Di hari pernikahan yang seharusnya menjadi hari bahagia, Kirana di fitnah dan ditinggal oleh calon suaminya begitu saja. Kirana merasa hancur dan tak tau harus berbuat apa, di saat semua sudah siap dan akad tinggal satu jam lagi. Orang tua Kirana tetap kekeuh ingin melanjutkan pesta pernikahan itu karena semua tamu undangan sudah hadir semua. Tak disangka seorang pria tak di kenal sama sekali oleh Kirana, tiba-tiba datang menjadi juru penyelamat dan dia menawarkan untuk menggantikan mempelai pria, yang telah pergi. agar tak jadi malu karena pernikahan tiba-tiba batal. Karena semua serba tiba-tiba pria itu hanya mampu memberikan mahar kecil dan malah menjadi bahan gosip para tamu undangan. Bahkan Kirana dikatai sebagai wanita sial, wanita murahan, dan penuh dengan aib dan masih banyak hinaan yang di lontarkan oleh keluarga dan yang lainnya. Baca kisah Kirana dan Dirga di sini yuk, jangan lupa subscribe dan rate ceritaku ya terimakasih.
View MoreKirana
“Saya batalkan pernikahan ini, Pak. Saya tidak sudi menikah dengan wanita murahan seperti anak bapak ini!” ucap Mas Ferdi dengan lantang di hadapan Ayah, dan keluargaku. Tepat di ruang keluarga, di mana semua keluarga intiku berkumpul. Aku kaget dengan peryataan yang begitu tiba-tiba, yang keluar begitu saja dari mulut pria yang seharusnya menikahiku satu jam lagi. Kenapa ini? Ada apa? Semua pertanyaan itu berputar di kepalaku secara mendadak. Aku kira, tadi Mas Ferdi akan menyampaikan sesuatu hal yang penting sebelum kami melangsungkan akad. Karena dia menyuruh kami berkumpul di ruang keluarga. Tapi yang aku dengar, di luar dari isi kepalaku. Membatalkan pernikahan? Kata-kata itu keluar begitu saja dari pria yang aku kenal dua tahun silam, dan melamarku seminggu yang lalu. Aku tak percaya dengan apa yang ku dengar dari bibirnya. Membatalkan pernikahan dan mengataiku wanita murahan di saat seperti ini, apakah dia sudah benar-benar gila? Jujur saja hatiku sangat sakit ,dan hancur setelah mendengar ucapannya yang barusaja dilontarkan. Katakan jika semua ini hanya bercanda! Atau hanya mimpi belaka. Satu jam lagi akad akan dimulai. Tapi cobaan apa ini ya Allah? Apakah semua ini hanya prank biar suasana menjadi menegangkan, tapi mana mungkin. Orang gila mana yang mengatai calon istrinya seperti itu. Rasanga seperti dihantam ombak besar, ketika aku mendengar ucapan Mas Ferdi. “A-apa maksudnya, Nak Ferdi?” tanya ayahku dengan raut wajah bingung dan kaget. Ayah yang tadinya tersenyum bahagia karena putrinya sebentar lagi akan mengakhiri masa lajangnya, kini raut bahagia itu berubah menjadi muram dan tampak bingung. Ayah tampak menahan emosinya dan mencoba bersabar. Mas Ferdi menarik napas seakan menahan emosi yang hendak meluap. Aku tau dari wajahnya yang sudah mulai memerah saat ini. Tak pernah sebelumnya dia menunjukkan sikap seerti itu kepadaku. Aku semakin diliputi rasa penasaran dan bingung. “Putri bapak telah bermain api di belakang saya, ini buktinya,” kata Mas Ferdi menyodorkan beberapa lembar kertas kepada Ayah. Akupun ikut penasaran apa sebenarnya yang diberikan oleh mas Ferdi hingga membuat kedua bola mata Ayah melotot dengan sempurna. Wajah Ayah memucat seakan aliran darahnya terhenti seketika. “Apa maksudnya, Mas?” aku bingung dengan yang di maksud oleh Mas Ferdi. Kenapa dia tiba-tiba datang mengatakan hal itu. Fitnah apa sebenarnya yang sedang terjadi? Mas Ferdi menatapku dengan tatapan jijik, dan bahkan dia memundurkan langkahnya ketika aku mencoba mendekatinya. Seakan aku adalah barang naji, dan haram untuk disentuh. “Alah, dasar perempuan jalang! Kau berlagak sok suci di hadapanku, tapi apa semua ini? Dasar jalang. Kau jangan mendekat! Aku benci melihatmu!" ucapnya dengan suara yang lantang. Deg! Apa tadi? Jalang, sok suci? Apa-apaan semua