Share

Beruang Kutub

Salsa menekan dadanya yang berdegup kencang. Sesekali mengusap perutnya yang mulai berdetik. Sepertinya bayi di dalam sana mengerti kegelisahan ibunya. Tingkah wanita itu ditangkap oleh mata teduh Halimah. Ibu asuh Sagara Liam itu menepuk pelan bahu Salsa seraya mengulas senyum hangat. Cukup ampuh menenangkan hati wanita yang kini mengenakan kebaya modern berwarna putih tulang dengan kain songket sebagai bawahan.

"Ibuk senang, Tuan Saga akhirnya menikah dan yang paling membahagiakan dia pilih kamu," bisik Halimah di telinga Salsa.

Salsa tersenyum tipis, dia menunduk menyembunyikan wajahnya yang dirias sederhana. "Ibuk tahu, 'kan, pernikahan ini hanya formalitas," ujarnya sendu. Entah mengapa ada ngilu di dada mengingat pernikahan ini bagian dari kesepakatan, bukan keinginan mereka.

Halimah menganjur napas pelan, lalu meraih jemari Salsa dan menggenggamnya hangat. "Ibuk kenal Saga. Dia bukan pria yang suka bermain-main. Apalagi untuk urusan pernikahan. Ibuk yakin dia menikahimu karna ada rasa suka meski sedikit. Tugasmu memupuk rasa itu hingga subur dan berakar kuat." Halimah membelai wajah Salsa. "Jika Saga sudah mencintai seseorang, maka sampai kapan pun akan dia pertahankan," jelasnya.

Salsa hanya mengangguk. Bagaimana bisa pria itu suka padanya sedangkan menatapnya saja enggan. Wanita itu hanya mengembuskan napas perlahan, sekadar melonggarkan dadanya yang terasa sesak.

"Bisa kita mulai acaranya sekarang?"

Salsa menoleh ketika mendengar suara Saga. Pria itu berjalan masuk tanpa menatap dirinya. Sesaat wanita itu terpesona melihat penampilan si pria hari ini. Kemeja putih, jas hitam yang melekat pas di tubuhnya, serta dasi bermotif abstrak tergantung rapi di lehernya. Entah perasaannya atau memang Sagara terlihat lebih tampan dari biasa. Dia tersentak ketika Halimah menyenggol lengannya. Senyum penuh arti melengkung di wajah wanita paruh baya itu, membuat Salsa menunduk malu dan merutuki kebodohannya.

Akad nikah Sagara dan Salsa diadakan sesederhana mungkin, yang paling penting mereka tercatat sebagai suami-istri di mata negara dan memberi status untuk bayi di rahim wanita itu. Rencananya, setelah menikah Saga akan memboyong Salsa ke Singapura dan menunggu saat yang tepat untuk memulai pembalasan dendam mereka.

*

Para pelayan memasukkan beberapa koper ke bagasi mobil. Saga hanya berdiri bersandar ke pintu mobil memperhatikan Salsa dan Halimah berinteraksi. Kedua wanita itu terlihat berat untuk berpisah, lama mereka berpelukan. Pria itu memalingkan wajah tak ingin larut dalam drama melankolis itu.

"Tuan Saga, Ibuk titip Salsa, ya. Dia sudah seperti putri Ibuk sendiri." pinta Halimah sambil membelai lembut kepala Salsa.

Saga mendengkus, lalu memeluk erat Halimah. "Jaga diri Ibuk baik-baik. Setelah dia melahirkan kami akan kembali ke sini," ucapnya tersenyum lembut tanpa merasa perlu menjawab permintaan Halimah.

Perlakuan Saga kepada Halimah membuat hati Salsa menghangat. Untuk pertama kalinya dia melihat pria dingin itu tersenyum tulus. Sisi lain dari Sagara Liam yang tidak dia tahu. Selama ini pria itu selalu memasang tampang datar dan sinis. Dia jarang sekali bicara, sekali bicara bisa dipastikan bernada tajam, membuat emosinya membumbung tinggi.

"Ayo, aku tidak punya banyak waktu untuk perempuan lelet sepertimu," bisik Saga sambil berlalu.

Salsa mendelik. Pria itu benar-benar susah ditebak. Baru saja Salsa mengagumi karena sikap hangatnya,  sekarang dia sudah kembali ke tabiat semula, dingin dan ketus.

'Dasar aneh.'  dengkus Salsa.

