Dalam perjalan pulang mengendarai motor maticnya, Mytha pusing memikirkan alasan apa yang akan dikemukakan nanti kepada orang tuanya jika tiba di rumah. Untungnya sebelum menemui Bayu, Mytha sempat bertukar pesan dengan Uci. Memohon seandainya orang tuanya menelepon atau sekedar menanyakan dirinya, Mytha meminta Uci berdusta bahwa dirinya sedang dengannya. Walau Uci tadinya menolak dan menasehati Mytha agar tidak menemui Bayu, namun Mytha tak menghiraukannya. Kini sesal yang ia dapat.
Sesal Mytha begitu dalam, tidak patuh terhadap ayahnya, berdusta pada ibunya, serta tak menghiraukan nasihat Uci pada dirinya. Namun semua itu sudah terjadi, nasi sudah menjadi bubur. Tinggal bagaimana Mytha menjadikan bubur itu menjadi bubur ayam special.
Jarum jam pendek di pergelangan tangan kiri menunjukkan angka 10, Mytha belum juga menemukan alasan apa nanti yang akan dia kemukakan saat ibunya bertanya. Hari ini pun tak mungkin dia berangkat kerja. "Ya ampun, gini banget seh nasib gue," sesal Mytha sembari menangis sendu.
Ketika tiba di rumah, Mytha hendak saja langsung menuju kamarnya tanpa bersalam seperti biasanya. Namun karena berpapasan dengan Bu Tari, maka mau tidak mau Mytha pun mengucapkan salam. "Maaf, Bu. Tadi malam acaranya sampai larut sehingga Mytha disuruh menginap, terus pulangnya motor Mytha mogok," dusta Mytha setelah mengucapkan salam sembari menundukkan wajahnya.
"Mata kamu kenapa, Sayang?" tanya Bu Tari melihat manik mata Mytha sedikit memerah.
"A-anu... tadi kelilipan, Bu," dustanya lagi.
"Dari mana jam segini baru pulang!" seru Pak Yuda.
"Mytha ta---," belum sempat menjawab pertanyaan Pak Yuda, sang ibu memberi penjelasan kepada suaminya itu. Bu Tari menenangkan suaminya karena tak ingin hypertensinya kambuh lagi. Mytha bingung dan dilema, kemudian lebih memilih pamit ke kamarnya.
Masih terdengar perdebatan antara kedua orang tuanya. Pak Yuda menganggap ibunya terlalu memanjakan dirinya, Mytha bersender di balik pintu sembari menangis menyesali perbuatannya.
Suara ponsel berdering membuyarkan lamunan Mytha, ia pun ngeyeka air matanya dan mulai mengangkat ponsel. "Ya, halo," ucap Mytha setelah mengangkatnya.
"Gila lo yah! td malem lo kaga pulang apa? nyokap lo teleponin gue mulu. Gue merasa bersalah berbohong pada ibu lo tau!" ucap Uci tiada henti. Cerocos Uci di seberang telepon berhenti ketika mendengar tangisan lirih Mytha.
"Myth, Mytha lo kenapa?"
Uci terdiam, menunggu jawaban yang keluar dari mulut sahabatnya. Namun dirinya masih saja mendengar isakan Mytha, "Menangislah jika itu membuatmu lega, Myth."
"Gue bingung Ci, aturan tadi malam gue nurutin nasihat lo," sesal Mytha masih dalam isakannya.
"Ada apa Myth? Cerita ma gue," ucap Uci khawatir. "Ok, gini aja. Nanti malam gue maen ke rumah lo, ngak enak ngobrol lewat telepon. Dah yah, gue lanjutin kerja dulu takut kena SP Bu Diyah," tutur Uci mengakhiri percakapannya.
*****
Uci menepati janji untuk mengunjungi Mytha selepas pulang dari kantor. Salam Uci disambut dingin Pak Yuda.
