***
“Ternyata, dia tahu semua jadwalku,” ucap Dara. Dia membaca semua hasil laporan yang Axel berikan padanya. Wanita itu tentu saja terkejut karena tidak menyangka kakak kandungnya memata-matainya dan juga menyelidiki segala aktifitasnya.
“Bukan hanya tahu tentang jadwal Bu Dara saja, bahkan jadwal Pak Adam pun, dia tahu. Dan juga... “ Axel berhenti, dia merasa tidak enak mengatakannya karena tahu kalau target dari atasannya itu adalah kakak kandung dari Dara sendiri.
“Dan juga apa?”
“Sepertinya kakaknya Ibu selalu muncul dimana Pak Adam sedang melakukan aktifitas, termasuk ketika suami Ibu sedang berada di luar kota,” balas Axel.
“Jadi dia sengaja mencari perhatian suamiku?”
“Dugaan saya seperti itu, saya melihat kalau Bu Sarah selalu menggunakan waktu kosong Pak Adam untuk menemuinya, termasuk saat Pak Adam sedang menginap di hotel waktu minggu kemarin di Bali.”
“Bali? Jadi kakakku juga terbang ke Bali minggu kemarin? Itu dia sengaja biar bisa bertemu dengan suamiku?” tanya Dara terkejut.
“Iya, saya hanya dapat informasi sekilas saja dan ada teman saya mengirim saya foto keduanya saat makan malam bersama dan sempat jalan-jalan di Kuta.”
Hati Dara mendadak sakit, bagaimana bisa Adam tidak menceritakan pertemuannya itu di Bali padanya? Kenapa Adam tidak bicara kalau minggu kemarin Sarah pun ada di sana? Apa yang sedang suaminya sembunyikan darinya?
Dara ingin menangis, tapi dia sekuat tenaga menahannya. Dia tidak boleh terlihat rapuh di depan siapapun!
“Oke. Aku rasa hari ini cukup, informasi darimu sudah bisa membuatku tahu semuanya,” ucap Dara dengan tenang. “Kamu awasi saja Kak Sarah, apapun yang dia lakukan, kamu harus segera memberitahuku.”
“Baik, Bu. Dan untuk Pak Adam, apa saya juga harus mengawasinya?” tanya Axel.
Dara terdiam untuk beberapa detik, dan dia pun menggelengkan kepalanya. “Tidak perlu, urusan suamiku, biar aku yang mengurusnya.”
Axel mengangguk, dan dia pun pamit dari ruangan kerja Dara.
Tepat setelah Axel menutup pintu, Dara pun menjatuhkan tubuhnya ke atas lantai. Dia pun menangis, dari tadi dia berusaha keras untuk menahan air matanya. Kakinya pun lemas mendengar penuturan dari Axel kalau suaminya dan Sarah ada di Bali. Rasa sesak merasuk ke hatinya, Dara tidak tahu kalau selama ini ternyata Sarah diam-diam berusaha mendekati suaminya. Kenapa kakaknya itu tega menusuknya dari belakang? Apa salahnya? Bukankah mereka itu adalah dua saudari kandung yang akur dan saling mengasihi? Kenapa Sarah tega ingin merampas kebahagiaannya?
“Tuhan, kuatkan aku! Aku tidak ingin rapuh karena ini baru permulaan. Bantu aku karena kekuatanku hanya dari-Mu. Aku akan melindungi kebahagiaan dan surgaku,” lirih Dara.
Dia menghela napas panjang, berusaha menenangkan hatinya. Dia bangkit dan menghapus air matanya. Sudah cukup untuk menangis, sekarang saatnya dia mengikuti permainan yang sudah Sarah mulai.
“Aku tidak akan membiarkan kamu menang Kak Sarah karena dari awal, aku lah yang memenangkan hati Mas Adam,” ucap Dara tersenyum tipis.
Ada notif pesan masuk ke ponsel Dara dan itu dari Axel.
Axel: Bu, saat ini Pak Adam sedang meeting dengan klien di Heritage Cafe dan saya melihat Bu Sarah ada di sana, nanti jika dia menghampiri Pak Adam, saya akan memotretnya.
