Share

Kesepakatan

Salsa menghirup udara di sekitarnya yang terasa menyegarkan. Hari ini untuk pertama kalinya, wanita itu keluar rumah setelah rentetan kemalangan beruntun menimpanya. Dia menyadari harus segera bangkit dari keterpurukan. Hanya karena nasib baik belum berpihak padanya, tidak berarti dia boleh menyerah begitu saja. Ada kehidupan baru yang tengah berjuang di rahimnya dan Salsa tidak mau berpikiran picik seolah hanya dia saja yang menderita.

Perlahan Salsa meletakkan bunga mawar merah yang dia bawa di atas makam yang ditumbuhi rumput jepang. Iris hitam wanita berhidung mancung itu perlahan mengabut, menciptakan genangan air yang siap tumpah ke pipi bila dia berkedip. Benak Salsa mengaktifkan mesin untuk mencari kenangan saat almarhum sang ayah masih hidup.

Dulu, pria yang menjadi cinta pertamanya itu pernah berkata jika apa pun tindakan atau perilaku seseorang, pasti akan kembali kepada diri sendiri. Petuah itu selalu diingat Salsa, tetapi mengapa hal buruk selalu menimpanya? Bahkan setelah memberikan versi terbaik yang dia punya, tetap saja tak ada kebaikan menghampiri. Salsa tersenyum ironi, prinsip sang ayah hanya berlaku bagi manusia yang memiliki hati, tetapi Arkan ....

Napas Salsa tersendat ketika silir angin menerbangkan aroma parfum yang familiar ke rongga hidungnya. Dia menekan dadanya yang mulai berdebar. Berharap dugaannya salah, tetapi tubuh tak seirama dengan pikirannya. Wanita itu berbalik dan melihat pria yang baru saja dia pikirkan. Mengenakan jas slimfit dan kacamata tersemat di wajahnya, membuat pria itu terlihat sangat tampan.

"Aku tahu cepat atau lambat kamu pasti ke sini."

Mendengar suara Arkan, membuat pertahan yang dibangun Salsa sedikit goyah. Tidak dipungkiri hati kecilnya masih mencintai Arkan, tak mungkin sebulan atau dua bulan hilang begitu saja meski pengkhianatan pria itu menggores luka yang sangat dalam.

"Untuk apa Mas ke sini," tanya Salsa dengan raut datar.

"Kenapa kamu pergi dari rumah? Itu rumahmu. Kubeli untukmu. tinggalah di sana agar aku bisa menjagamu." Arkan balas bertanya lagi.

Salsa tersenyum sinis. "Menjagaku?! Setelah semua luka yang Mas beri, Mas masih ingin mengikatku di dalam neraka itu?!" dengkusnya dengan dahi berkerut.

Arkan mengembuskan napas perlahan. "Aku sudah berjanji pada almarhum Ayahmu untuk menjagamu. Jangan egois dan keras kepala."

Salsa terhenyak mendengar kata-kata Arkan. Tega sekali pria itu menghakimi dirinya setelah apa yang dilakukannya. Dia merasa tidak mengenali sosok di hadapannya sekarang.

"Jadi, aku yang egois dan keras kepala?!" Salsa tertawa lirih. "Jika saja Mas tidak membawaku ke posisi ini mungkin hal seperti ini tidak akan terjadi. Mas telah mengingkari janji kepada Tuhan. Kurasa tidak sulit mengingkari untuk yang kedua kali," imbuhnya sinis.

Arka tercenung mendengar jawaban Salsa, yang melesat tepat ke dadanya. Nurani pria itu membenarkan semua asumsi sang wanita, tetapi ego sebagai seorang pria, yang merasa berhak menikah lagi tanpa harus meminta izin, membuat rasa bersalah itu mengerdil.

"Kenapa harus seperti ini, Sa ... kenapa harus bersikap sefrontal ini. Harusnya--"

"Maaf jika aku mengecewakanmu." Salsa menyela ucapan Arkan. "Selama ini aku cukup sabar menghadapimu, selalu melakukan semua inginmu. Satu-satunya kekuranganku adalah, aku tidak bisa seperti Nadia di hati juga pikiranmu." Dada wanita itu turun-naik menahan emosi yang mulai tersulut.

"Jangan, kau tidak bisa seperti dia. Dia ...." Arkan menggantung ujarannya ketika melihat sinar mata Salsa meredup.

"Aku sudah menerimanya sejak kita menikah. Suamiku membagi hati dan pikirannya dengan masa lalu. Aku bahkan harus meredam kecemburuanku setiap Mas terlelap dan menyebut nama wanita itu, sedangkan aku ada di sampingmu. Maaf! Aku tidak punya kekuatan lagi. Harus seperti apalagi aku merendahkan diriku agar Mas puas?!"

Salsa memuntahkan kalimat itu dengan suara bergetar. Mati-matian wanita itu menahan linangan bulir-bulir bening agar tak jatuh ke pipi. Dia tak ingin memperlihatkan kerapuhan meski sekerat daging di balik tulang dada tak lagi berbentuk. Wanita itu berbalik, dia kembali menatap makam sang ayah dengan tatapan kosong. Pertahanan Salsa seperti lilin ditiup badai jika sekali lagi dia menatap Arkan, bisa dipastikan akan kembali luluh pada pria itu.

"Pergilah dan jangan pernah datang lagi. Jangan pernah tunjukan dirimu di hadapanku." Salsa berucap lirih sembari menahan sesak di dada.