"Wa'alaikumsalam." Pak Yuda menjawab salam Uci. "Kemari, duduk sebentar. Mengapa Mytha pulang sampai pagi? Ada acara apa selarut itu?" cecar pertanyaan dari Pak Yuda.
"Buju busyet, makanya pada kabur cowo yang deket ma Mytha. Belum apa-apa dah dibrondong pertanyaan gini," ucap Uci dalam hati. "Gue kudu bohong gimana yah? Bikin masalah aja ne Mytha," lajutnya masih dalam hati.
"Maaf, Oom. Tadi malem acaranya mulur karena ---," belum sempat Uci menjelaskan Bu Tari datang dan memotong percakapannya. Uci lega, tak usah merangkai kata untuk berdusta.
"Eh, ada nak Uci. Dah lama Ci?" sapa Bu Tari.
"Baru aja, Tante," jawab Uci dengan lega. "Mytha ada, Tante?" lanjut Uci.
"Ada di kamar, masuk aja gih," jawab Bu Tari mempersilahkam Uci menemui Mytha.
"Makasih Tante, Misi Oom," kata Uci sembari berlalu menuju kamar Mytha.
Mytha sedang memandang keluar dengan tatapan kosong, walau sudah menjelang malam, Mytha belum jua menutup jendela kamarnya. Uci yang mengetuk pintu dan mulai masuk kamarpun tak disadari Mytha yang sedang terlarut dalam lamunannya.
"Woy, jangan ngelamun. Ntar berabe jika kesurupan," canda Uci sembari menepuk pundak Mytha, namun Mytha hanya datar tak bereaksi. "Myth, ada apa seh?" Lanjut Uci mulai penasaran dengan tingkah aneh Mytha.
"Hei, ada apa?" tanyanya lagi sembari mengguncangkan bahu Mytha dengan kedua tangannya. Mytha menangis tersedu dan memeluk Uci.
Setelah sedikit reda sesak dalam dadanya, Mytha mulai melepaskan pelukannya. Kini mereka berdua duduk di atas ranjang, saling berhadapan. Uci menenangkan Mytha dan menganggukkan kepalanya seakan memberi kode agar Mytha segera menceritakan kejadian semalam.
Mytha pun menceritakan peristiwa semalam ketika menemui Bayu hingga kejadian naas yang merenggut mahkotanya.
"Gila lo yah, jadi lo gak kenal siapa pemuda itu?" Uci kaget karena Mytha belum mengenal sosok yang mengambil mahkotanya, yang tak lain Devan
"Kanal siapa?" ucap Bu Tari tiba-tiba. Beliau sedikit mendengarkan dibagian akhir pembicaraan mereka saat mengantarkan minuman beserta dua toples biskuit untuk Uci.
"It---u, Tante. Ada orang baru di kantor ganteng Tante, ya kan Myth?"
"Eh, i---aa," Jawab Mytha gugup karena takut jikalau Bu Tari mendengarkan semua pembicaraannya dengan Uci.
"Ya udah, ayo diminum Ci. Tante tinggal dulu yah."
"Makasih Tante."
Speninggal Bu Tari, pembahasan tentang Devan berlanjut kembali.
"Eh, tadi sampai mana?" tanya Uci. "Oia, nyampe pemuda yang ngambil makhota lo itu gimana?" lanjutnya, menjawab sendiri pertanyaan yang ia lontarkan.
"Gue kaga kenal dia, namun sepertinya gue pernah bertemu dengannya. Entah di mana, gue lupa," ucap Mytha sembari mengingat Devan. "Tapi gue pernah liat dia di kantor, entah divisi apa. Sepertinya orang baru soalnya belum pernah liat," lanjut Mytha.
"Ok, besok klo lo liat cowo brengsek itu. Bilang ma gue. Biar gue yang adepin kalo dia gak mau tanggung jawab!"
"Jangan gitu ah, mudah-mudahan aja gue kaga hamil." Mytha mulai berfikir jikalau peristiwa itu menyimpan benih dalam rahimnya.