Dara membaca pesan itu dengan nanar. Dia tersenyum dan dia sudah tahu apa yang harus dia lakukan sebentar lagi.
“Oke, aku akan menjadi lawan terberatmu Kak Sarah,” gumamnya.
***
“Kamu ada perlu di sini juga?” tanya Adam. Dia baru saja selesai menemui klien dan saat hendak pergi, pria itu terkejut karena melihat Sarah menghampirinya.
Sarah tersenyum tipis. “Kamu sangat sibuk dan tidak buru-buru, kan?”
Adam melihat arloji di tangan kanannya. “Aku masih ada waktu. Kenapa?”
“Temani aku saja sebentar, bagaimana? Aku perlu teman bicara.”
“Ada apa? Leon masih menganggumu?”
“Yah, dia memang seperti itu. Kamu pasti lebih mengenalnya daripada aku, mantan istrinya,” balas Sarah.
Adam menghela napas pendek, dia sebenarnya masih merasa bersalah karena gara-gara dia mengenalkan Leon pada Sarah pada waktu itu membuat Sarah harus menderita karena harus diperlakukan kasar oleh pria itu.
Adam tidak menyangka kalau Leon bisa melakukan kekerasan dalam rumah tangga pada Sarah karena yang dia tahu kalau Leon sangat mencintai Sarah.
“Aku minta maaf karena aku lah yang mengenalkan Leon padamu,” ucap Adam.
Sarah tertawa pelan. “Harusnya dulu kamu lah yang aku terima, mungkin nasibku tidak akan terlalu menyedihkan.”
Adam mengernyitkan keningnya, menatap wanita yang saat itu sedang menatapnya. Dia memang lebih dulu mengenal Sarah daripada Dara. Dia dan Sarah sama-sama duduk di bangku menengah atas, dan dulu keduanya sangat dekat.
Adam ingat saat itu dia memang menyukai Sarah dan saat sekolah pun dia mengungkapkan isi hatinya pada Sarah, namun wanita itu menolaknya. Tapi, perasaan itu hanya sesaat dan dia tahu kalau itu hanya cinta monyet baginya. sebab, saat dia kembali ke tanah air setelah menempuh pendidikan di London, justru dia malah jatuh cinta pada Dara. Saat itu mungkin dia merasakan apa itu cinta pada pandangan pertama, setiap melihat Dara, hatinya selalu berdegup kencang.
Merasa tidak ditanggapi oleh Adam, Sarah pun tertawa. “Aku hanya bercanda, Adam. Kenapa kamu begitu tegang?”
Adam hanya tersenyum tipis. “Kalau ada orang lain, mereka nanti akan salah paham mendengar apa yang kamu katakan. Jadi, jangan katakan itu lagi.”
“Kenyataannya di sini hanya ada kita berdua, kan?”
Adam tak menjawab, dia hanya ingat dengan kejadian di Bali pada minggu lalu dan kejadian itu hampir saja membuatnya hilang akal. Sampai saat ini, Adam masih merasa berdosa pada Dara.
“Sekolah kita mengadakan pesta malam reuni untuk angkatan kita. Kita wajib datang, bagaimana? Kamu mau datang?”
“Aku harus melihat jadwalku, jika bentrok, aku mungkin tidak akan ikut,” balas Adam.
“Kamu harus ikut, Adam. Di pesta ini, ada guru kita juga. Mereka pasti merindukan siswa teladan dan populer seperti kamu. Kita juga jarang menghadiri kalau sekolah kita mengadakan acara,” desak Sarah.
“Iya, nanti aku lihat jadwal. Aku bukannya tidak mau, tapi aku tidak mau sampai menganggu pekerjaanku.”
“Pesta ini malam minggu, kamu pasti ada waktu,” ujar Sarah.
“Waktunya aku bersama anak-anak jika masuk weekend, agak berat.”
“Hanya beberapa jam, kamu bisa menggunakan hari Minggu untuk pergi dengan Kai dan Suri, dan Dara... dia Sabtu ini mau pergi, kan?”
Adam mengernyitkan keningnya. “Pergi kemana?”
“Bukankah dia mau ke Singapura? Ada urusan bisnis juga?”
