SESUATU yang tidak Evan sangka adalah hadirnya Dewa dan putranya di hari kedua kunjungan mereka ke panti asuhan. Lilya bahkan terkejut saat melihat Gilang yang juga sama kagetnya dengannya. Mereka baru keluar dari mobil saat berpapasan.
"Kamu di sini?" tanya Gilang sembari tersenyum tipis.
Dia mendekati Lilya, berdiri dengan senyum yang luar biasa membuat Evan geram melihatnya. Lilya hanya mengangguk-angguk polos, mengabaikan gerak-gerik Evan yang sejak tadi meliriknya tidak senang.
"Ngapain?" tanya Gilang dengan nada ramah.
"Aku dulu tinggal di sini," akunya. Jujur pada salah satu teman sekolahnya, bahwa dia hanyalah anak angkat yang diadopsi dari panti asuhan ini dulu.
"Kamu ... diadopsi?" Gilang terlihat terkejut bukan main, Lilya mengangguk cepat, tanpa keraguan apa pun terlihat di matanya. "Jadi, kakakmu yang kemarin hanya kakak angkat?" tanyanya, dengan n
Cerita ini tidak akan lebih dari 60 bab :)
EVAN mengecek dokumen tentang Lilya dengan wajah datar. Nama ibu kandung Lilya adalah Ariani Pertiwi. Jika masih hidup, sekarang usianya tiga puluh enam tahun kurang dua bulan. Usia Lilya sekarang delapan belas tahun, itu berarti ibunya melahirkan Lilya saat usianya masih muda.Evan menelan ludahnya susah payah. Ditatapnya Celine dengan tatapan lurus saat mengatakan, "Dia masih muda saat melahirkan Lilya?"Celine menganggukkan kepala. Wanita paruh baya itu bahkan memiliki foto Ariani di dokumen tentang istrinya. Wanita dengan perut buncit dan pipi tembam yang sangat mirip dengan Lilya. Itu berarti Ariani sempat tinggal di panti ini, sebelum melahirkan dan meninggal dunia."Apa dia tidak mengatakan apa pun tentang keluarganya sebelum ini?" tanyanya."Dia tidak mengatakan apa-apa." Celine tersenyum lemah. "Dia hanya bertanya, apakah dia bisa tinggal di sini dan merawat bayinya setelah lahir nanti atau tidak? Aku
LILYA menahan napas saat Evan mendekatkan wajah dan lantas mencium bibirnya. Perempuan itu membatu dalam beberapa waktu, sampai Evan melepaskan ciuman mereka dan menatapnya dengan senyuman tipis.Lilya menoleh ke sana-kemari. Sedang mencari, apakah ada orang lain yang melihat ciumannya dengan Evan tadi, saat ia merasakan tangan Evan berada di dagunya, menarik wajahnya untuk menghadap wajah suami tampannya itu."Sedang mencari sesuatu?" tanya Evan dengan senyuman yang tak kunjung pudar."Hm," Lilya menatapnya murung, "aku berharap tidak ada yang melihat kita melakukannya. Kakak nggak malu kalau sampai kelihatan orang lain, ya? Ini halaman parkir, tempat umum——""Tidak ada orang." Evan menoleh ke belakang, dia tidak melihat siapa pun mengikuti langkah mereka ke sana. "Kelihatannya tidak ada yang melihat kita."Lilya menghela napas lega. "Syukurlah! Aku tidak mau mengajarkan anak-
"APA kita akan pulang hari ini, Kak?" tanya Lilya tiba-tiba setelah mereka menyelesaikan sarapan.Evan menatap istrinya serius. "Memangnya kamu sudah mau pulang?"Lilya mengangguk antusias. "Ibu tidak apa-apa, dia masih sehat sama seperti dulu. Teman-temanku juga baik-baik saja, tidak ada yang perlu aku khawatirkan tentang mereka, kan?" Lilya tersenyum lebar, dia terlihat bahagia dan lebih berenergi sekarang. "Dan lagi, katanya Kakak akan menyuruh beberapa orang untuk menjaga tempat itu. Aku jadi lega mendengarnya."Evan tersenyum tipis, lalu menganggukkan kepala. "Baiklah, kita akan pulang nanti siang." Evan melirik jam dinding di kamar itu, waktunya masih cukup untuk beristirahat lebih dulu sebelum melakukan perjalanan panjang untuk pulang."Kakak mau istirahat dulu?" tanya Lilya begitu melihat Evan melangkah menuju ranjang dan merebahkan tubuhnya di sana."Aku berharap bisa melakukannya," ka
