"Apa semua ini benar ..." lirih Salsa parau.Saga melihat sekilas foto yang diperlihatkan Salsa, hening sejenak, lalu dia kembali menatap wanita itu."Benar, itu aku. Wanita itu bahkan ada di sini menemaniku," ucap Saga dingin.itu udara yang dihirup Salsa laksana butiran kaca yang melukai pernafasannya. Perlahan dua kristal bening jatuh di pipi. Dia mati, bahkan sebelum kematian itu datang...Terdengar tawa kemenangan dari Nadia. Wanita itu puas melihat Salsa kembali terluka."Ah ... Tuan Saga, kau melakukan hal yang benar dengan membuang wanita itu," ucap Nadia menunjuk Salsa dengan dagunya. "Sampah memang tempatnya di tempat sampah, bukan di sekitar kita."Kau benar. Buanglah sampah di tempatnya," tukas Salsa cepat. Nadia mendelik, tersinggung dengan kata-kata Salsa. "Apa maksudmu?"Salsa menghela napas. Meski dia tersakiti, walau sekarang hatinya patah dan berantakan, wanita itu tidak akan membiarkan Nadia menang mudah. Dia akan menyeret istri Arkan itu hancur bersamanya."Aku
"Panti asuhan?!" seru Arkan tak percaya. "Nadia, apa itu benar?" tanyanya.Nadia bergeming. Dia bahkan tidak berusaha membantah. Hal itu membuat amarah di dada Arkan berkobar dengan cepat.Dia menyentak lengan Nadia dengan kasar. "Kenapa?! Kenapa kau tega melakukan ini? Membawa pulang satu anak, tetapi menelantarkan darah dagingmu sendiri!" ucap Arkan geram, matanya berkilat penuh amarah.Nadia meringis merasakan cengkeraman Arkan di lengannya. "Karna aku terlalu mencintaimu. Aku takut kehilanganmu," jawabnya menghiba. "Tidak. Kau hanya mencintai hartanya," sela seseorang yang tiba-tiba saja hadir di ruangan itu, membuat tak hanya Arkan dan Nadia yang terkejut, tetapi juga Salsa. Dahi wanita itu berkerut, dia menatap Saga yang terlihat tenang. Salsa lalu menyadari pria yang kini memeluk pinggangnya posesif telah merencanakan sesuatu di belakangnya."Maya? dr. Wisnu? Kalian di sini?" tanya Arkan heran melihat kedatangan keduanya.Dokter Wisnu hanya mengangguk sedangkan Maya tersenyum
Salsa mengusap tangan Saga yang bergetar samar. Dia sadar pria itu sedang menahan diri untuk tidak menghajar Nanyendra. Sekarang wanita tersebut tahu kenapa pria itu membenci Nanyendra, hingga mendarah daging. Masa lalu Saga sungguh tragis, pantas saja dia tumbuh menjadi pribadi dingin dan tidak mudah percaya pada orang lain.Di sisi lain, Arkan membeku. Tidak mengira sang panutan memiliki masa lalu yang sangat kelam. Marah, malu, dan iba satu dalam dada pria itu. "Maafkan aku. Aku menyesal," mohon Nanyendra lirih. Mata tuanya meneteskan air mata."Dosamu bukan itu saja," ucap Saga dingin. "Kau juga merencanakan pembunuhan kepada orang tuaku dengan menyabotase mobil mereka," tuduhnya.Nanyendra berbalik, menatap Saga. "Tidak! Aku memang bajingan. Tapi, tidak akan pernah membunuh," bantahnya. Saga tersenyum sinis. "Tidak mungkin seorang pembunuh mengaku.""Aku berani bersumpah bukan--""Mereka pantas mati!" sela Lidia dingin. Semua mata menatap wanita paruh baya itu. Suasana menceka
Warning!part ini ada bagian 21+nya. Tapi ngga terlalu vulgar. Tapi bisa bikin yang baca baper sendiri-------------------"Terima kasih Anda mau berkunjung. Kami berhutang budi pada Anda," ucap Arkan diplomatis. Setelah dia dan Saga keluar dari kamar inap Nadia di sebuah rumah sakit jiwa. Wanita itu mengalami depresi berat, hingga harus dirawat intensif."Aku tidak sedang menanam budi. Ini hanya rasa kemanusiaan saja," balas Saga. "Aku sudah membeli saham publik perusahan kalian. Ditambah saham yang dimiliki Salsa. Mulai saat ini Nanyendra Grup bukan milikmu lagi. Apa kau tahu itu?" tanyanya menyelidik.Arkan mengangguk. "Pengacara saya sudah memberi tahu. Bukankah dari awal itu bukan hak kami," aku Arkan lemah.Terdengar helaan napas berat Saga. "Awalnya aku memang ingin menghancurkan kalian, mengambil apa yang menjadi hakku. Tapi, kemudian aku sadar tak guna menyimpan dendam, hanya akan merusak diri. Lagipula dua puluh lima tahun berlalu perusahaan itu masih tegak. Ada kerja keras N