Adam mengingat-ingat, dan dia sepertinya ingat kalau Dara bilang akan pergi ke Singapura dan berada di negara itu selama seminggu. Suasana hatinya berubah muram, dia masih merindukan istrinya tapi Dara selalu sibuk dengan segala urusan bisnisnya.
Melihat perubahan wajah Adam yang muram, membuat Sarah tersenyum tipis. “Ada aku, anak-anak biar aku yang menjaganya. Dari dulu aku selalu menjaga mereka, bukan? Kamu tak perlu khawatir kalau anak-anak kesepian,” ucapnya. Dia dengan sengaja menaruh tangannya di atas tangan Adam
Keduanya saling menatap satu sama lainnya, dan mereka tidak sadar ada seseorang yang tengah berdiri menatap keduanya yang seperti sedang berpegangan tangan.
“Mas Adam... “
***
*** Matahari terbenam di ufuk barat saat Dara, Adam, dan Kana tiba di rumah Riky. Suasana tenang, tetapi tegang, seolah-olah mendahului pertemuan yang penuh kenangan dan penyesalan. Riky membuka pintu dengan senyuman kecil. "Selamat datang." Mereka masuk ke rumah yang penuh kenangan, di mana setiap sudutnya menciptakan jejak-jejak waktu. Riky mempersilakan mereka duduk di ruang tamu yang hangat. Dara memandang sekeliling, mengenang momen-momen pahit yang pernah ada di sini. "Bagaimana keadaan Mama Zea?" tanya Adam dengan nada khawatir. Riky menarik nafas dalam-dalam sebelum menjawab, "Dia tidak ingin bertemu siapa-siapa. Menutup diri sepenuhnya. Kepergian Sarah telah menghancurkannya." Kana menaruh tangannya di pundak Dara, memberikan dukungan yang dibutuhkan. Riky melanjutkan, "Aku menyesal, sangat menyesal. Tidak hanya karena Sarah, tapi juga karena semua yang terjadi pada kalian, Dara, dan kamu, Kana. Aku kehilangan begitu banyak, dan aku menyadari betapa bodohnya aku dulu.
***Rumah sakit itu terasa sunyi, langit yang mendung di luar jendela, dan bau antiseptik yang khas mengisi udara. Adam duduk di kursi seberang tempat tidur Dara, tangannya bergetar ketika ia memegang tangan istrinya yang lemah. Kondisi Dara melemah lagi, ia tahu karena penawar itu tidak sepenuhnya menghilangkan racun di tubuh sang istri."Maafkan suamimu ini, Dara," ucap Adam dengan mata berkaca-kaca. "Mas tidak bisa melindungimu dengan baik."Dara tersenyum lemah, mencoba memberikan kekuatan pada suaminya. "Mas Adam tidak salah. Ini bukan salahmu, Mas."Adam menarik napas dalam-dalam. "Tapi Mas harusnya bisa mencegah semua ini. Mas tidak boleh mengizinkan orang-orang itu menyakitimu.""Sudahlah, sayang," jawab Dara. "Aku tahu Mas mencintai aku, dan itu sudah cukup. Kita akan melalui ini bersama."Adam mengangguk, tetapi tatapannya terus melayang ke wajah pucat Dara. "Mas selalu merindukanmu, Sayang. Setiap detik tanpamu adalah siksaan bagi Mas."Dara tersenyum tipis, "Dan aku merind
***Di tengah gemerlap lampu malam, Sarah dan Shinta duduk di sebuah restoran mewah yang penuh dengan aroma harum masakan lezat. Mereka bersulang, gelas anggur mereka saling bersentuhan sebagai tanda keberhasilan mereka. Sarah tersenyum lebar, dan matanya berkilat ketika dia menceritakan rencananya yang licik kepada Shinta."Shinta, kamu tak akan percaya apa yang terjadi hari ini. Akhirnya, aku berhasil membuat Adam tunduk pada keinginanku," kata Sarah sambil tertawa penuh kepuasan.Shinta memandang Sarah dengan kagum. "Benarkah? Ceritakan semuanya padaku!"Sarah menceritakan dengan penuh detail bagaimana dia meracuni Dara dan membuat Adam