Arkan mendekat. Memberikan sebuah amplop coklat kepada Salsa. "Aku sudah mengurus surat perceraian kita." Dia diam sejenak. "Mungkin media akan mengendus ini. Kau tahu bukan reputasi keluargaku dan karir Nadia--"

"Aku tahu!" sela Salsa cepat. "Aku akan tutup mulut karna ini aibku juga. Aku yang akan menelan semua kebusukan ini. Tak akan kutumpahkan nanah yang akan menyebarkan kebusukan keluarga kalian," imbuhnya sarkas.

"Aku harap kamu memegang janjimu. Aku tidak mau ada berita buruk. Kandungan Nadia lemah dan aku tidak mau terjadi sesuatu padanya." Arkan menatap Salsa sendu. "Jaga dirimu baik-baik."

"Urus saja keluarga dan istri kesayanganmu," sindir Salsa seraya mengambil amplop coklat dari tangan Arkan.

Arkan menatap wajah Salsa lekat. Meskipun dari samping, dia bisa melihat wanita itu berusaha menegarkan dirinya. Tak ingin diimpit rasa bersalah, Arkan memilih pergi meninggalkan Salsa. Seiring langkah yang menjauh, luruh pula air mata yang penat dia tahan sejak tadi. Dia menekan dadanya, membujuk hati agar tetap kuat. Wanita itu menggigit bibir bawahnya untuk mengalihkan nyeri yang merambati tubuh. Kata-kata Arkan begitu menyakitkan. Seolah jantungnya tengah ditikam oleh belati beracun.

'Begitu niatnya kau menyakitiku, Mas. Apa kebersamaan kita tidak ada artinya buatmu?" Salsa membatin sambil mengusap perutnya.

*

Salsa menatap nanar amplop pemberian Arkan. Hari ini pria itu telah memperjelas statusnya sebagai mantan istri Arkan Nanyendra. Wanita itu tersenyum kecut, begitu mudahnya sang pria mengakhiri rumah tangga yang dibina selama dua tahun. Meski awalnya ini keinginan Salsa, harusnya pria itu berjuang mempertahankannya. Nyatanya, dia  lebih memilih menceraikannya. Jelas sudah di mana pria itu meletakkan hatinya. Padahal dialah yang membalut luka hati Arkan, menariknya dari jurang putus asa. Setelah pria tersebut baik-baik saja, luka itu dilemparkan kembali padanya.

Salsa tersenyum miris. Inilah akhir bahtera rumah tangganya. Tetapi, kisah mereka belum selesai. Wanita itu bertekad tidak akan pernah membiarkan hidup mereka tenang. Anaknya juga berhak mendapat pengakuan, tapi tidak sekarang. Dia butuh sebuah rencana atau seseorang. Bayangan Saga melintas di matanya. Salsa berpikir tidak ada salahnya menerima tawaran pria itu. Setidaknya dia bisa menjadi sekutu yang kuat.

*

"Masuk!"

Salsa menganjur napas perlahan. Dia Memantapkan pilihan bahwa hanya pria di dalam yang bisa membantunya mendapatkan hak calon anaknya. Dengan menepis semua keraguan dan langkah tegas, dia masuk ke ruang kerja Saga.

"Anda punya waktu?" tanya Salsa singkat.

Saga mengangkat kepalanya. Melihat sosok Salsa berdiri di hadapan, membuat bibirnya mengulas senyum tipis. Sudah dia menduga, wanita itu akan kembali. Luka yang ditorehkan keluarga Nanyendra terlalu dalam. Sepanjang penglihatannya, Salsa bukan wanita pendendam, tetapi jika hati terlalu sakit siapa pun bisa berubah 180 derajat.

Saga menyandarkan punggungnya ke sandaran sofa. "Bicaralah."

Salsa mengepalkan kedua belah tangannya. Dia tidak akan mundur meski konsekuensi berat harus dijalani sesuai kesepakatan. "Saya terima tawaran Anda," ujarnya singkat dan lugas.

Saga mengerutkan dahinya. "Tawaran yang mana?" Pria itu balik bertanya. Meski dia tahu, dia ingin mendengar langsung dari mulut Salsa. Dia ingin melihat seberapa serius wanita itu.

"Kesepakatan menghancurkan keluarga Nanyendra," jawab Salsa lantang, bahkan suaranya bergema di ruang kerja Saga.

Saga tertawa puas. Dia bangkit dan berjalan mendekati Salsa. "Ingatlah, kau tidak bisa surut lagi. Meski hancur kau tetap harus maju, walaupun terluka parah kau tidak boleh menyerah hingga Nanyendra Grup tumbang dan tersungkur," kata pria itu sembari menatapnya Salsa lekat.

"Lalu apa yang kudapat?" Salsa membalas tatapan Saga dengan lebih berani. Wanita itu telah membuang sisi rapuhnya demi sebuah dendam. Dia juga mematikan empati dan simpati agar tujuannya tercapai. Tidak ada yang tahu jika di tengah perjalanan nanti Arkan berubah setelah memgetahui perihal kehamilannya. Tidak! Salsa tak akan pernah surut. Sekali janji terucap, tak akan ingkar hingga tujuan tercapai.

"Akses tak terbatas dariku. Saham, loyalitas, dan kehormatan menyandang nama Liam di belakang namamu. Dan juga ... perlindungan bagi calon anakmu. Maaf, anak kita," jelas Saga tegas.

Salsa terdiam lama mencerna setiap kata-kata sang pria. Dia lalu menyadari, selamanya akan  terikat dengan seorang Sagara Liam, pria asing yang terlihat kejam.

Tbc

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status