'Tolong jangan mendekat dan jangan sentuh aku!' ucap Kia dalam hati. Ia menunduk dan tak berani menatap wajah Zidan.
"Kenapa kamu takut sekali?" tanya Zidan. Pria itu kini sudah berdiri di hadapan Kia.
Kia hanya diam, ia tak mau menjawab atau menatap Zidan.
Zidan mengesah kasar melihat reaksi Kia, ia lalu mengatakan, "Bantu gosok punggungku. Mungkin di sana sudah banyak daki yang menempel."
Mendengar ucapan Zidan, Kia langsung mengangkat kepalanya. Namun, matanya terfokus pada dada bidang dan perut sixpack milik Zidan.
'Dia sedang depresi dan setahun belakangan ini mengurung diri di kamar. Apa dia sempat membentuk tubuhnya menjadi sebagus itu?' batin Kia sedikit curiga.
"Kamu terpesona dengan tubuhku?" celetuk Zidan.
"Ahh .. tidak!" bantah Kia.
"Mesum," gumam Zidan.
Kia tak sengaja mendengar gumaman Zidan yang menyebutkan dirinya mesum. Gadis itu merasa tak terima dan langsung marah kepada Zidan.
"Enak saja! Aku tidak mesum! Jangan kira aku tidak mendengar apa yang kamu katakan barusan," bantah Kia dengan nada suara lantang dan menatap tajam mata Zidan. Entah dari mana tiba-tiba ia mendapatkan keberanian.
Zidan mendengkus lalu tersenyum menahan tawa. "Kamu sangat emosian sekarang."
Kia tiba-tiba teringat kalau ia sedang menyamar menjadi Shakira. Kalau ia bersikap aneh sedikit, yang ditakutkan adalah jika Zidan menyadari siapa dirinya.
Suasana menjadi hening sejenak, kedua insan itu hanya saling pandang tanpa melakukan apa-apa selama beberapa menit.
"Ikut aku ke kolam spa," ajak Zidan. Ia menggandeng tangan Kia dan mengajaknya keluar kamar.
Kia tampak ragu, mendengar kata kolam renang saja sudah membuatnya cukup trauma.
"Jangan takut, itu hanya sebuah bak mandi kayu berbentuk bulat dengan air hangat di dalamnya dan itu tidak dalam," jelas Zidan. Ia seolah tahu apa yang dikhawatirkan oleh Kia.
***
Mereka berdua kini telah sampai di sebuah ruangan yang cukup besar. Ruangan itu berada di salah satu sisi rumah mewah milik keluarga Mahendra.
Baru saja memasuki ruangan, sudah tercium bau lilin aromaterapi yang terbuat dari beeswax. Aroma yang sungguh menenangkan dan manis menguar di indera penciuman Kia. Selain wangi, lilin yang dihasilkan oleh lebah itu juga membuat suasana menjadi terang dan nyaman. Meskipun hanya lilin-lilin itulah sumber penerangan di ruang tersebut.
Ruangan itu sepenuhnya terbuat dari kayu sehingga dominasi warna cokelat khas kayu menghiasi lantai dan dindingnya. Tak jauh dari pintu masuk, sudah ada bak bulat tidak terlalu besar yang terbuat dari kayu.
"Kamu percaya 'kan? Aku tidak bohong kalau ini hanya sebuah bak berukuran kolam anak-anak. Bahkan kedalamannya tidak sampai menenggelamkan lututku," ucap Zidan yang sudah berada di dalam kolam tersebut.
Kia masih bergeming dan bingung. Ia hanya diam sambil memikirkan banyak hal. Entah apa yang sedang dipikirkan oleh gadis itu.
"Ayo kemarilah!" seru Zidan sambil melambaikan tangannya ke Kia.
"Ta-tapi aku baru saja berganti baju. Nanti bajuku akan basah," sahut Kia pelan.
"Kalau basah nanti bisa ganti baju lagi. Apa susahnya?" Zidan membuat Kia menjadi tak punya alasan menolak permintaannya.
Mau tidak mau Kia pun berjalan mendekati Zidan. Ia mencoba melakukan apa yang diminta oleh Zidan, yaitu menggosok punggungnya.
Selama sepuluh menit Kia menggosok punggung Zidan. Dalam pikirannya, ia harus melakukan tugasnya yang pertama. Namun, ia gagal karena insiden kolam renang barusan.
"Kamu akan terlihat lebih baik jika memotong rambutmu," ucap Kia.
Zidan sontak menoleh ke arah Kia sehingga membuat gadis itu terkejut. Mata kedua insan itu saling beradu pandang dalam pikirannya masing-masing.
'Apa dia marah? Ini tugas pertamaku dari tuan Seto. Aku harap dia mau potong rambut,' batin Kia cemas.
