Cora sangat jelas bisa melihat kekhawatiran Axel pada kondisi Shea yang baru saja dihabisi di dalam kandang. Berbeda dengan ekspresi puas Axel yang diperlihatkan saat dirinya mati-matian menahan sakit tepat di depan mata kakaknya itu. Iya, bisa dimengerti rasa benci yang selama ini Axel rasakan karena pengkhianatan ayahnya. Tapi dia tidak terima, kenapa hanya dia yang merasa tersakiti?
Kricing!
Tiba-tiba Zero, kucing peliharaan Max, datang dan membelit kaki Cora. Tatapan dinginnya perlahan menghangat menatap mata biru milik kucing anggora itu.Cora langsung menggendong Zero sambil mengelus bulu halusnya. “Kau selalu datang saat aku butuh…” gumamnya dengan senyum tipisnya.
“Kau mau ngopi bersamaku?” tanya seseorang di belakang Cora. Suara itu sangat Cora kenal.
Cora menurunkan Zero dari gendongannya lalu melangkah pergi tanpa membalikkan tubuhnya.
Max hanya diam melihat penolakan yang Cora
Cora, Finn, dan Shea kini kembali masuk ke kelas Cora yang sudah kosong tadi. Finn dan Shea duduk menghadap Cora, ingin segera mewawancarai gadis polos yang baru saja berubah menjadi gadis yang melambangkan iblis melalui sorot matanya.“Apa yang ingin kau katakan?” tagih Cora.“Ternyata perasaan berbeda yang kurasakan adalah karena kau masih saudaraku,” kata Finn membuka pembicaraan.“Tidak usah berbelit-belit, Finn. Aku malas membahas itu.” Perasaan marah Cora sangat terlihat sekarang. Itu juga membuat Finn paham, tak semudah itu Cora bisa menerima semuanya.“Apa yang kau rencanakan? Kenapa kemarin kau malah bersama ayahku?” tanya Finn langsung pada topik pembicaraannya.“Aku ingin bermain. Perjudian itu terdengar menyenangkan,” santai Cora.“Katakan saja rencanamu,” desak Finn.Cora terkekeh. “Kenapa? Kau sangat ingin tahu rencanaku karena rencanamu
“Selamat malam semuanya! Malam ini adalah hari kedua permainan Double Wine. Dan malam ini aku akan mengumumkan sesuatu,” sambut Max.Max membiarkan tepuk tangan penonton habis, lsebelum melanjutkan perkataannya. “Jadi, untuk perjudian Double Wine, akan diadakan Champion hanya khusus perjudian ini. Maka dari itu, para pemain harus lebih menguasai permainannya agar bisa terpilih untuk masuk ke Final nanti.”Penonton bersorak lagi dengan semangat.“Pemenangnya akan mendapatkan total hadiah 1 Triliun!” tambah Max.Mendengar pengumuman hadiah itu, semakin membuat penonton heboh. Seperti tak sabar untuk segera terjun ke Champion judi yang sangat luar biasa itu.“Oke, malam ini kita akan langsung memulai perjudiannya untuk mengumpulkan kandidat-kandidat terpilih di Champion nanti. Pemain ronde pertama silahkan masuk!”Kini Axel masuk ke arena judi dengan lebih percaya diri dari sebelumnya. Dia sudah b
Ting!Dentingan dua gelas berisi Wine, membuka pembicaraan antara Tn. Warren dan Tn. Edgar yang baru saja selesai makan malam di ruangan Tn. Warren lagi."Aku pikir Cora akan menembak Axel tadi,” kata Tn. Edgar sambil terkekeh. Sikap Cora tadi memang terlihat seperti ingin membunuh mangsa yang terlihat tepat di depan matanya.“Biarkan saja. Sebaiknya jangan terlalu serius dulu.” Tn. Warren kemudian mengeluarkan beberapa kertas yang berisi daftar nama peserta yang akan Cora jebloskan nanti.Tn. Edgar membaca nama-nama yang tertera di sana. Kemudian matanya berhenti di satu nama. "Finn?”Tn. Warren mengangguk."Kau membiarkan anakku masuk ke final?!” tanya Tn. Edgar tak terima."Kenapa? Bukankah kau sendiri yang memberikan Cora hak untuk memilih sendiri targetnya?" kata Tn. Warren santai."Bagaimana kalau…”“Sudahlah… Jangan terlalu khawatir. Kau lupa, Finn
