"Kamu beneran Nak mau ke rumah istri pertama suamimu itu?" tanya ibu Salwa saat putrinya itu udah siap untuk pergi."Iya, Bu. Salwa mau memperjuangkan hak Salwa sebagai istri mas Hamdan. Salwa juga ingin bahagia seperti pasangan yang baru menikah lainnya, Bu."Setelah kepulangan Hamdan kemarin, Salwa memikirkan dengan penuh pertimbangan apa yang harus dia lakukan demi memperjuangkan hak miliknya. Dia sudah membulatkan tekad untuk mengunjungi kediaman Hamdan dengan istri pertamanya."Nak, berapa kali ibu bilang, Hamdan sudah berusaha untuk membahagiakan kamu. Dia suami yang baik, suami yang bertanggung jawab. Namun, keadaan kakak madumu yang tak memungkinkan untuk Hamdan membawamu berbulan madu, mengertilah, Nak." ibu Salwa masih berusaha menasehati putrinya yang di pikirnya terlalu egois tak memikirkan perasaan istri pertama suaminya. Ia takut kedatangan Salwa ke sana akan menimbulkan masalah baru yang akan membuat hubungan ketiganya tak baik-baik
Sebisa mungkin Najma menahan air matanya agar tak jatuh. Sungguh, perkataan adik madunya sangat menyakitkan hatinya."Mbak, ku harap kau bisa mengerti akan setiap perkataanku. Aku tahu, aku hanya istri kedua, tapi apa salah jika aku ingin menjalani pernikahan seperti pernikahan pada umumnya?"Salwa kembali membuka suaranya setelah terjadi keheningan yang cukup lama tercipta di antara mereka. Kata-kata itu semakin membuat Najma merasakan sesak pada dadanya."Menjalankan pernikahan pada umumnya? Maksud kamu yang setiap hari bisa selalu bersama mas Hamdan? Bisa menguasai dia sepenuhnya dan memusatkan perhatian dia sepenuhnya padamu, begitu? Apa kamu ingin aku mundur, Salwa? Apa kamu ingin aku menyerah dan kamu jadi satu-satunya istri seperti pernikahan orang-orang pada umumnya yang hanya ada satu istri dan satu suami?""Bukan itu maksudku, Mbak! Aku hanya ingin merasakan indahnya awal pernikahan dengan berbulan madu bersama mas Hamdan tanpa mas Hamdan yang merasa berat buat meninggalkanm
"Ingat, Hamdan bukan tak mau membawamu berbulan madu, tapi dia menunggu waktu yang tepat untuk membawamu bulan madu. Jika kalian pergi sekarang, bukan tidak mungkin kalian tak akan bahagia karena fikiran Hamdan selalu tertuju pada istri pertamanya yang sedang tidak baik-baik saja kandungannya."Salwa mencerna perkataan sang ibu, hatinya membenarkan apa yang diucapkan ibunya, bahwa tak mungkin Hamdan akan fokus pada bulan madu mereka karena memikirkan istri satunya yang sedang mengandung dan kondisi janin yang lemah."Cobalah petik hikmah di balik kejadian ini, jangan pikirkan sakitnya, tapi dampak setelahnya.""Terimakasih, Bu. Terimakasih sudah menjadi orang tua terhebat buat Salwa, maaf Salwa belum bisa bahagiakan ibu, maaf Salwa selalu buat ibu kecewa. Maaf Salwa tak pernah mendengarkan nasihat ibu. Salwa janji akan menjadi istri yang Sholehah buat suami Salwa dan juga adik yang baik buat madu Salwa.""Kamu putri ibu, Nak. Kamu satu-satunya yang ibu mi
"Abah, terimakasih sudah membawa ummi ke tempat yang begitu indah ini," Salwa duduk bersandar di bahu Hamdan sambil menikmati angin sepoi-sepoi yang menerpa tubuh mereka. duduk di sebuah kursi panjang di halaman penginapan sambil menikmati indahnya laut yang berwarna biru membuat mata enggan melepas pandangan. "Semoga ummi bahagia," "Ummi sangat bahagia, Abah." "Mau berenang?" tawar Hamdan kepada istri yang saat ini tengah berada dalam pelukannya. "Nggak Abah, gini ajah." Hamdan sudah berusaha sekeras mungkin menolak permintaan Najma untuk membawa Salwa berbulan madu, bukan tak mau membawa, tapi Hamdan menundanya karena khawatir akan kondisi kandungan Najma yang lemah. Najma dengan gigih memaksa Hamdan untuk tetap pergi, dan terus mengatakan bahwa dirinya baik-baik saja. Karena paksaan dari istri pertamanya, akhirnya Hamdan mau berangkat membawa Salwa bulan madu. Namun, meskipun begitu Hamdan tak mau seperti orang yang terpaksa menjalani bulan madu ini. Ia tak mau membuat istri k