'Apa penampilanku seburuk itu baginya? Mungkin rambut panjangku ini membuat aku terlihat seperti penjahat,' batin Zidan.
Tiba-tiba Zidan mengulum senyumnya, ia mengambil air dalam kolam itu dengan telapak tangan kanannya dan menyiramkannya ke pucuk kepalanya.
"Aku mau tapi dengan syarat." Zidan mendekatkan wajahnya ke wajah Kia.
"A-apa itu?" tanya Kia sambil menelan saliva-nya.
"Kamu yang potong rambutku. Aku tidak ingin orang lain menyentuhku," jawab Zidan penuh keyakinan.
***
Sebuah keranjang rotan kecil berisi gunting dan sisir sudah ada di samping Kia. Gadis itu hanya menatap secara bergantian ke alat yang akan digunakannya untuk memotong rambut Zidan dan seorang pelayan wanita yang baru saja meletakkan keranjang itu.
Beberapa saat yang lalu, Kia bahkan tidak menjawab atau menyetujui permintaan Zidan untuk memotong rambutnya. Namun, pria yang kini menatapnya tanpa berkedip itu mengambil tindakannya sendiri.
"Aku bahkan belum menyetujuinya, tapi kamu sepertinya sudah menyiapkan segalanya. Sejak kapan kamu merencanakan ini?" tanya Kia dengan intonasi suara yang meninggi.
Zidan terkekeh mendengar Kia yang sedang protes. Ia tidak menjawab, tetapi ia beranjak dari kolam dan berjalan menuju kausnya yang tergeletak tidak jauh dari situ.
"Aku hanya mempermudah tugasmu," jawab Zidan. Ia mengambil sebuah gulungan kertas sepanjang kurang lebih sepuluh centimeter dari balik kausnya dan membukanya di depan Kia.
"Ba-bagaimana bisa kamu punya itu?!" Kia terlihat terkejut dan langsung berdiri tegak.
"Kenapa 'sih kamu kaget sekali?" Zidan menautkan kedua alisnya heran.
"Kamu bahkan tidak terlihat seperti orang yang depresi!" teriak Kia tidak sadar.
Zidan mengerutkan kening karena berusaha mencerna pernyataan Kia yang baru saja ia dengar.
"Jadi kamu ingin melihat aku depresi?!" tanggap Zidan dengan nada suara sedikit meninggi.
'Mati aku ... aku kok bisa-bisanya bicara begitu? Namanya orang depresi, pasti dia tidak mau dianggap depresi. Dia pasti merasa sehat,' batin Kia.
Kia menggigit bibir bawahnya dan memejamkan matanya. Ia sekarang sedang dalam masalah besar.
"Apa karena sekarang kamu dekat dengan Harry? Kamu terlihat sangat akrab dengannya! Dia bahkan rela terjun ke kolam renang untuk menyelamatkanmu, padahal dulu dia sangat tidak menyukaimu. Apa kamu punya hubungan khusus dengannya selama kamu pergi meninggalkan aku?!" cecar Zidan. Ia menghela napasnya sejenak dan mengacak rambutnya.
Kia tersentak mendengar ucapan Zidan. Ia merasa kalau misinya bisa saja kemungkinan gagal. Anehnya, ia malah merasa seperti orang yang ketahuan selingkuh dibelakang kekasihnya dan sekarang sedang disidang. Padahal ia bahkan tidak mengenal pria yang berada di hadapannya itu.
"Aku merasa kalau kamu seperti orang asing bagiku. Aku tidak tau apapun tentangmu sekarang," tambah Zidan dengan suara lirih. Sorot matanya terlihat sangat sedih dan tiba-tiba ia bersimpuh di lantai.
'Ya Tuhan ... apa keputusanku salah? Kehadiranku malah membuatnya semakin terluka. Harusnya dari awal aku menolak permintaan Tuan Seto,' sesal Kia dalam hati.
Kia menarik napas panjang dan berusaha mengatasi masalah ini. Ia merasa sedih melihat Zidan yang begitu rapuh. Inginnya untuk mengakhiri semua ini dan mengaku, tetapi hati kecilnya merasa tidak tega dengan pria yang sedang bersimpuh di hadapannya sekarang.
"Maaf ... sudah lama tidak bertemu denganmu membuat aku bingung dan canggung. Aku tidak tau kalau kamu begitu mencintai aku. Seharusnya kamu lebih menghargai dirimu sendiri dan jangan menjadi lemah hanya karena aku pernah pergi meninggalkanmu," ucap Kia.