ini. Jantungku berdegub semakin kencang mendengar umpatan dari pria yang telah melamarku. Bahkan aku sangat menyayanginya selama ini. Tapi ada apa ini? Aku tak percaya dengan apa yang kudengar. “Astagfirullah, Mas!” bentakku. “Hentikan Ferdi!” teriak Ayah tak terima, jika putrinya di tuduh seenaknya seperti ini. Orang tua mana yang rela anaknya dihina di hadapan orang banyak. Dadaku terasa sesak dan nyeri mendengar apa yang dia katakannya kepadaku. Aku segera merebut kertas yang ada di tangan Ayahku. Kakiku terasa lemas, seakan tak bertulang lagi. Mataku mulai terasa perih dan berair. Dadaku semakin sesak melihat gambar yang berada dalam genggamanku. Akupun tak percaya dengan apa yang kulihat saat ini. Foto-foto itu direbut oleh saudari tiriku, “Ya Ampun, Ma. Apa ini. Lihat!” triak Anya yang membuatku semakin tak berdaya. Bahkan ibu tiriku juga ikut melihat gambar itu. “Tidak-tidak itu bukan aku, Mas!” jeritku menggeleng tak percaya. “Cih, masih mengelak lagi? Kau tak pantas menikah dengan anakku, Kiran. Saya tidak sudi melanjutkan pernikahan mereka. Pak Gandi, Kami permisi, ayo Fer!” pamit Bu Rita sembari menarik lengan mas Ferdi dan mengapitnya lalu beranjak pergi meninggalkan kami. Aku mencoba menahan kepergian mas Ferdi. “Itu bukan Aku, Mas. Tolong dengar penjelasanku dulu! Demi Tuhan bukan Aku!” kataku berlutut dan bersimpuh menahan langkah kaki mas Ferdi. Aku bersumpah jika aku tak pernah melakukan hal yang ada di foto itu. Mas Ferdi menghentikan langkahnya. Bahkan aku tak kenal siapa pria itu. “Kau bikin malu keluarga saja, Kiran!” kata ibu tiriku. Wajahnya terlihat marah, dan seakan hendak mencabikku. Tapi bagaimana aku menjelaskan semuanya jika itu bukanlah aku. “Usir saja dia, Ma!” ucap Anya adik tiriku yang semakin manasi situasi. Dia memang tak suka denganku sejak awal. Aku menoleh ke arah Ayah. Kulihat wajah Ayah yang bingung bercampur malu. “Ayah, dengarkan Kiran. Ini tidak seperti yang sebenarnya,” kataku mencoba membela. Aku berlari memohon agar mereka tak membatalkan pernikahan kami. Bagaimana tidak. Ayahku terlihat tak bisa berkata-kata lagi dan dia begitu syok mendengar perkataan mas Ferdi. “Biarkan dia pergi, Kiran!" teriak Ayahku ketika melihat aku bersimpuh dan menangis di hadapam Ferdi. Jujur saja aku merasa sakit hati karena memang bukan aku yang berada di foto itu. “Tapi, ayah!” “Cukup Kiran, berdiri kata Ayah!” Tangisku semakin pecah tatkala melihat Ferdi bernar-benar menghilang dari pandanganku. Hatiku hancur di tuduh seenaknya seperti itu. “Kamu cuma bisa bikin malu keluarga saja, Kiran. Lihatlah berapa banyak biaya yang sudah kami keluarkan untuk semua persiapan ini. Dekorasi, ketring, MUA dan masih banyak lagi!” teriak ibu. “Cukup! Jangan bikin masalah semakin rumit, Sukma!" kata Ayahku mencoba menenangkan ibu tiriku. Bukannya menenngkan dia malah ikut memojokkan aku. Aku berlari ke arah ayah dengan penuh rasa sesak. Aku berlutut di hadapan ayahku. “Ayah, aku tak pernah melakukan semua itu, Ayah. Itu semua fitnah Ayah!" kataku dengan isak tangis yang tak bisa ku tahan lagi. “Alah ... Jangan sok suci deh mbak. Tinggal ngaku aja apa susahnya sih. Di luar sana banyak kok perempuan yang lebih parah dari Mbak Kiran!” kata Anya menimpali. Entah apa maksud dari ucapannya. Namun bukannya dia menenangkan aku tapi dia malah ikut menyudutkan aku di sini. “Hentikan Anya! Ayah pusing,” potong Ayah, dia terlihat bingung, wajahnya terlihat merah padam aku sangat tahu apa yang di rasakan oleh ayah. Dia sangat malu dan kecewa kepadaku pastinya. “Kita batalkan saja pernikahan ini, tidak ada jalan lain,” kata Ayah berdiri dan melepaskan kedua tanganku yang sejak tadi menempel di lutut Ayahku. Tubuhku semakin bergetar, aku tertunduk dengan air yang semakin mengalir deras membasahi pipiku. Aku