Dijadikan barang di pasar gelap. Bahkan... ginjalmu bisa diambil, Key. Kamu bisa mati."

Aku menutup wajahku dengan kedua tangan. "Jangan bilang gitu, Dina... aku takut... aku nggak kuat..."

Air mataku tumpah lagi. Tapi Dina tidak memelukku, tidak menenangkan. Ia hanya berdiri kembali, menatapku dengan mata penuh tekanan seperti orang yang sudah lama mati rasa.

"Kamu harus tahu tempatmu di sini, Key. Jangan berharap ada yang peduli. Aku sudah melewati semua ini lebih lama dari kamu. Dan percaya padaku... tempat ini tidak menyisakan ruang untuk kesalahan."

Dia berbalik, berjalan ke pintu. Tapi sebelum keluar, dia sempat menoleh dan berkata, "Istirahat lah, karena setelah ini kamu akan di minta untuk menjadi peran sebagai pemain film PO*no"

"Apa, kak Dina."

Kak Dina langsung menghilang di balik pintu, membuatku yang tengah bimbang ini justru bergumam pada diri. "Apa maksud dari kak Dina tadi?"

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Lepaskan Aku, Om   Bab 7. Bukan artis ibukota melainkan artis bintang film PO**o

    Bab 7Aku terus-terusan kepikiran dengan ucapan kak Dina, yang berkata sebentar lagi aku akan di jadikan sebagai pemeran utama dalam film PO*no, apa aku harus bahagia atau malah sebaliknya.Untuk menjadi bintang film itu adalah impian ku semenjak kecil, tapi aku tidak pernah bermimpi akan menjadi bintang film dewasa. Tidak pernah sama sekali.Tapi ... Siang ini aku mendengar obrolan dari beberapa wanita yang mengatakan kalau aku termasuk beruntung. Karena baru pertama kali masuk ke tempat itu sudah dijadikan sebagai bintang utama dalam pembuatan film dewasa.Aku hanya bisa duduk diam di sudut ruangan itu, tangan mengepal di atas pangkuan. Kata-kata mereka terus berputar di kepalaku, seperti gema yang tak bisa dihentikan."Dia beruntung banget… baru masuk, langsung jadi pemeran utama.”Beruntung? Aku ingin tertawa, tapi suara itu terjebak di tenggorokan. Apa mereka tahu bagaimana rasanya saat impian masa kecil yang indah berubah jadi bayangan buram seperti ini?Aku tidak tahu harus mer

  • Lepaskan Aku, Om   Bab 6. Hukuman

    Bab 6"Tolong hentikan Madam, sakit. Aku mohon ampun, Madam. Please ... Tolong hentikan ... Tolong hentikan ... Aku mohon...," ujar ku yang tengah menangis, merintih dan memohon belas kasihan dari Madam Sarah, ia menyiksaku. Memasukkan sesuatu ke dalam selangkanganku menggunakan sebuah alat dewasa yang dimasukkan ke dalam kemaluanku.Awalnya aku merasa kenikmatan, tapi lama kelamaan rasanya sakit, perih dan aku tidak kuat.Hingga aku merintih dan memohon ampun, tapi tidak ada seorangpun yang peduli. Aku dijadikan tontonan. Yang sialnya, sebuah kamera mengarah ke aku.Merekam setiap detail apa yang mereka lakukan padaku, tawa suara pria menggelegar di ruangan itu, dilanjutkan dengan dua orang pria yang justru berjalan ke arahku.Ia cabut alat itu, membuatku merasa sedikit enakkan, walaupun masih ada perih sedikit di area kemaluan.Tapi, yang awalnya aku pikir hukuman itu berhenti justru tidak, ternyata dua pria itu lebih kasar daripada alat yang mereka masukkan ke dalam kemaluanku.Mer

  • Lepaskan Aku, Om   Bab 5. Layani aku

    Bab 5."Tapi Tuan, anda salah orang. Aku bukan jalang dan aku bukan seorang pelacur, tapi merekalah yang menjadikan aku seorang pelacur. Tolong jangan sentuh aku, Tuan.""Banyak bacot, buruan tarik handukmu! Dan aku ingin kamu menari telanjang di hadapan ku!"Tanganku gemetar saat menggenggam erat ujung handuk ini. Dada sesak, seperti ada batu besar menindih. Ucapan pria itu barusan bukan hanya menusuk harga diriku tapi begitu menakutkan untukku. Apa yang akan terjadi setelah ini padaku? Di saat rasa perih di tengah selangkangan ku saja belum hilang."Aku sudah cukup dihina, Tuan," suaraku keluar lirih, tapi jelas. Aku menatap langsung ke matanya, meskipun tubuhku menggigil ketakutan. "Kalau memang harga diriku serendah itu di matamu, biarkan saja aku mati malam ini."Dia terdiam. Sorot matanya tidak semenggila tadi. Mungkin karena aku bicara terlalu jujur, terlalu mentah. Tapi aku tidak peduli lagi. Aku sudah kehilangan segalanya—keluarga, kebebasan, bahkan hakku untuk bermimpi."Aku