Lagi, Salsa dibuat takjub dengan sikap Saga. Pria itu seperti tidak mengenal istilah 'ladies first'. Sang pria masuk ke dalam mobil tanpa peduli dia yang kerepotan dengan kebayanya. Salsa menghenyakkan bokongnya keras ke jok mobil yang akan membawa mereka ke bandara. Dia berharap Saga tahu jika dia sedang kesal, terapi pria itu malah asyik dengan ponselnya seolah dia makhluk tak kasat mata.

Salsa mengalihkankan pandangan keluar kaca mobil. Tidak pernah terlintas di benaknya perjalanan hidupnya setragis ini. Diselingkuhi, dihina, bercerai, diperkosa, dan sekarang terpaksa menikah dengan pria sedingin kutub. Jika bukan karena dendam kesumat, tidak mungkin dia setuju terikat dengan pria itu. Tapi, dia butuh pendukung dan anaknya butuh pengakuan. Jadi, bagaimana pun caranya dia tidak peduli. Lagi pula Salsa tidak akan rugi karena mereka punya batasan masing-masing.

"Ada masalah dengan perutmu?" tanya Saga melihat Salsa mengusap perutnya sedari tadi.

"Emm, tidak. Dia baik-baik saja," jawab Salsa sedikit terkejut pria itu bertanya keadaannya.

"Syukurlah. Aku tidak mau direpotkan dengan kehamilanmu." Saga meletakkan sebuah kartu mengkilat berwarna hitam di pangkuan Salsa. "Gunakan itu untuk kebutuhanmu. Mulai saat ini belajarlah menjadi seorang Nyonya Liam. Kau harus terlihat mewah dan elegan," ucapnya tanpa mengalihkan mata dari ponselnya.

Salsa menatap Saga geram. Dia gusar dengan lidah tajam pria itu, tapi dia menekan emosinya dalam-dalam. Meraih kartu mengkilat itu dan memandanginya.

'Baiklah. Akan kuhabiskan uangmu Tuan beruang kutub arogan' gerutu Salsa dalam hati.

*

Pesawat yang membawa mereka mendarat dengan mulus di bandara Changi Kota Singapura. Di pintu keluar bandara, sebuah SUV hitam terparkir menunggu kedatangan Saga dan Salsa. Seorang pria mengenakan setelan jas membukakan pintu dan mempersilakan masuk, lalu menutup pintu setelah keduanya duduk dengan nyaman di dalam, kemudian mengemudikan benda mengkilat itu membawa mereka ke tujuan.

*

Salsa terpana melihat bangunan di hadapan. Rumah itu terlihat sangat megah, persis kastil tempat tinggal para raja. Salsa melirik Saga yang sibuk merapikan jas dan celananya. Dia mulai bertanya-tanya sekaya apa pria dingin itu? Setelah tadi sebuah jet menerbangkan mereka dan sekarang bangunan megah ini.

"Aku memang kaya raya!" ucap Saga dengan nada pongah, sepertinya dia tahu diperhatikan.

Salsa memutar bola mata malas. Kesombongan pria itu di atas rata-rata. Saga berjalan setelah memberikan tatapan remeh, tapi langkahnya terhenti saat menyadari sang wanita masih diam di tempatnya.

"Tunggu apalagi, Perempuan? Jangan bilang kau tidak pernah masuk ke rumah semegah ini," tanyanya dengan sorot mengejek.

Salsa merutuk dalam hati. Mungkin pria itu terlahir berkat kombinasi sifat sombong stadium akut dan cabai pedas sedunia. Benar-benar spesies langka! Jika saja ada dua, dia bersedia menghabisi yang di depannya saat ini.

"Hei! Tunggu apalagi? Jangan bertingkah kampungan seperti itu," ucap Saga lagi.

Salsa melayangkan tatapan membunuh ke arah Saga, tapi yang ditatap hanya acuh. Lalu dia melangkah cepat mendahului sang pria yang tanpa dia ketahui tengah mengulum senyum melihat raut kesal si wanita.

"Apa yang Anda tunggu? Ayo kita masuk," balas Salsa yang kini melihat Saga yang tidak bergerak. "Aku sudah tidak sabar menjadi Nyonya di rumah ini dan itu artinya, sebentar lagi rumah ini akan menjadi milikku. Benar, 'kan, suamiku tersayang," sindirnya sambil mengulas senyum semanis mungkin.

"Gila!" umpat Saga.

"Siapa? Anda?" tanya Salsa dengan wajah sok polos.

Salsa tertawa puas ketika melihat wajah Saga memerah. Pria itu berjalan cepat meninggalkannya sambil menggerutu tak jelas.

'Tuan Sagara Liam. Aku tidak selemah yang kau kira. Lihat saja kau akan jatuh pada pesonaku.' gumam Salsa, lalu mengikuti langkah Saga Masuk.

Tbc

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status