Home / All / Lie of Life / Siapa Itu Salman?

Share

Siapa Itu Salman?

last update Last Updated: 2021-09-28 15:27:03

Sayang, hari ini aku gak bisa jemput kamu, ya. Ada meeting dadakan sama anak-anak YouTube, mau ngadain collab besar-besaran.

Nia yang mendengar itu langsung terperanjat, senang bukan main. Setelah berbulan-bulan, akhirnya ia bisa bebas keluar main, tanpa harus diikuti lelaki manipulatif itu. Ah, sepertinya bahasa Nia terlalu kasar.

“Jangan lupa senang-senang, ya,” ucap Nia dengan nada yang tersendat-sendat, saking senangnya.

Wah … pacarku kayaknya ngambek.” Daren bicara seolah ada orang lain di dekatnya. Nia tau itu karena kalau tidak ada orang, sudah pasti nada bicaranya berbeda. “Gak jadi ngumpul, deh!”

Yah, jangan gitu, dong! Baru juga Nia mau seneng.

“Eh, aku gak marah ….” Nia bicara dengan nada memohon. Ya, memohon agar lelaki itu menyingkir biarpun hanya sehari.

He he … ya udah, ya, Sayang. Aku lagi di jalan sama anak-anak, nih. Sampai ketemu besok, ya. Dah ….”

Nia membalas ucapan penutup dari Daren. Dia sungguh tidak peduli mau Daren lagi di mana, ngapain, sama anak-anak mana, anak siapa juga Nia gak peduli. Dia cuma pengin bebas sehari.

Sebuah telepon datang dan suara itu mengingatkan Nia untuk bersiap pergi syuting.

***

Sungguh mimpi indah … dan bangun indah.

Nia duduk di mobil pribadinya yang sudah berbulan-bulan tak dipakai gara-gara tidak dibolehkan sang pacar untuk bepergian sendiri. Papa juga begitu, melarang Nia untuk pergi naik mobil sendiri semenjak Daren hadir sebagai sosok pahlawan dalam dunianya.

Gadis itu menyetir dengan kecepatan santai karena ia bersiap kepagian tadi. Begitu ia melewati salah satu kedai minuman, ya, kedai yang kemarin, Nia berhenti. Dia menghela napas sambil bergumam, akhirnya ia kembali bisa merasakan kebebasan.

Seorang lelaki sedang membuang sampah di tong. Nia ingin menyapa, tetapi ia lupa, siapa namanya?

Ah, asal panggil saja. Kalau salah, kan nanti dia benerin.

“Salman!” Nia memanggilnya setengah berteriak.

Lelaki itu bereaksi. Memandang ke arah Nia yang melambaikan tangannya sambil senyum-senyum. Memandang juga ke arah lain untuk memastikan, adakah orang lain yang memiliki kemungkinan dipanggil olehnya.

“Gue manggil elo, Salman.” Nia berkata seolah tanpa dosa, mengganti nama orang sembarangan.

Lelaki itu tersenyum. Senyuman yang masih terngiang jelas di kepala Nia. Ia menghampiri Nia ke mobilnya. “Gue mirip artis India, Salman Khan, ya?”

Nia membalas tanggapan lelaki itu dengan sebuah cengiran. “Gue salah panggil pasti. Nama lo siapa, sih? Gue lupa,” katanya.

“Mendekati nama yang lo sebutin tadi.”

“Salman? Salma?”

“Bukanlah!” Ia terkekeh. “Salim!”

Nia meng-oh panjang kemudian memeriksa jam di tangannya. Salim berbasa-basi, “Gak turun? Di kedai sudah ada nasi uduk, siapa tau mau sarapan?”

Nah, strategi marketing yang sangat baik. Tepat waktu!

Kebetulan, Nia sedang lapar di tengah rasa senang. Ia tak sempat sarapan di rumah karena ingin berangkat ke lokasi syuting pagi-pagi sekali. Padahal, sebelum berangkat, papanya sudah berpesan agar ia sarapan di rumah bersamanya. Namun, Nia menolak.

“Boleh!” Nia menerima tawaran dari Salim.

Di dalam kedai, Salim melayani pelanggan pertamanya hari ini itu dengan antusias. Nia melihat, di kedai itu ada dua orang karyawan berseragam yang bertugas di tempat mereka masing-masing.