"Maafkan, aku Mbak. Maafkan atas semua ucapanku yang menyakiti hatimu, Mbak. Aku janji, aku akan berubah menjadi lebih baik lagi. Aku akan berusaha menjadi adik yang baik untukmu. Mohon, maafkan aku, Mbak." Salwa menunduk dengan bahu bergetar dengan kedua tangan menggenggam erat tangan Najma yang masih terlihat kebingungan pasalnya datang-datang Salwa langsung menangis dan meminta maaf padanya.Saat ini Salwa sudah berada di rumah Najma untuk meminta maaf secara tulus kepada kakak madunya tersebut. Sehabis dari bandara, dia langsung menuju rumah kakak madunya tanpa pulang terlebih dahulu. Tadi malam, setelah selesai mengemasi pakaian untuk esok harinya, Salwa sudah mengatakan yang sejujurnya tentang apa yang ia katakan pada Najma kepada sang suami."Abah, boleh ummi minta waktunya sebentar?" tanya Salwa menghampiri Hamdan dan duduk di damping lelaki itu, saat Hamdan sedang mengecek beberapa email yang dikirimkan oleh sekretarisnya."Boleh," jawab Hamdan sambil mematikan ponselnya, "Ad
Umma, atas nama Salwa Abah benar-benar minta maaf atas segala sikap dan perkataannya." Hamdan membuka percakapan setelah sekian menit terjadi keheningan pasca mereka melepaskan rindu satu sama lainnya."Umma sudah memaafkan Salwa, Abah." Jawab Najma sambil mengeratkan pelukannya mencari kenyamanan dalam pelukan sang suami.Saat ini mereka tengah berada di kamar mereka. Saling mencurahkan rasa rindu karena tidak berjumpa selama dua pekan."Sayang, kapan jadwal untuk periksakan kandunganmu?" tanya Hamdan sambil memeluk sang istri dan mengusap perut yang terlihat sudah sedikit membuncit."Biasanya kemaren Abah, tapi Umma nunggu Abah dulu buat periksa anak kita." jawaban Najma berhasil menyentil hati Hamdan membuat lelaki itu merasa nyeri pada hatinya karena lagi-lagi dia belum bisa menjadi suami yang siaga."Benarkah Umma? Kalau begitu kapan kita ke rumah sakitnya, sekarang?""Jangan sekarang, Abah pasti lelah habis dari perjalanan jauh, besok saja." tolak Najma karena dirinya pun sedang
"Ya Allah! Baik, Bu, Hamdan akan segera ke sana."Melihat raut wajah Hamdan yang terlihat khawatir, membuat Najma juga ketularan khawatir entah pada siapa."Ada apa, Bah?""Salwa tak sadarkan diri, Umma. Kita harus ke sana dulu, baru kita barengan berangkat ke rumah sakit. Tak apa 'kan, Umma?""Iya, Abah. Tak apa."Akhirnya kini mereka berangkat menuju rumah sakit bersama. Salwa di letakkan di jok belakang dengan kepala di letakkan di pangkuan sang ibu. Sedangkan Najma tetap pada posisinya duduk di samping kemudi."Umma ambil antrian saja dulu, nanti Abah nyusul setelah membawa ummi Salwa ke ruang UGD," pinta Hamdan mereka sudah tiba di rumah sakit.Tanpa berpikir panjang, Najma mengiyakan usulan sang suami."Baiklah, Abah. Kalau begitu Umma ke poli kandungan dulu, semoga dik Salwa tidak apa-apa,""Iya, Umma. Umma hati-hati," pesannya sebelum membawa Salwa menuju ruang IGD untuk diperiksa."Iya, Abah."Najm
Mendengar itu, tanpa terasa air mata Najma menetes haru mendengar bahwa kandungannya sudah sehat, tidak lagi lemah. Namun, lagi hatinya terluka saat tak mendapati suaminya ada di sisinya. Namun, ia paksakan tersenyum saat dokter menatapnya dengan sendu. Bagaimana tidak di tatap demikian, wajah yang awalnya berbinar berubah menjadi sayu setelah di perdengarkan detak jantung sang bayi yang berdetak dengan sangat normal."Anda baik-baik saja?" tanya dokter khawatir."Saya tak apa, dokter. Saya baik-baik saja. Saya hanya terharu karena janin saya sudah sehat,"Setelah diperiksa dan mendapatkan foto hasil USG, Najma langsung berpamitan kepada dokter. Setelah keluar dari ruangan dokter Arini, Najma menuju apotek untuk menebus obat yang telah diresepkan.Selesai menebus obat, Najma kembali melanjutkan langkahnya menyusuri koridor rumah sakit untuk menemui suaminya yang mungkin masih berada di UGD. Buku KIA yang di dalamnya terdapat foto hasil USG terbaru dari ja