"By the way, bokap nyokap lo dah tau masalah ini?"
"Belum, gue takut Ci," ungkap Mytha.
"Secara bokap loe guaalak banget ya Myth?"
"Sebenernya seh nggak galak, cuman beliau tegas. Yaa, tau ndiri kalo bokap gue mantan ABRI. Tapi beliau juga bijaksana ko, beliau gak gitu maksain gue dijodohin ma anak temennya," bela Mytha pada Pak Yuda, beliau bersedia bertemu dengan kekasih Mytha namun sang kekasih yang tak bernyali.
"Maka dari itu penyesalan gue dalem banget," lanjut Mytha sembari menunduk.
Uci sebagai temen deket Mytha menghibur Mytha dan menguatkan, karena empatik Uci sebagai sahabat seperti merasakan apa yang dirasakan Mytha.
Perasaan Mytha pun sedikit lega bercerita pada Uci, membagi sedikit keluh kesahnya. Kini Mytha seakan tak sendirian menghadapi masalahnya ini, ada teman sejati yang siap membantu memberikan solusi.
Uci berpesan cek kehamilan, walau Mytha juga akan melakukannya tanpa diminta Uci, namun belum sempat.
"Makasih ya Ci, dah ngedengerin keluh kesah gue," tutur Mytha sembari memeluk Uci."
"Ia sama-sama, kita kan sahabat. Dah ah, gue pulang dulu," pamit Uci.
Mytha pun mengantar Uci sampai ambang pintu depan rumahnya. Saat berpapasn dengan Pak Yuda, Mytha menundukkan wajahnya. Sepertinya Pak Yuda memperhatilan sesuatu dari Mytha. Untungnya Pak Yuda tidak berkata apapun, mungkin beliau udah penat menasehati Mytha yang selalu dibela istrinya.
*****
Keesokan harinya Mytha pun bersip berangkat ke kantor, dengan stelan hem dan celana dongker panjang serta flat shoes-nya. Mytha menuju lantai tiga ke ruangannya sembari memperhatikan jikalau ia melihat pemuda itu lagi, namun nihil yang didapatkan Mytha.
Saat berlangsung rapat anggota direksi, Mytha tersentak....
To be continue ,
Mytha kaget, kaget kenapa kah ? Yuk ikuti kelanjutannya ☺☺
Saat berlangsung rapat dewan direksi, Mytha tersentak melihat Devan, diperkenalkan menggantikan Pak Dedy sebagai presiden direktur. Entah Mytha harus senang, bangga atau sedih pasalnya ia dinodai oleh presdir baru itu, namun tentu saja tanpa keinginan dirinya. Devan yang sedari tadi mengetahui Mytha mengamati dirinya pun membalas senyuman, dan membuat Mytha salah tingkah antara kesal dan malu. Hampir satu jam rapat dewan direksi berlangsung, setelah usai Mytha gugup membereskan berkas yang ada di hadapannya, karena konsentrasi Mytha tertuju pada Devan. Kegugupan Mytha mengakibatkan berkas diatas mejanya jatuh kekolong meja, Devan hanya tersenyum melihat tingkah Mytha. "Gue akan bertanggung jawab atas malam itu," bisik Devan lirih saat berpapasan, ketika Mytha akan berlalu keluar ruangan rapat. Mata Mytha membulat sempurna, akan tetapi dirinya tak berkata, memendam kesal di dada dan segera berlalu sebelum kekesalan itu tumpah. Setibanya di meja