tunduk pada permintaannya. Shinta tak bisa menyembunyikan kekagumannya terhadap kecerdasan sahabatnya."Dia tak akan pernah menyangka bahwa penawar itu hanya aku berikan seperempat. Dan dalam tiga hari, Dara akan lemas lagi," ujar Sarah sambil tersenyum misterius.Shinta terkejut namun tak bisa menahan tawanya. "Kamu benar-benar genius, Sarah! Aku t
***Pengumuman Adam tentang perceraiannya dengan Adam telah mengejutkan banyak pihak. Kabar ini membahana di media, membuatnya menjadi sorotan utama. Namun, tidak semua orang bisa memahami kedalaman perasaan dan keputusan sulit yang harus diambil oleh Adam.Ketika Adam tiba di rumahnya, dia disambut dengan tatapan tajam dan hening yang mengancam dari Tiara dan Wijaya, orang tua yang mencintainya. Kedua orang tua itu segera mendatangi Adam dengan langkah yang penuh kekecewaan.“Adam, apa yang kamu lakukan? Bagaimana bisa kamu mengumumkan perceraianmu seperti itu?” tanya Tiara dengan tatapan penuh kecewa.Wijaya Menggeleng. “Kami tidak mendidikmu menjadi orang seperti ini, Adam. Apa yang kamu pikirkan”Adam menarik nafas dalam-dalam. “Maafkan aku, Ma, Pa. Aku tahu ini sulit dipahami, tetapi aku tidak punya pilihan lain.”“Tidak punya pilihan? Apa yang membuatmu sampai pada keputusan ini?” tanya Tiara dengan suara meninggi.“Ini semua untuk Dara, Ma. Sarah, dia... dia memiliki penawar ra
***Di dalam kamar rumah sakit yang hening, Dara terbaring tanpa gerakan, tubuhnya terhubung dengan berbagai alat medis. Suasana kritis yang menyelimuti ruangan membuat Adam merasa semakin tenggelam dalam keputusasaan. Dara tampak semakin rapuh, dan perlahan kehidupannya menggeliat tipis.Adam duduk di samping tempat tidur istrinya, tatapannya kosong, dan napasnya tersengal. Dia tak tega melihat Dara menderita, dan perasaan frustrasinya semakin memuncak. Dokter keluar dari ruangan perawatan dengan wajah sedih, mencoba memberi penjelasan kepada Adam."Bu Dara memerlukan penawar yang sangat langka, Pak Adam. Kita berusaha semaksimal mungkin, tapi sampai saat ini, belum ada perkembangan yang signifikan," ucap dokter dengan suara pelan.Adam menundukkan kepalanya, memejamkan mata sejenak untuk menahan emosinya. "Istriku harus sembuh, dok. Aku tidak bisa kehilangannya."Di tengah keputusasaan, pikiran Adam tertuju pada Sarah, orang yang diketahuinya sebagai dalang di balik segala penderita
***Hari itu, keheningan di rumah sakit dipecah oleh telepon yang tak terduga. Adam mengangkat teleponnya dan mendengarkan berita yang membuat hatinya berdegup kencang. Informasi itu mengguncangnya seperti gempa bumi, menghancurkan kedamaian yang selama ini dia bangun bersama istrinya, Dara."Dara diracun oleh Sarah? Bagaimana ini bisa terjadi?" gumam Adam dengan nada gemuruh, penuh amarah. Apalagi saat tadi a dokter rumah sakit memberitahu keadaan Dara yang masih koma karena keracunan.Adam merasa darahnya mendidih ketika dia menyadari bahwa Dara menjadi korban ulah dua orang yang tidak punya hati dan tega melakukan hal yang keji seperti itu. Dia segera mengambil ponselnya dan memanggil asistennya, David."David, ini Adam. Segera blokir bandara. Ada seseorang yang harus kita tangkap. Namanya Nichole Choi. Lakukan ini secepat mungkin," perintah Adam dengan suara yang penuh urgensi.David yang merasakan seriusnya situasi ini, langsung menjawab, "Baik, Pak Adam. Saya akan segera melakuk