"MIKA?" Lilya mengucek-ucek matanya sembari menatap sosok perempuan yang sedang duduk di hadapannya dengan ekspresi kaget bukan main. "Kamu benar-benar Mika?" tanyanya ragu.Wajah sosok itu memang tampak tidak asing, tapi dia sangat berbeda dari ingatannya kemarin. Mika yang dia ingat adalah perempuan cantik, tinggi, dan seksi. Tatapan matanya belum berubah, tapi fisiknya lima puluh persen berbeda dari ingatan Lilya.Pipi Mika semakin tembam, tubuhnya pun tampak lebih bongsor dari sebelumnya. Lilya yang sebelumnya bisa memeluk adik iparnya, kali itu merasa ragu bisa melingkarkan kedua lengan kecilnya untuk melingkari tubuh Mika yang sekarang."Apa aku terlihat berbeda, Kak?" tanyanya dengan senyuman lebar yang membuat Lilya turut tersenyum dibuatnya.Setidaknya, Mika tidak begitu larut akan kesedihan setelah hubungan percintaan yang kandas di tengah jalan. Lilya lebih ingin bertanya bagaimana
LILYA mengingat kembali apa yang terjadi pagi tadi. Tatapan teman-temannya yang terlihat begitu merendahkannya, kasak-kusuk mereka tentang Lilya yang menikah muda, dan masih banyak lagi yang tidak begitu dia dengar dengan jelas.Semua itu ... tertuju padanya.Lilya mengaku, dia memang sudah menikah. Dia pun menyukai suaminya, karena Evan terlalu baik untuk seukuran manusia. Walaupun Evan pernah berkata telah membunuh di masa lalu, tapi sifat pria itu membuat Lilya yakin, sosok yang merenggang nyawa di tangannya adalah orang yang jahat.Namun, sekarang bagaimana?Apa yang akan terjadi padanya setelah ini?Kepala sekolah masih mengizinkannya bersekolah sampai dia mendapat ijazah, tapi tidak begitu dengan teman-temannya di sekolah. Mereka pasti tidak terima melihat Lilya masih bersekolah di sana, padahal dia ketahuan telah melanggar aturan yang ada.Apalagi ada bes
EVAN mendaftarkan Lilya home-schooling tepat pada waktunya. Lilya tampak lega begitu berada di sekolahnya yang baru dan menemukan beberapa anak yang hanya fokus untuk belajar, bukannya menggosip seperti yang dilakukan teman-teman sekelasnya sebelum ini.Evan sudah menjelaskan semua alasan kepindahan Lilya pada sekolah barunya. Dia juga sudah memberi tahu sekolah Lilya sebelumnya dan kedua pihak sekolah sama-sama mengerti keadaan Lilya sekarang.Setelah meninggalkan Lilya di sekolahnya yang baru. Dia langsung menuju perusahaan Gunawan untuk mencari dalang dari kebobolan data yang baru diketahui. Ia langsung bergabung dengan Chris untuk mengecek semua CCTV yang terpasang di area kantor selama sebulan terakhir."Kenanga," gumam Chris pelan.Dahinya mengernyit menyaksikan wanita itu keluar dari ruangannya dan bertemu salah seorang pegawai dari divisi marketing. Mereka saling bicara de
LILYA merasa ada yang tidak beres dengan suaminya saat pria itu datang menjemputnya. Evan yang biasanya ramah dan begitu hangat padanya, kali itu terasa dingin dan menakutkan. Tatapan matanya yang tajam bahkan tak sekalipun membalas tatapan mata Lilya. Keanehan Evan itu membuatnya berpikir kalau suaminya sedang punya masalah. Lilya ingin bertanya, tapi dia sama sekali tak berkutik di tempat duduknya. Begitu pulang, Evan lantas mengurung diri di ruangan kerja dan belum keluar sampai malam tiba. Lilya menunggu di meja makan, berharap suaminya datang dan mereka akan makan malam bersama. Namun, harapannya sirna, Evan tidak pernah meninggalkan ruangannya. "Apa yang sedang terjadi?" tanyanya sambil menatap makanan di atas meja makan yang belum tersentuh sama sekali.
EVAN menyodorkan sebuah ponsel berwarna hitam ke hadapan Lilya yang sedang menyantap makanannya. Perempuan itu tampak terkejut, kepalanya mendongak, menatap Evan yang kini sudah menyelesaikan sarapan lebih dulu.Lilya menelan makanannya, lalu menatap Evan sembari mengambil ponsel yang beberapa saat lalu diberikan pria itu ke hadapannya. "Kenapa Kakak memberiku ponsel ini?""Mungkin, hari ini aku tidak bisa menjemputmu. Kalau kamu sudah pulang nanti, hubungi aku dan aku akan mengirimkan orang lain untuk mengantarmu pulang."Sebenarnya, Lilya tidak menyukai ide itu. Dia lebih suka Evan yang mengantar-jemputnya ke sekolah, walau itu akan membuatnya terlihat manja, tapi ia merasa itulah bentuk kasih sayang Evan padanya yang tak biasa diungkapkan melalui kata-kata.Namun, kali ini dia mengerti, Evan sedang sibuk. Urusan perusahaan yang berada di ambang masalah dan bagaimana suaminya menanggapi