Jantung Mytha berdetak kencang menunggu hasil yang akan ditunjukkan alat itu. Cukup lama Mytha memperhatikan garis merah dalam test pack, setelah menunggu hampir seperempat jam, Mytha melihat hasil yang ditunjukkan oleh alat yang ia beli tadi. Mytha membuang nafas panjang, sedikit lega akan hasil yang ditunjukkan test-pack itu, yakni hanya tertera satu garis merah, menandakan si pengguna dalam keadaan tidak mengandung. Ujung bibirnya spontan ditarik keatas, tersenyum karena kekhawatirannya sudah terlewati. Namun tak berselang lama senyum Mytha kembali dikulumnya, terfikir apakah ada yang menerrima dirinya, dirinya yang sudah tak perawan lagi. Air matanya seketika menetes membasahi pipi, menyesai dan meratapi nasibnya. Segayung air disiramnya dari atas kepala Mytha, berharap semua masalahnya turut terbawa aliran air, benda cair itu akan menuju lubang kecil di kamar mandi, dan entah kemana tujuan akhir air itu berlabuh. Cukup lama Mytha berkutat di kama
"Myth, rese lo yah. Kemarin gue telepon malah langsung dimatiin," ucap Uci sembari menjitak pelan kepala Mytha, tatkala berjumpa di parkiran kantor, saat akan mulai masuk kantor."Aawww... sakit tau!" Mytha sembari mengelus kepalanya yang kena jitakan Uci. "Lagian lo nyerocos aja kaya nenek-nenek bawel," lanjut Mytha sembari menjulurkan lidah pada Uci. Wajah yang sumringah tatkala meledek Uci langsung berubah 180° menjadi muram, saat menyadari Devan memperhatikan dirinya.Devan yang kebetulan datang sesudahnya, dan berada ditempat parkir yang sama, memperhatikan tingkah Mytha dan sahabatnya sembari tersenyum. Namun saat akan menghampiri Mytha diurungkannya ketika melihat ekspresi wajah Mytha yang menghindar darinya."Yuh, ah Ci," Mytha menggandeng Uci dan berjalan dengan langkah yang cukup cepat saat berpapasan melewati Devan."Pagi Pak," sapa Uci ketika melewati Devan walaupun sambil melangkah karena digandeng Mytha. Sedangkan Mytha terus melaju tanpa
Karena terburu-burunya Mytha, ia menabrak Rio yang sedang merapikan jas kantornya tatkala baru keluar dari toilet. Rasa mualnya yang tak tertahankan, hingga ia memuntahkan sebagian isi dalam lambungnya pada jas yang dikenakkan Rio."Maaf,” sesal Mytha. serambi membersihkan jas Rio yang terkena muntahannya."Ngak papa Nona," jawab Rio sopan. "Biar saya bersihkan sendiri," lanjut Rio untuk menghentikan Mytha membersihkan jas-nya, yang hanya menambah kotor jas kantornya.Rio pun beranjak menuju wastafel yang berada diluar toilet, dan mulai melepas jasnya dan mengalirkan air kran tuk membersihkan sisa muntahan tersebut.Mytha yang tak enak hati mengikuti Rio dan memperhatikannya, namun tak lama rasa mual dari dalam perutnya pun kambuh lagi. Kedua manik Mytha terbentuk bulat sempurna, terbelelak sembari menutup mulutnya dengan salah satu telapak tangannya, lalu dengan langkah cepat beranjak menuju dalam toilet.Mytha memuntahkan sisa makanan dalam lamb
Sebuah mobil Ayla masuk ke halaman rumah Mytha dan mulai terparkir disana."Assalamu'alaikum," ucapan salam Rio setelah mengetuk pintu rumah Mytha."Wa'alaikumsalam," jawab Pak Yuda yang sedang membaca koran di ruang tengah mendengar salam dari Rio. Pak Yuda pun membuka pintu, mempersilahkan Rio masuk dan duduk di sova ruang tamunya.Roi pun menceritakan bahwa dirinya teman sekantor Mytha yang kemarin mengantarnya pulang. Karena teringat motor Mytha masih di kantor, ia pun berinisiatif menjemput Mytha."O, gt. Tunggu sebentar yah. Tak panggilkan Mytha," tutut Pak Yuda memanggil anak gadisnya tuk segera berangkat.Pak Yuda dengan wajah sumringah memberitahu Mytha bahwa ada teman sekantornya. Mytha yang sedang menikmati sarapannya pun berlalu menuju ruang tamu."Siapa Yah?" tanya Bu Tari penasaran, apa lagi dengan wajah Pak Yuda yang sumringah."Itu temen Mytha. yang kemarin nganter anak kita pulang, pas pulang sakit itu," jawab Pak Yuda. "Bar