Satu di dapur, satu lagi berkeliling bersih-bersih.

Salim menyuguhkan nasi uduk dengan lauk-pauk sederhana seperti, irisan telur gulung, sambal tempe dan teri, mi, dan tentu saja kerupuk. Minumannya air putih, sesuai permintaan Nia.

Gadis itu menerima sarapannya dengan antusias. Sementara Salim berujar, “Kalau kurang, gak usah sungkan mau nambah.”

“Bayarannya nambah juga, dong?”

Salim melebarkan senyum dan menggeleng, “Enggaklah … lo pelanggan pertama gue hari ini. Anggaplah pembuka rezeki, bukti bahwa rezeki gue gak dipatok ayam soalnya bangun agak kesiangan tadi.”

Nia tertawa. Cukup terkesan dengan lelucon yang diciptakan Salim.

Baru kali ini rasanya, setelah sekian lama, akhirnya ia bisa tertawa sedikit lebih lepas dari biasanya. Namun, sayangnya tawa itu bukan karena Daren. Bukan karena kehidupannya, bukan karena orang-orang terdekatnya, bukan karena fans-fans-nya, melainkan karena sosok asing yang baru kemarin dikenalnya. Orang asing yang awalnya ia kira seorang supir taksi online. Hi hi hi ….

Di sela sarapan paginya, Nia baru menyadari sebuah fakta bahwa dirinya adalah sosok yang cukup dikenal terutama di seantero Jakarta. Orang-orang yang menonton serial drama yang dibintangi olehnya pasti sudah tahu dan bahkan mengorek-ngorek akun media sosialnya.

Dan satu hal yang paling digemari sebagian dari fans-nya adalah tentang hubungan asmara antara dirinya dan sang kekasih. Tentu saja itu Daren, bukan Salim.

Itu sebabnya sekarang, wajar saja bila orang-orang yang mulai berdatangan pada sibuk memperhatikan mereka berdua. Salim tidak menyadari itu, tetapi semuanya terasa bagi Nia. Gadis itu mulai membayangkan jika beberapa menit lagi, akab ada akun-akun gosip di media sosial yang membahas tentang 'Pemeran utama Series Asmara Citra terciduk sedang makan berdua dengan seorang pemilik kedai minuman. Sudah putus dengan Daren Sanjaya?'

Dengan foto-foto ketika Nia dan Salim sedang tertawa sambil makan bersama.

Ah, sudah pasti akan banyak orang yang mengamuk jika sampai itu terjadi.

Orang pertama dan utama, sudah pasti itu adalah Daren sendiri. Selama Nia tidak macam-macam saja, Daren sudah sering mengamuk tanpa alasan. Apalagi jika lelaki itu sudah dapat alasannya.

Orang kedua, itu adalah Firza, papa Nia. Hampir tidak pernah ada yang tahu betapa selama ini papa sudah sangat mengatur bahkan mengendalikan hidupnya.

Orang ketiga dan tak terhingga, itu adalah para fans, shipper hubungan mereka, termasuk tentu saja fans Daren. Akan banyak cacian dan hujatan yang ia terima jika saja bayangan buruknya itu benar-benar terjadi. Duh, jangan sampai!

Salim menyadari perubahan sikap Nia itu. Merasa tak enak hati, ia pun bertanya dengan hati-hati, “Kenapa, Nia?”

Nia mengode agar mengikutinya ke luar kedai. Di sana, Nia membayar biaya nasi uduknya kemudian meminta maaf dan berpamit pergi. Salim mencoba mengerti sambil bergumam dalam hati, “Andai perempuan itu bukan selebritis.”

Suara mobil Nia sudah tidak lagi terdengar dengungnya. Tinggallah Salim sendiri dan hendak melanjutkan aktivitasnya di kedai. Setelah itu, ia akan mengunjungi cabang-cabang kedainya yang lain.

Seperti yang pernah Salim katakan pada Nia sebelumnya, ia sebetulnya kenal dan tahu serial-serial yang dibintangi oleh gadis itu. Namun, hanya sebatas itu, tak lebih apalagi sampai mengorek kehidupan pribadinya.

