Senyum tak berhenti merekah di bibir tipis Nadia, begitupun Arkan. Setelah tadi siang dokter kandungan pilihan wanita itu mengatakan jika bayi di rahimnya berjenis kelamin laki-laki. Kabar itu segera menyebar dengan cepat ke seluruh keluarga Nanyendra. Akhirnya, untuk pertama kalinya setelah Arkan, mereka memiliki penerus laki-laki karena kedua adik dan keponakannya perempuan.Sang mama bahkan sudah menyiapkan nama untuk calon cucu dan sudah merencanakan pesta meriah untuk menyambut kelahirannya. Padahal kandungan Nadia baru berumur enam bulan. Rasa bangga dan puas menghinggapi hati wanita itu meski ada sedikit ragu terlintas, tetapi cepat dia enyahkan. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Jika sesuai dengan rencana dia akan segera membawa pulang pewaris Nanyendra tiga bulan lagi, tepat saat keberangkatan Arkan ke luar negeri. Nadia yakin jika dewi fortuna akan selalu memihaknya.*"Sayang, jangan main ponsel terus, makan dulu," tegur Arkan lembut ketika melihat Nadia asyik mengetuk-n
"Kasihan, dia tertidur karena kelelahan menangis." Halimah menyingkirkan beberapa helai rambut yang menutupi kening Elang.Salsa yang duduk di tepi ranjang tersenyum getir sambil menatap putranya. Masih terdengar sesekali sisa tangis El. Dua minggu sudah mereka kembali ke tanah air. Halimah tidak mengerti kenapa Saga membiarkan keduanya pulang tanpa pria itu, tetapi dia tidak ingin banyak bertanya. Halimah menghormati privasi mereka. Dia akan mendengarkan dan memberi saran jika diminta."Mungkin El merindukan Sagara atau sebaliknya," ucap Halimah mencoba memancing reaksi Salsa.Salsa menunduk dan mengangguk. "Mungkin. El sangat dekat dengan Tuan Saga. Saya rasa dia belum terbiasa tanpa kehadiran beliau.""Bagaimana denganmu? Apa kamu juga merindukannya?" pancing Halimah lagi.Salsa terkekeh, menatap Halimah dengan senyum kecut. "Apa pantas saya merindukannya?""Kenapa tidak?""Saya bukan siapa-siapa, Buk. Mana pantas bersanding dengan Tuan Saga."Halimah menatap Salsa lembut. "Nak, ma
Salsa setia menundukan kepala seolah-olah menikmati hidangan makan malam, yang dimasak special untuk menyambut kepulangan Saga dan Thalia. Nama wanita yang belakangan dikenalkan pria itu sebagai sahabatnya.Thalia sangat cantik dan begitu anggun. Pembawaannya yang ceria dan baik mampu memberi aura positif di rumah ini. Wanita itu berprofesi sebagai pengacara dan memiliki Firma hukum sendiri yang cukup bonafid. Berbanding tegak lurus dengan prestasinya yang banyak memenangkan kasus hukum, baik perdata atau pidana hingga banyak perusahaan terkenal menggandengnya menjadi mitra.Begitupun Saga yang memercayakan urusan hukum Liam Grup padanya. Sepanjang makan malam merupakan siksaan bagi Salsa. Makanan yang ditelannya seolah-olah duri yang menyakiti tenggorokannya, air pun terasa pahit di lidah dan udara yang dihirupnya seperti racun yang membuat dadanya begitu sesak. Apalagi melihat interaksi keduanya yang begitu akrab, membuat ngilu merayap perlahan ke seluruh aliran darahnya. Namun, di
Nadia berjingkat sambil menggenggam ponsel menjauhi ranjang, lalu membuka pintu balkon yang terhubung dengan kamarnya. "Ada apa?" tanyanya sambil melirik ke arah kamar. Dia kesal setengah mati ketika ponselnya berdering di tengah malam."Bos, wanita itu meminta lebih. Jika tidak, perjanjiannya batal," jawab seseorang di seberang sana."Apa!" bentak Nadia tertahan, dia cepat membekap mulutnya ketika menyadari Arkan bisa mendengar suaranya. "Jangan macam-macam. Bukankah perjanjiannya jelas di awal. Jangan coba memeras saya!""Iya, Bos. Tapi, dia mengancam tidak akan makan dan meminum semua vitamin yang dikasih dokter.""Dasar tolol! Paksa. Tapi, ingat jangan sampai menyakitinya." "Sudah, Bos. Wanita ini keras kepala. Saya takut terjadi sesuatu."Nadia memijit kepalanya yang mulai berdenyut. Satu bulan menjelang melahirkan masalah baru timbul. Dia tidak ingin gagal jika tak mau disingkirkan sebagai nyonya besar di keluarga Nanyendra."Urus dulu. Besok saya ke sana. Dan ingat, jangan sa