Salsa mendesah sambil membuang alat tes kehamilan ke tempat sampah yang ada di sebelah wastafel. Dia menatap cermin dan mengembuskan napas keras. Lima tahun belakangan ini, entah berapa buah alat tes kehamilan itu dia gunakan, tetapi tak jua pernah menunjukkan garis dua. Padahal segala cara telah dia tempuh, mulai dari program hamil, pengobatan alternatif, dan program gaya hidup sehat. Namun, tak tampak tanda-tanda dia akan segera hamil."Sayang!" Ketukan di pintu kamar mandi dan suara Saga membuyarkan lamunan Salsa. Dengan langkah pelan wanita berambut panjang itu menyeret kakinya dan membuka pintu. "Kamu kenapa?" Saga menyentuh dahi Salsa dengan punggung telapak tangannya. Dahi pria itu mengernyit melihat raut sang istri yang kusut."Aku enggak papa," jawab Salsa sambil berjalan ke arah ranjang, membuat Saga semakin bingung.Salsa merebahkan tubuhnya di atas ranjang yang dialasi sprei putih, lalu menutupi seluruh tubuh hingga kepalanya. Saga menggeleng melihat perangai wanitanya. D
Langkah Salsa gemetar melihat rumah megah Nayendra dihias begitu indah. Sebuah tenda besar berdiri kokoh di gerbang masuk. Sepertinya keluarga itu tengah berpesta, tetapi mengapa dirinya tidak tahu apa pun. Dia adalah menantu di keluarga ini meski hanya sang ayah mertua saja yang menerimanya. Mama dan kedua adik Arkan tidak pernah memandangnya karena mereka menganggap dirinya tidak sederajat. Memang, Arkan menikahinya tanpa restu sang mama dan membawa dirinya tinggal terpisah dengan keluarga besarnya. Meski begitu, Salsa selalu mendorong suaminya tetap berkomunikasi dengan sang wanita yang melahirkannya itu.Setahun ini hubungan mereka membaik. Arkan lebih sering mengunjungi mamanya walau tanpa dirinya. Sang mama belum menerima wanita pilihan anaknya sebagai menantu. Awalnya Salsa memaklumi sikap Arkan yang akhir-akhir ini lebih sering berada di sana, sungguh dia tidak pernah berpikiran buruk tentang suaminya. Namun, satu kenyataan yang ditemuinya tadi siang membuat hatinya tergerak
Salsa melangkah ke dalam rumahnya, 'Istana mungil' bergaya modern minimalis yang dibeli Arkan dua tahun lalu. Di sini mereka pernah merajut cinta hari demi hari. Pria tersebut selalu memperlakukan dirinya begitu lembut, perhatian, dan penuh cinta, seakan hanya dia satu-satunya ratu di singgasana hatinya. Nyatanya, Salsa hanya selir karena wanita berkulit kuning langsat itu tak pernah bisa menggantikan posisi Nadia di hati Arkan.Nadia dan pesonanya. Salsa tidak pernah berpikir bersaing dengan wanita itu, dia cinta pertama Arkan. Mereka menjalin cinta sejak masih berseragam putih abu-abu. Hubungan itu berlanjut hingga di universitas. Di sanalah dia bertemu Arkan. Dia terpesona dengan keramahan serta tindak-tanduk pria itu. Pria bertubuh tinggi-tegap itu tidak pernah merendahkannya walaupun dia seorang mahasiswi miskin.Perlahan benih-benih cinta tumbuh di hati Salsa. Tetapi, benih itu urung tumbuh ketika dia tahu Arkan memiliki Nadia. Pria itu begitu memuja dan tergila-gila padanya. Wa
Sisa hujan tadi sore membuat jalan yang ditapaki Salsa becek dan berlumpur. Wanita itu berjalan tanpa tahu arah yang dituju. Dia hanya mengikuti ke mana kakinya melangkah. Sesekali Salsa melihat ponselnya berharap layar ponselnya menampilkan nama seseorang. Namun, jangankan telpon, satu pesan pun tak ada. Wanita itu tersenyum ironi, Arkan serius membuang dirinya. Salsa menengadah menatap langit malam yang terlihat gelap; segelap hatinya saat ini. Dia tidak tahu harus ke mana. Wanita itu sadar keputusannya meninggalkan Arkan terlalu gegabah. Selama ini dia bergantung kepada pria itu karena sang suami melarangnya bekerja, sekarang dia tidak tahu bagaimana harus membiayai hidupnya kelak, apalagi dengan janin di rahimnya.Perlahan air mata Salsa kembali luruh. Dia memeluk kedua tungkai kakinya erat, membenamkan wajah di antara lututnya. Tubuh wanita itu bergetar, dia menangis tanpa suara. Dia rapuh dan tidak berdaya.Sekarang Salsa terdampar di sebuah halte bus. Dia tak tahu harus ke man