"Yang aku ketahui, Zidan adalah seorang pria hebat yang sukses. Tapi yang aku lihat sekarang, kamu sangat lemah hanya karena aku. Tolong bangkitlah! Jangan salah paham dengan isi gulungan kertas itu, aku hanya ingin membantumu untuk bangkit kembali. Sekali lagi, maafkan aku," tandas Kia.
Perlahan Zidan mengangkat pelan kepalanya dan mulai menatap Kia. Ia berusaha bangkit dan berjalan mendekat ke arah Kia. Air matanya mengalir membasahi pipinya sambil menatap wajah gadis itu.
Zidan memeluk Kia erat, sementara Kia hanya bisa diam menerima pelukan itu.
"Maaf ... maafkan aku karena membuat kamu kecewa. Kamu pasti kecewa melihatku yang rapuh ini. Aku memanglah bodoh, seharusnya aku mencarimu saat aku yakin kamu masih hidup dan bukannya menjadi orang gila yang mengurung diri di kamar," ucap Zidan sambil menangis dipelukkan Kia.
Kia berusaha menenangkan Zidan dan menepuk-nepuk pelan punggungnya. Ia seolah tahu apa yang dirasakan oleh pria itu.
"Bangkitlah dan jadilah Zidan yang seperti dulu," pesan Kia.
Zidan hanya menganggukkan kepalanya mengiyakan.
'Aku sepertinya tidak sanggup untuk mengaku sekarang. Aku harus terus membantunya karena aku sudah berjanji,' batin Kia.
Pernikahan Zidan dan Kia sudah berumur satu bulan. Sejak menikah, Zidan tetap saja sibuk dengan pekerjaannya di kantor sehingga ia belum sempat mengajak sang istri berbulan madu.Namun, esok hari pria berparas tampan itu berniat mengajak sang istri untuk bulan madu. Zidan ingin berlibur ke tempat yang indah dan menikmati kebersamaan dengan Kia tanpa ada yang mengganggu."Tumben hari ini kamu pulang cepat. Apa pekerjaan di kantor sudah selesai?" tanya Kia sambil meraih tangan Zidan dan menciumnya.Zidan yang baru keluar dari dalam mobil terlihat cukup lelah. Namun, begitu melihat Kia, lelahnya langsung hilang seketika."Aku ingin istirahat sebentar sebelum kita pergi bulan madu," jawab Zidan
Part ini mengandung adegan dewasa, harap bijak bagi para pembaca meski nggak panas-panas amat adegannya, muehehe.***Di hari pernikahan Zidan dan Kia, Harry tidak hadir karena harus mengurus pertemuan bisnis dengan kolega yang berada di Singapura siang ini. Pria berperawakan tinggi itu hanya bisa mengucapkan selamat lewat panggilan video call.Pria yang bernama lengkap Harry Nugraha itu tersenyum tipis sambil menatap patung Merlion yang berada tidak jauh dari tempatnya berdiri. Ia turut bahagia karena akhirnya sang sahabat dan gadis yang sudah dianggapnya adik sudah menikah sekarang. Di dalam hatinya, Harry tulus mendoakan hubungan mereka.Rasa cintanya terhadap Kia sebenarnya belu
Dua bulan kemudian...Persiapan pernikahan Zidan dan Kia sudah hampir mencapai sempurna, pernikahan yang tinggal menunggu hitungan jam itu digelar di salah satu villa milik keluarga Mahendra. Konsep yang diusung adalah outdoor penuh bunga karena Zidan memang sangat ingin menyenangkan calon istrinya itu. Pernikahan mereka tidak terbuka untuk umum, mereka hanya mengundang sanak saudara dan beberapa kolega bisnis yang dianggap dekat.Jantung Kia berdegup dengan kencang karena sebentar lagi ia akan melepas masa lajangnya. Penampilan Kia sangat cantik dengan gaun brokat berwarna putih tulang rancangan desainer kepercayaan keluarga Mahendra. Wajahnya pun terlihat sangat ayu dengan sapuan make up dari MUA terkenal, siapa lagi kalau bukan Andres.