  • Lepaskan Aku, Om   Bab 4. Menari telanjang di hadapan ku

    Bab 4Apa ini yang dinamakan kehilangan raga? Ketika aku merasa tubuhku hina dan tidak berarti lagi.Di bawah pancuran shower aku menangis, meratapi diri yang habis di genjot oleh kakek tua, dia memang meninggalkan uang untukku, katanya sebagai tips karena dia puas.Tapi masalahnya aku bukan pelacur, dan tidak ingin dijadikan sebagai pelacur. Tapi takdir berkata lain, rasa sakit di tengah selangkangan ku belum hilang.Aku sudah diminta kembali melayani tamu, yang katanya seorang bos perusahaan.Walaupun terkenal keren tapi itu menjijikan, kenapa aku harus melayaninya? Aku bukan istrinya, bukan juga kekasihnya, atau selingkuhannya. Sama sekali bukan, dan aku juga bukan seorang pelacur. Tapi madam Sarah justru memaksaku menjadi pelacur."Bukankah pekerjaan ini enak? Kamu cukup ngangkang dan di kasih uang, iya, kan?" katanya dengan penuh keangkuhan, seakan-akan uang adalah segalanya, sampai bisa membeli tubuh wanita yang tidak tahu apa-apa.Aku hanya bisa diam mendengar ucapan Madam Sara

  • Lepaskan Aku, Om   Bab 3. Pelanggan pertama kakek tua

    Bab 3Sayangnya, aku tidak bisa berbincang lama dengan kak Dina, sebab seseorang langsung masuk ke dalam kamar. "Dina, kamu di panggil dengan Madam Sarah," ujar seorang wanita yang usianya sekitar 30 tahun ke atas."Key, aku pergi yah. Cepat habiskan makananmu sebelum terlambat.""Sebelum terlambat, maksudnya?" tanyaku yang sia-sia, sebab kak Dina pergi tanpa menjelaskan apapun kepadaku, mungkinkah ... Entahlah, bagaimana aku bisa selera makan. Kalau perasaanku dihantui rasa cemas gini. Sampai-sampai aku masih menatap pintu yang baru saja ditutup Kak Dina. Rasa-rasanya, dinding kamar ini makin menyempit, udara makin menekan dadaku. Aku mencoba menelan nasi yang tersisa di piring, tapi lidahku seakan menolak. Ada firasat aneh yang mengganggu pikiranku, apalagi setelah kalimat terakhir Kak Dina—*sebelum terlambat*.Apa maksudnya?Belum sempat aku berdamai dengan pikiranku sendiri, pintu kamar terbuka kembali. Kali ini bukan Kak Dina. Seorang perempuan tinggi, dingin, dengan rambut disan

  • Lepaskan Aku, Om   Bab 2. Aku dijadikan bintang film dewasa

    Bab 2"Ayo Madam, periksa!" ujar Revan."Rev, apa-apaan sih Lo? Lo sudah janji bakal jaga aku dengan baik, Rev. Tapi apa yang Lo lakukan, Rev. Tolong lepaskan tanganmu Rev. Aku malu, Rev.""Diam aja Lo, Key. Gue butuh uang."Aku langsung mengalihkan pandanganku ke arahnya. "Itu artinya kamu menjual ku, Rev?"Tidak ada jawaban, tapi yang aku rasakan kini. Dua jari masuk ke dalam kemaluanku. Ku tatap wanita yang berwajah sangar itu, tanpa rasa iba dan rasa malu. Ia masukkan jari tangannya ke dalam kemaluanku.Membuatku selain merintih sakit karena dia menusuk nya ke dalam, aku juga merasa malu. Karena jujur, ini untuk pertama kalinya seseorang memasukkan jari tangannya ke dalam kemaluanku. "Arhhh ah Tante sakit," rintihku. Sehingga ia melepaskan jari tangannya dari dalam."Bagaimana Madam? Dia masih perawan, kan?" tanya Revan."Hmmm, baiklah. Aku berani bayar dia 300 JT.""300 JT, itu terlalu sedikit Madam. Bisakah kamu tambah lagi. 700 JT madam.""Kamu pikir uang 700 JT sedikit hah? Ba

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status