“Daripada memiliki keluarga tapi merasa kosong, lebih baik tidak usah menganggap siapapun sebagai keluarga.”“Termasuk aku? Kau tidak mau menganggapku keluarga? Apa kau juga mau menyingkirkanku dengan membuatku terjeblos di perjudian itu?”Cora menatap tajam Finn. “Kalau kau tidak mau ya sudah. Aku tidak memaksamu.”“Baiklah, kalau begitu aku tidak jadi ikut ke perjudian itu.” Finn bangkit dari duduknya lalu pergi dari kedai. Padahal, minuman yang dia pesan belum sampai ke mejanya.“Apa aku salah bicara?” gumam Cora heran.***"Ini, makanlah." Axel memberikan sup tahu pedas kesukaan Shea.Shea hanya melihat mangkuk yang diletakkan di nakas. “Apa kau gila? Bagaimana caraku makan?” omelnya sambil mengangkat tangan kanannya yang terborgol.Tak banyak bicara, Axel langsung mengambil mangkuk itu lalu menyuapi Shea.Shea membuka mulut dan melahap makan
“Buka pintunya aku harus masuk ke kampus,” pinta Shea.“Apa jaminannya kau tidak akan kabur?”“Ponsel saja aku tidak bawa. Lalu pintu di gedung ini hanya satu. Bagaimana caraku kabur?”“Baiklah…” kata Axel, tanpa sadar dengan mudah melepaskan Shea. Dia membuka pintu mobil yang sedari tadi masih terkunci.Shea langsung keluar setelah pintu terbuak dan masuk ke gedung kampus untuk menemui dosen pembimbingnya.Axel tetap duduk di dalam mobil, percaya 100% pada Shea yang berjanji tidak akan kabur. Fakta tentang Max yang ternyata masih saudara Shea dengan jalan cerita yang sama dengan ceritanya keluarganya sendiri. Fakta itu membuat fokus Axel teralihkan, sampai melupakan sikap posessive-nya untuk Shea. “Aku… Terlalu kejam pada Cora?” gumamnya. Hari ini, dia baru menyadarinya setelah kehilangan Cora?Axel kemudian menyandarkan tubuhnya dan sedikit menurunkan kursinya
Ny. Yara sedang berdiri di depan Bernice University. Menunggu seseorang yang ingin ia ajak bicara. Hari yang sudah mulai sore ini, seharusnya targetnya sudah keluar dari kampus. Tapi sudah 30 menit dia belum juga terlihat.“Apa mungkin dia sudah pulang? Tapi, Shea bilang hari ini dia selalu pulang sore,” gumam Ny. Yara sambil melongok ke dalam gedung kampus. Akhirnya orang yang dicarinya muncul dan tengah berjalan menuju gerbang keluar. Namun, seseorang yang sedang berjalan di samping orang itu membuatnya curiga. “Kenapa dia bisa bersama Max?”“Ny. Yara? Kau mencari Shea, ya?” tanya Cora setelah menyadari keberadaan Ny. Yara, sambil melangkah semakin dekat dengannya.“Aku mencarimu. Ada sesuatu yang harus kita bicarakan berdua.” Ny. Yara menatap Max, memberikan kode untuknya agar sedikit menjauh dari mereka.Max langsung menangkap maksud tatapan itu. “Baiklah kalau begitu, aku tunggu di mobil ya,
Algojo di perjudian Zero O’clock itu, langsung menggendong tubuh lemah Axel dan memasukkannya ke dalam mobil Axel untuk dia bawa pulang rusun.“Kenapa kau masih di sini? Perjudian itu bagaimana?” heran Axel melihat algojo itu yang malah ada di sebelahnya, tengah mengemudikan mobil.“Memangnya kau bisa menyetir sendiri?” Algojo itu malah balik tanya.“Bagaimana caranya kau mengikutiku?” Axel kembali membalas pertanyaan dengan pertanyaan lagi.“Kau pasti akan terkejut karena jawabannya,” balas algojo itu menyudahi pertanyaan.“Apa? Aku ingin tahu,” paksa Axel.“Cora. Dia tiba-tiba menawarkan tumpangannya dan membawaku ke rumah kosong itu. Setelahnya aku disuruh menunggu di mobilmu,” jawab algojo itu seadanya.Axel tersenyum pahit. Ia menyenderkan lehernya yang sangat sakit ke senderan mobilnya, menatap lurus ke jalanan yang sudah kosong. “Cora masih memb
“Bagaimana Cora, apa semuanya berjalan lancar?” tanya Tn. Edgar. Kini mereka sudah dalam perjalanan pulang setelah menentukan kapal pesiar yang nanti akan digunakan untuk permainan final.Cora langsung melahap penawaran berdalih pertanyaan itu. “Hanya ada satu masalah.”“Apa? Katakan saja.” Tn. Edgar juga tidak bisa membiarkan batu kecil di rencananya. Apapun halangannya dia harus menyelesaikannya secepat mungkin agar semua berjalan sesuai rencana.“Kita kekurangan pemain. Seharusnya ada 3 kelompok dengan 2 anggota. Tapi, Finn tiba-tiba keluar dari perjudian itu. Jadi kita hanya punya 4 orang untuk 2 kelompok,” jelas Cora.“Tenang saja, aku akan mengurus soal itu. Hanya itu saja?” Tn. Edgar mencoba menggali kalau-kalau ada masalah lain untuk permainan finalnya nanti. Karena semua yang mengatur Cora, tentu dia yang paling tahu.“Menurutmu bagaimana kalau terjadi kece