Itulah sebabnya, Salim agak kaget begitu mendengar Nia berkata, “Sorry, ya, gue harus pergi dari kedai lo sekarang juga. Soalnya, di dalam udah banyak yang ngelihatin kita. Gue takut nanti ada gosip yang enggak-enggak, terus cowok gue marah!”

Itu artinya, gadis itu sudah memiliki seorang kekasih. Wajar jika ia terlihat khawatir sejak pengunjung mulai berdatangan. Sudah ada pawang rupanya.

Salim hanya bisa menghela napas, memasuki kedai dengan perasaan … canggung(?)

Sebab hampir semua pasang mata yang ada di sana tidak berhenti memperhatikannya. Bahkan ada dari mereka yang berbisik dengan teman semejanya. Seolah-olah mereka sedang membicarakan seleb baru. Ish … padahal, Salim sama sekali tidak ingin menjadi seleb. Meski lingkaran pertemanannya kebanyakan orang-orang yang berkecimpung di dunia entertain.

Salim memutuskan untuk pergi mengunjungi cabang kedainya yang lain. Daripada dia jadi sasaran hangat penggosip gratisan!

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Lie of Life   Asmara Citra VS Asmara Nia

    “Aku bersyukur banget, temen-temen semua pada dukung web series Asmara Citra dan terima kasih atas antusiasnya. Aku bener-bener gak berekspektasi bakalan seramai ini, tapi aku percaya semua pada cinta sama Citra dan Bima. Kami berharap kita semua mendapatkan kepuasan ketika Asmara Citra season 2 ini tayang, eksklusif di aplikasi YouTivi.” Semua bertepuk tangan ketika Nia selesai menyampaikan pidato penutup singkatnya di hadapan para pers dan beberapa pengunjung mal lokasi mereka. Semua antusias begitu melihat Nia berfoto berdua dengan Ali. Semua mendukung hubungan keduanya, meski tidak sedikit yang tahu masing-masing dari mereka sudah memiliki kekasih. Nia tidak lagi. Nia diajak Ali berfoto berdua dengan latar belakang banner web series mereka. Para fans memfoto kedua sejoli itu dengan semarak yang membuncah. Keduanya menganggap mereka berdua betulan berpacaran, seperti dalam film. Keduanya merasa senang karena mer

  • Lie of Life   Stefi

    “Lim, lusa kamu ada jadwal pergi gak?” Nia bertanya saat ia sengaja main ke kedai Salim untuk membeli makan siang. “Jadwal pergi, kamu kira aku artis, Nia?” Salim terkekeh sambil membungkus makan siang yang akan dibawa Nia ke rumah. “Ini keseharian aku, lho. Keliling kedai dari cabang ke cabang. Gitu aja.” “Sehari wajib mengunjungi semua cabang kedai kamu?” Salim menggeleng. “Ya enggaklah, Nia. Sesanggupnya aku. Se-mood aku juga. Kalo aku ada urusan keluarga atau aku lagi gak enak badan, ada kemungkinan aku gak mengunjungi kedai. Emangnya kenapa, Nia?” Nia menggumam sambil bertopang dagu. “Hanya untuk kepentingan sendiri dan keluarga ya?” tanyanya. “Tapi aku kan bukan keluargamu, Lim.” Salim mengernyitkan dahi dan tertawa di hadapan Nia. “Yang bilang gitu juga siapa, Nia?” “Kamu lah tadi.” “Ya, enggak harus itu sih. Kepentinganmu juga oke. Lusa mau dianterin ke mana?” Salim seakan tahu apa yang sejak tadi diko

  • Lie of Life   Rencana Berbisnis

    “Mau es krim rasa apa, Nia?” Salim bertanya sembari turun dari mobil. Nia. Gadis itu masih saja diam sedari makan siang tadi. “Cokelat? Vanila? Bluberi?”“Samain sama kamu aja, Lim.” Hanya itu yang dikatakan Nia. Salim menutup pintu mobil dan pergi ke sana.Sungguh kebetulan yang luar biasa, ia berpapasan dengan Bara yang sedang makan es krim bersama seorang perempuan. Salim menghela napas, ia tahu siapa gadis itu. Seorang gadis yang diceritakan Bara hampir setiap kali mereka berjumpa. Bara yang selalu merasa disakiti oleh gadis itu.“Lim … baru aja gue mau hubungin lo. Mau ke kedai, nih. Makan.” Bara bicara sok asyik. Siapa yang tidak ingat bahwa sebulan yang lalu, lelaki itu merengek-rengek padanya karena merasa tidak diterima oleh si perempuan.Salim meng-oh pendek. “Gue lagi gak ke kedai, nih. Ada urusan dikit.”Bara mengangguk mengerti. Salim pun permisi karena ia sedikit mengk