tak tahu harus berbuat apalagi, menjelaskan apapun juga tak akan mengubah keadaan, bahkan hanya akan memerkeruh suasana. “Bagaimana bisa di batalkan tamu udangan sudah hampir datang semua, Mas!” protes ibu tiriku. Dia tampak kesal dan marah. Aku tau dia hanya mengincar uang sumbangan dari para tamu undangan. Terebih dia sengaja mengundang teman-teman Ayah dan relasi Ayah yang banyak demi hal itu. Bukan fitnah tapi ibu tiriku memang mata duitan kata orang. “Tak ada jalan lain, Sukma. Biarkan kita menanahan malu. Paling beberapa bulan juga akan berlalu. Orang-orang akan segera melupakan semuanya. Kabar mempelai pria membatalkan pernikahan pun sampai ada sebagian tamu undangan. Kerabat dari jauh memasuki ruang keluarga dan mencoba membantu mencarikan jalan keluar. Namun hatiku sudah sangat kacau, aku kecewa, marah dan tak bisa lagi berpikir jernih. Sungguh siapa yang telah berbuat jahat kepadaku, tapi kali ini benar-benar keterlaluan. “Nggak bisa, dek. Aku akan mencarikan jalan keluar,” kata pakde Sultan kakak dari Ayahku. Budeku membantuku berdiri dan bangkit untuk duduk di kursi. Sebagian keluargaku juga ikut mencoba menenangkanku. “Biar saya saja yang menggantikan pengantin pria.” Seorang pria muncul dari ambang pintu, entah siapa dia. Aku melihat dengan samar. Kepalaku mendadak pusing dan berat. Mungkin karena hiasan di kepalaku yang sudah sejam aku pakai, jadi kepalaku mendadak pening. “Baiklah kita langsungkan akad sekarang juga!” kata ayahku yang seakin ku dengar perlahan. “Kiran!”Dua hari sebelumnya.Dua orang insan yang baru bertemu beberapa jam lalu, kini baru saja usai mengabiskan siang yang panas bersama. Entah bagaimama keduanya bisa berakhir beradu keringat di kamar hotel. Kamar hotel itu terpaksa menjadi saksi bisu pergulatan panas tanpa cinta antara dua orang yang tengah dilanda kekesalan satu sama lain. Mungkin itu adalah salah satu cara untuk meluapkan kekesalan masing-masing.Ferdi bahkan dengan mudahnya bisa merayu Giselle untuk menyerahkan diri kepadanya. Wanita itu kini tertelunkup menghadap ke arah Ferdi yang tengah menikmati sebatang rokok sembari menyandarkan punggungnya, menatap langit-langit membayangkan wajah wanita yang telah menjadi istri orang. Padahal dirinya baru saja bercinta dengan wanita lain. Sungguh ironi, namun itulah kenyataan. Bahwa dia bukanlah pria baik-baik seperti yang dibanggakan oleh kedua orang tuanya.“Jadi kamu tetap mau merebut wanita itu kembali?" tanya Giselle yang hanya menutupi badan polosnya dengan sehelai selim
“Giselle?” gumam Ferdi menghentikan langkahnya. Dia menyunggingkan senyum di bibir dan mendekti wanita yang duduk di sebuah kursi bengong yang ada di minimarket.“Lama nggak jumpa, apa kabar?” tanya Giselle menatap intens ke arah Ferdi.“Ya ... Seperti yang kamu lihat saat ini. Semua kacau,” jawab Ferdi asal. Di sebenarnya tak terlalu tertarik melihat Giselle, teman lamanya dulu. Sudah bertahun lamanya mereka lost contak, entah ke mana pergi Giselle, pria itu sama sekali tak mengetahuinya. Giselle tersenyum sembari mengangguk. Dia menyesap minuman kaleng yang sempat dia beli sebelumnya. Dia sengaja duduk di depan minimarket untuk menjernihkan pikiran, ternyata gosip jika Dirga telah menikahi wanita lain memanglah fakta. Hatinya hancur, cinta yang dia pendam sejak lama harus kembali dia kubur dalam. Mungkin saja dia tak akan pernah bisa mengungkapkannya sampai kapanpun.Gadis itu meletakkan kaleng minuman di meja bundar, lalu menyandarkan punggungnya di kursi besi. Menepuk kursi sebe