Satu bulan berlalu. Seperti yang dijanjikan kepada Zidan, Kia pun kembali ke kota tempat tinggalnya dulu. Empat bulan yang lalu ia meninggalkan kota ini karena ingin menghapus semua kenangan dan nasib buruk. Namun, kali ini ia kembali dengan harapan akan mendapatkan kebahagiaan.Kia datang bersama sang ibu. Meskipun Ibu Tina lebih menyukai tinggal di tempat mereka yang baru, kebersamaan dengan putrinya lebih penting. Diusianya yang sudah tidak muda lagi harapannya hanyalah kebahagiaan putrinya. Semenjak sang suami kabur, ia bahkan tidak berniat untuk menikah lagi. Luka cukup dalam membekas di hatinya setelah ditinggal tanpa pamit."Nak Zidan akan menjemput jam berapa? Mungkin dia sibuk, apa kita naik angkot saja?" saran Ibu Tina. Sudah hampir setengah jam mereka telah sampai di stasiun kereta. Namun, Zidan belum muncul jug
"Kalian berdua ke mana? Kenapa tidak bawa belanjaan?" tanya Ibu Tina sambil mengernyitkan dahi.Zidan dan Kia saling memandang satu sama lain. Mereka berdua bak anak kecil yang sedang dimarahi oleh ibunya karena berbuat kesalahan. Namun, pada akhirnya Ibu Tina menyadari jika jari jemari mereka saling bertaut, wanita paruh baya itu pun tersenyum."Bagus ... kalian harus terus akrab begitu, ya!"Ibu Tina kembali masuk ke rumah dengan hati yang gembira. Ia senang jika pada akhirnya putrinya mendapatkan kebahagiaan. Sementara Zidan dan Kia masih terlihat bingung karena mereka belum mengatakan apa-apa."Kira-kira apa ibumu adalah cenayang? Dia bisa tau kalau kita sudah berbaikan," seloroh Zidan.
Zidan mencuri pandang ke arah Kia saat sedang bersama gadis-gadis itu. Wajahnya terlihat semringah karena Kia tampak cemburu. Ternyata rencana Ibu Tina cukup efektif juga, tinggal ia yang menjalankan perannya dengan baik."Apa salah satu dari kalian ada yang mau jadi pacar Kakak?" gurau Zidan."Mau!!!" sahut ketiga gadis yang sedari tadi bersama Zidan.Zidan terkekeh karena mendapatkan reaksi sungguh di luar dugaan. Parasnya yang tampan seolah mampu menyihir para gadis. Namun, hal itu tidak begitu penting, yang paling penting adalah reaksi dari Kia.Benar saja, raut wajah gadis bermata cokelat itu terlihat sangat suram. Sudah jelas Kia memang tidak menyukai hal itu. Rasanya ia cemburu, tetap
Hujan semalam cukup berlangsung lama. Setelah selama tiga jam menunggu akhirnya pun reda. Keadaan Zidan pun sudah lebih baik dan demamnya pun sudah turun. Semalaman, Kia bahkan tidak bisa tidur karena merawat pria yang dicintainya itu.Waktu kini menunjukkan pukul lima pagi. Karena kondisinya sudah lebih fit, Zidan memutuskan untuk bangun. Namun, ia malah melihat Kia yang tertidur sambil duduk di samping ranjangnya. Gadis itu merebahkan kepalanya di ranjang dan terlihat sangat lelap."Kamu pasti lelah telah merawat aku semalaman," gumam Zidan. Ia perlahan mengangkat tubuh bagian atasnya dan berusaha duduk.Zidan menatap wajah Kia yang sedang tertidur sambil tersenyum. Tangannya tanpa sadar mengusap lembut pucuk kepala Kia hingga gadis itu terbangun.
Napas Kia seakan tercekat di tenggorokan saat melihat wajah Zidan yang begitu dekat. Namun, dengan tekad yang kuat, ia pun berhasil keluar dari dalam mobil.Zidan terlihat frustrasi dan akhirnya mengikuti Kia keluar. Ia sedikit berlari untuk mengejar Kia yang ingin sekali menghindarinya. Dengan cepat ia meraih pergelangan tangan gadis itu dan menariknya ke dalam dekapannya."Jangan seperti ini! Aku mohon!" pekik Zidan sambil memeluk Kia dengan erat.Kia yang masih dengan pendiriannya berusaha melepaskan diri dari pelukan Zidan. "Lepaskan aku! Kalau tidak, aku akan teriak!" ancamnya.Zidan hanya bisa pasrah dan melepaskan pelukannya. Seketika itu, Kia pun pergi meninggalkannya dan masuk ke ru
Kia memundurkan langkahnya karena masih merasa tidak percaya jika Zidan sedang berada di hadapannya. Namun, berulang kali ia mengerjapkan mata, tetap saja sosok Zidan masih berada tepat di depannya."Maaf! Saya adalah Vani." Kia yang tersadar mencoba mengelak dan menghindari Zidan. Seketika hatinya terasa nyeri karena melihat pria yang pernah mencampakkan dan berbuat kejam padanya tiga bulan silam."Iya ... kamu Vanilla Kiara, 'kan," ucap Zidan dengan suara yang begitu yakin. "Kamu bisa dipanggil Vani, Nilla, Kia atau Ara. Semuanya sama saja," imbuhnya kemudian.Kia tidak bisa menghindar lagi. Ia mencoba menenangkan rasa paniknya dan bersikap biasa saja.'Bagaimana bisa dia ada di sini?