Salsa heran tidak mendengar suara El menyambutnya. Biasanya begitu mendengar deru mobilnya, bocah itu akan berlarian mengejar dan menghambur ke pelukannya.Bergegas dia menuju kamar El dan melihat Saga tengah menyelimuti putranya sembari mengecup kening El. Harus diakuinya meski pria itu jarang sekali menampilkan ekspresi di depannya, tetapi bila bersama El, dia menjelma menjadi seorang yang hangat, penyayang, dan sangat memanjakan bocah itu. Hal yang patut disyukuri oleh Salsa karena putranya tidak kekurangan kasih sayang."Baru pulang?" Salsa tersentak, terlalu lama memandang El, dia tidak menyadari jika Saga berdiri di depannya."Iya," jawab Salsa menundukkan kepalanya. Entah mengapa dia tidak sanggup menatap pria itu setelah kejadian semalam."Sudah makan?" tanya Saga lagi sambil menyelipkan beberapa helai rambut Salsa yang keluar dari cepolannya ke belakang telinga.Salsa gugup hingga surut selangkah. Tidak mengira Saga memperlakukannya semanis ini. "Sudah, tadi saya makan malam
Arkan tidak bisa menghilangkan senyum dari wajahnya. Tangannya bahkan erat menggenggam jemari Salsa seolah takut wanita itu pergi lagi, sementara Salsa hanya menunduk, pikirannya kosong. Dia belum mampu mencerna apa yang terjadi. Dia juga tidak bisa menjelaskan bagaimana bisa berakhir di sebuah cafe dengan Arkan di sampingnya."Sa ... aku tidak pernah mengira kita akan ketemu lagi." Arkan menatap Salsa lembut. "Aku rindu ...."Salsa tersenyum sinis. "Rindu?! Jadi seperti ini dirimu? Jelas-jelas kau pria beristri, tetapi dengan mudahnya mengatakan rindu kepada wanita lain," sindirnya ketus."Terserah kamu ngomong apa, Sa ... yang pasti aku tidak akan membiarkan kamu pergi lagi," jawab Arkan membelai punggung tangan Salsa dan hendak mengecupnya.Namun, wanita itu cepat menarik tangannya. Rasa muak memenuhi hatinya. Apalagi mengingat apa yang telah dilakukan pria itu. Salsa bersedekap. "Kamu enggak amnesia, 'kan, Mas?! Dulu, begitu mudahnya kamu mengkhianatiku. Membuangku seolah-olah ak
Nadia terus mondar-mandir di depan ruang operasi sebuah klinik bersalin. Wajahnya terlihat cemas. Berkali-kali melihat ke pintu berharap seseorang keluar dari sana."Gimana, Wisnu, bayinya baik-baik saja?" tanya Nadia ketika melihat seorang keluar dari ruang operasi."Baik, tapi wanita itu belum sadar. Kondisinya memprihatinkan.Nadia tersenyum sinis. "Aku tidak peduli jika wanita itu mati, malah bagus. Jadi, aku tidak perlu repot menutup mulutnya."Wisnu menggeleng tak percaya jika wanita di depannya ini sangat kejam. Tidak serupa dengan wajahnya yang terlihat baik dan lembut. Andai tahu seperti itu mungkin dia akan menolak keras ketika Maya, istrinya, meminta dia menjadi dokter pribadi Nadia. Wanita itu telah merusak ketenangan hidupnya dan mengancam karir, serta keutuhan rumah tangganya, tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa selama Nadia menyimpan videonya."Sekarang aku minta master video itu," ucap Wisnu tak sabar ingin lepas dari Nadia."Nanti, setelah anakku lahir. Pastikan aku s
Nadia heran ketika melihat Arkan sibuk memilih kemeja dari dalam lemari. Hampir empat kemeja dan jas yang dicoba, tetapi tak satu pun yang sesuai seleranya. Baru setelah berkutat setengah jam, dia memutuskan menggunakan kemeja biru laut dengan setelan celana bahan hitam serta jas slimfit berwarna senada. Dia semakin terlihat tampan dengan dasi berwarna biru tua dengan motif abstrak."Mau ke mana, sih, Mas? Repot amat dari tadi?" tanya Nadia sambil membantu merapikan dasi yang tergantung di leher pria bertubuh tegap itu."Aku diundang ke pesta ulang tahun perusahaan Liam Grup. Banyak orang penting di sana, jadi aku harus memberi kesan yang baik," jawab Arkan sambil menyorongkan jasnya.Nadia mencebik. "Masak, sih? Bukan karena banyak perempuan cantik di sana."Arkan menatap Nadia dari cermin sambil menyisir rambutnya. "Kamu cemburu? Ya udah, ikut kalau gitu," ajaknya meski sebenarnya berharap Nadia menolak.Wanita dengan perut membuncit itu menggeleng. "Enggak, deh. Aku lagi enggak ena