  • Lie of Life   Klarifikasi Nia

    Ponsel Nia bergetar di saku dan gadis itu menyadarinya. Salim menyayangkan itu karena ini belum cukup lama untuk Nia beristirahat. Seharusnya, gadis itu diberi cukup waktu lagi. Salim berdeham saat Nia mengakhiri panggilan teleponnya dengan seseorang. “Kalau masih capek, kamu bisa tiduran lagi, Nia.” Nia mengangguk. Ia menyandarkan punggungnya dan menghadap ke sebelah kiri. “Kamu kalau bosan diam aja, sambil jalanin mobil juga gak apa-apa, Lim.” “Aku takut ganggu kamu istirahat, Nia.” Nia menggelengkan kepala. “Tidurku udah cukup. Sekarang, aku mau cerita.” Salim meng-oh pendek tanpa suara. Ia lantas menjalankan mobilnya ke arah yang sama sekali belum mereka tentukan. Nia meminta Salim mengecilkan volume lagu yang terputar di mobil. Salim melakukan apa yang diminta. Nia tak juga bicara, hanya menatap ke luar jendela. Entah kalimat apa yang sedang dirangkainya, tetapi Salim tahu itu adalah hal yang teramat penting dan menjadi satu-satun

  • Lie of Life   Video Baru Daren

    Nia sudah menyatakan ketidaksiapannya menerima kontrak baru di manajemen saat ini. Ia berkata bahwa ia masih membutuhkan waktu untuk beristirahat dari dunia entertain. Ia harap para pihak manajemen bisa memahami kondisinya. Sebetulnya, beberapa ada yang memihak pada Nia dan memaklumi. Akan tetapi, ada saja yang tidak berada di sandingnya saat ini dan malah berpikir bahwa Nia memiliki kemungkinan akan dilepas dari manajemen. Nia hanya mengatakan bahwa dia akan oke jika pihak manajemen melepasnya. Mungkin bukan lagi masanya. Ia juga bisa dan masih kuat untuk mencari penghasilan dengan cara yang lain. *** “Gue turut sedih atas batalnya pernikahan lo dengan Daren,” ucap Ali dan Kanya—kekasih Ali—yang saat itu sedang mampir ke lokasi syuting di hari terakhir. “Gak perlu sedih gitu, ah!” Nia menepuk bahu Kanya agak keras. Ali membalas Nia untuk Kanya. “Pernikahannya aja baru rencana. Nggak batal karena memang belum ada apa-apa.” Sebetulnya,

  • Lie of Life   Akhirnya

    Daren menghela napas waktu Nia mengungkap pernyataannya secara jujur—di depan kedua orang tuanya. Nia agak tidak menyangka begitu mengetahui respons mama dan papa Daren yang malah memeluk dan mendukung keputusannya. Mereka bilang, Daren memang keras kepala. Semua orang yakin bahwa bagi Nia, membuat keputusan untuk hidup bersama sungguh memerlukan waktu yang tidak sebentar. Setidaknya lebih dari tiga hari. Nia menatap Daren dengan perasaan tidak enak. Sebetulnya, ia merasa Daren tidak melakukan kesalahan dengan meminta waktu tiga hari untuk berpikir. Bagi Nia, ini bukan masalah waktu, tetapi perasaan. Nia tahu apa yang dia rasakan selama ini dan itu bukan cinta. Lebih lama menunggu jawaban yang ‘sudah pasti tidak’ itu akan lebih menyakitkan buat Daren. Nia menghampiri Daren yang terus menundukkan kepalanya sejak kata ‘tidak’ yang terlontar dari mulut Nia, beberapa menit yang lalu. “Akhirnya, aku bisa mengatakan ini semua, Daren. Maafin aku karena tidak

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status