Rio pergi dengan wajah sedikit kesal, pasalnya ingin menghabiskan waktu istirahat dengan Mytha sambil PDKT padanya. Mumpung Devan ada perlu dengan keluarganya entah membahas masalah apa hingga ia tak diijinkan turut serta, walaupun dia asisten pribadinya.Saat Rio hendak menuju lift, ia bertemu Devan dengan wajah yang kusam seperti dirinya. Mereka pun saling menumpahkan isi hati didalam lift."Sudah selesai urusan dengan keluarga Tuan?" tanya Rio, seakan tahu Devan sedang tak baik hati."Urusan apa? Gue disuruh jemput orang dari bandara," jawab Devan kesal, ia mengira ada hal penting apa hingga sang papah meminta dirinya untuk pulang ke rumah dulu sebelum menyuruhnya menjemput seseorang di bandara."Btw dah makan belum?""Belum Tuan.""Kamu ini masih aja rikuh ama gue? Gue juga tadinya orang biasa kaya lo, cuman Mamah gue aja yang bernasib baik nikah ma pemilik perusahaan ini," cerita Devan agar Rio tak sungkan dengan dirinya, karena Rio kadang ma
Mytha dengan seksama memandang Devan yang kini tengah emosi. Bukannya takut akan meledaknya marah Devan, Mytha malah senyum-senyum teringat pertemuan dirinya dengan Devan. "Apa benar dia pria yang bantu memapahku ke toilet saat acara wisuda dahulu?" tutur batin Mytha mengingat akan kenangan saat pertemuannya dengan Devan tempo wisuda lalu.Lama Mytha memandang hingga Devan yang tengah emosi pun canggung akan tatapan Mytha terhadapnya. "Apa lo liat-liat," ucap Devan menutupi rasa canggungnya."Gak papa." Mytha membetulkan duduknya menghadap depan dan memalingkan wajahnya yang sedari tadi memandang kagum wajah Devan."Eh, maap sebelumnya loh. jangan marah ya," ucap Mytha sebelum mengungkapkan seauatu yang mungkin kurang sopan."Iya, apa?" Devan dengan juteknya."Dulu, gue liat lo kucel dan berambut panjang pokoknya nggak banget dah. Sekarang beda hampir 135°, makanya gue gak kenal lo. Lagian seka
"Gimana loe mau jadi pacar gue?" tutur Devan sembari memandang kedua bola mata Mytha."Lo gak usah khawatir, gue kaga hamil jadi lo gak usah tanggung jawab. Masalah mahkota gue yang lo ambil anggep aja gue lagi apes, toh sekarang banyak gadis tak perawan. Disini metropolitan, gak kaya di desa yang masih pada terjaga para gadisnya," ucap Mytha sinis menjawab pertanyaan Devan."Liat gue! Gue berniat baik dan mau bertanggung," lanjut ucap Devan bersungguh-sungguh.Kaki mungil Mytha beranjak dari tempat duduknya karena enggan membahas masalah keterikatan, lagian Mytha juga belum ada rasa sama sekali terhadap Devan. "Aku mau pulang!" ujar Mytha."Biar aku yang anter.""Gak, usah!" bentak Mytha "Maaf, balik aja ke kantor. Motorku disana," lanjut Mytha dengan nada menyesal karena sudah membentak.Setengah perjalanan menuju kantor suasana didalam mobil masih tegang dan mereka saling dia