Rintik hujan berjatuhan membasahi bumi, membawa angin dingin menyapu kulit putih yang terlihat memucat. Embusan angin menelusup memasuki kamar melalui kisi-kisi jendela, membawa hawa dingin yang membuat suasana menjadi lebih menegangkan.Tatapan Dirga tak lepas dari sosok yang sejak tadi mengacak-acak seluruh isi pikirannya. Dia hanya mampu menghela napas panjang, memikirkan kata yang tepat untuk menjawab satu kalimat dari istrinya. Setitik kesalahan akan membawanya menuju ke jurang yang mematikan. “Apakah kamu tidak bahagia selama ini?” tanya pria itu yang tak melepas pandangannya walau hanya sedetik.Kirana menunduk dalam, dia tak sanggup bersuara lagi, nyeri di dadanya semakin mendominasi, lidahnya kelu padangannya menjadi samar. Dia berusaha kuat, namun kenyataan dirinya tak sekuat itu.Dia menggeleng perlahan. Dia memberanikam diri untuk menatap ke arah sang suami. Meyakinkan diri agar tetap kuat, menyelesaikan masalah yang seharusnya tak menjadi berlarut. Dia merasa bersalah da
“Maaf, ganggu,” ujar Kirana dengan senyum getir di bibirnya. Bahkan suaranya terdengar bergetar dan tertahan. Matanya mengembun, bahkan seakaj tak bisa diajak kerjasama. Dia berharap tak luruh saat ini.Dia berjalan mundur dan berbalik berlari dengan langkah panjang meninggalkan Dirga bersama wanita itu. Perasaannya mendadak kacau, kepalanya semakin berisik setelah melihat kejadian singkat itu. “Bodoh ... Bodoh, apa yang kamu harapkan Ki. Kamu bodoh, nggak ini nggak benar. Ini nggak benar!”‘Dia selingkuh!’‘Kamu nggak pantas buat Dirga!’‘Kamu wanita hina!’‘Kamu kotor, perempuan murahan!’‘Kamu nggak pantas jadi ibu!’‘Dasar anak pembawa sial!’“Nggak ... Nggak, ini nggak bener, ngaaaak!” jerit Kirana setelah menutup pintu kamar.“Sayang, jangan pergi!" teriak Dirga, dia melepaskan wanita yang masih bergelayut manja di pelukannya, tatapannya tak luput dari wajah tampan yang kini mulai merah padam. Dia sadar telah membuat kesalahan besar kali ini, dia menjadi merasa bersalah dengan
PoV Author.Dirga kembali ke ruang rawat, dia tampak terkejut tak mendapati sang istri di bed rumah sakit. Dia masih berpikir positif dan mencari keberandaan Kirana di kamar mandi. Namun sayangnya di sana tak ada seorang sama sekali.“Di mana dia?” ujarnya mulai panik, dia menarik napas, lalu merogoh saku dan mengambil ponselnya. Pandangannya sesekali mengedar seakan memindai seluruh tempat yang mampu dia lihat.Padahal baru sebentar, tapi istrinya sudah menghilang begitu saja. “Tunggu sebentar, Lang. Istriku hilang,” jelasnya pada sambungan teleponnya bersama Gilang. Dia meminta bantuan Gilang untuk menjemputnya di rumah sakit. Kebetulan sang mama berhalangan hadir, jadi Dirga meminta bantuan Gilang. Namun setelah kembali Kirana malah menghilang. Entah apa yanh dipikirkan oleh Kirana, bahkan dia meninggalkan ponselnya di nakas. Hal itulah yang membuat Dirga sedikit kesal. “Hilang, bos? Aduh ... Ya udah deh, aku bantu cari di sekeliling rumah sakit,” kata Gilang segera turun dari mo
PoV Kirana.“Kau tidak pantas bahagia jika aku tak bahagia. Tak akan ada lelaki yang bisa menerimamu selain aku. Jadi jangan pernah berpikir jika kau bisa lepas dariku!” ujar Ferdi sembari menyerigai berjalan mendekatiku. Kakiku mundur selangkah perlahan, mencari celah untuk pergi.Aku berlari mencari pertolongan, sembari melihat ke segala arah, berharap akan ada yang datang menyelamatkanku. Suasana terasa sepi, kemana semua oran? Cahaya temaram di malam hari dengan pencahayaan dari lampu jalan membuatku kesulitan melihat sekitar.Ya Allah, tolong kirimkan siapapun, aku terus beelari tanpa menoleh ke belakang. Menyusuri sepanjang jalan yang terasa begitu lengang dan sunyi.“Fer, jangan!” jeritku dengan memohon. Aku hanya bisa berharap dia bisa berhenti mengejar. Sialnya posisiku sangat tidak menguntungkan, tak ada tempat lain untukku berlari. Aku terus berlari sesekali menoleh kebelakang.Ferdi mengendikkan pundaknya dengan seringai jahil penuh kepuasan. Napasku mulai memburu, kepalak
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments