Istri Penebus Hutang CEO Dingin

Istri Penebus Hutang CEO Dingin

last updateHuling Na-update : 2025-05-21
By:  Zivanna Adelline In-update ngayon lang
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Hindi Sapat ang Ratings
27Mga Kabanata
159views
Basahin
Idagdag sa library

Share:  

Iulat
Buod
katalogo
I-scan ang code para mabasa sa App

Diwaktu yang cukup genting, kakak tercinta harus segera dioperasi walaupun kondisi keuangan keluarga yang tidak mendukung. Airy terpaksa harus mencari pinjaman dari bos tempatnya bekerja. Namun sang bos, memberikan syarat yang berat Airy jalani. Airy Charissa Davira, harus merelakan dirinya menikah dengan cucu dari seorang pria yang menanggung biaya operasi sang kakak. Karena rasa sayangnya yang begitu besar terhadap sang kakak, ia harus bertahan dengan suami yang tidak mengharapkan dirinya. Sampai pada akhirnya, Airy merasa bahwa pengorbanan yang ia lakukan sia-sia. Airy memilih mundur dan menggugat cerai suaminya. Akankah niat Airy untuk bercerai dapat terlaksana?

view more

Kabanata 1

Bab 1. Operasi

"Kakakmu mengalami kerusakan yang sudah sangat parah pada ginjalnya," beritahu Dokter Juan.

Napas Airy terasa tercekat mendengar penjelasan dari dokter Juan. "Bukannya Kak Wina, rutin cuci darah ya, setiap tiga kali seminggu?"

"Kakakmu sudah lebih dari 3 bulan tidak melakukan cuci darah rutin seperti sebelumnya," sangkal Dokter Juan.

"Apa?!" Airy membelalakkan matanya tak percaya.

"Jika kamu tidak percaya ..." Dokter Juan mengambil buku catatan dan ditunjukkan kepada Airy. "Ini saya ada data-datanya. Kapan jadwal terakhir kakakmu melakukan cuci darah, saya catat di sini."

Mata Airy memanas ketika melihat catatan tersebut. Jadwal cuci darah kakaknya, tidak lagi ada setelah tiga bulan terakhir. Kenapa kakak Airy tidak lagi melanjutkan jadwal cuci darah? Ini membuat Airy bingung.

"Kalau sudah seperti ini, tindakan apa yang dilakukan, Dokter?" tanya Airy.

"Satu-satunya jalan untuk menyembuhkan kakakmu kembali, adalah melakukan transplantasi ginjal."

"Transplantasi ginjal?"

Dokter Juan mengangguk. "Iya benar. Tapi sebelumnya, kakakmu perlu seorang pendonor yang cocok. Mungkin ada dari pihak keluarga yang ginjalnya cocok dengan kakakmu?" 

Airy menggeleng. "Saya kurang tahu."

"Nanti boleh dilakukan tes dari pihak keluarga."

Airy mengangguk. "Baik, Dokter."

Airy memutuskan untuk melakukan pengecekan terhadap dirinya. Mana tahu ia bisa menjadi pendonor untuk kakaknya. Dokter Juan menyetujui dan akan melakukan pemeriksaan terhadap Airy.

"Hasil dari tes ini, cocok, atau tidaknya, tunggu sampai besok. Saya harap bukan hanya kamu yang menjadi kandidat pendonor. Apa ada keluarga lainnya?"

"Ada ibu kami dokter. Kalau Ayah sudah meninggal 5 tahun yang lalu. Sebentar lagi Ibu akan datang," ujar Airy 

"Setelah semua pengecekan selesai, dan mendapatkan pendonor yang cocok, harus segera dilakukan transplantasi demi keselamatan kakakmu. Tapi sebelumnya, kamu harus mengurus administrasinya," saran Dokter Juan.

Airy mengangguk. "Terima kasih, Dokter. Atas pemberitahuannya."

Setelah Airy selesai melakukan pemeriksaan untuk mengetahui ginjalnya cocok atau tidak dengan kakaknya, gadis itu melangkah keluar dari ruangan kerja dokter Juan. Ia mendatangi loket pembayaran untuk mengecek biaya operasi transplantasi. Mata Airy melebar ketika melihat nominal biaya yang harus dikeluarkan.

"750 juta?!" gumamnya.

Perihal sang kakak yang telah berhenti melakukan cuci darah selama tiga bulan sudah membuat hatinya gusar. Sekarang, ia harus dipusingkan dengan memutar otak agar mengumpulkan biaya operasi. Dan menurut kebijakan dari rumah sakit, operasi akan dilakukan jika biaya disetorkan.

"Airy!" Seorang wanita paruh baya memanggilnya.

Airy menoleh ke arah sumber suara. "Ibu?"

"Gimana kata dokter keadaan kakakmu?" tanya Ratih.

"Dokter bilang, kakak harus melakukan operasi transplantasi ginjal. Supaya bisa sehat kembali seperti sedia kala," beritahu Airy dengan wajah sendu.

"Biayanya berapa?"

"750 juta," lirih Airy.

Ratih syok mendengar nominal biaya yang disebutkan. "Sebanyak itu?" 

Airy mengangguk kaku. "Kita juga nggak punya BPJS."

Ratih menghela napas gusar. "Yah ... mau bagaimana lagi. Kita harus cari dana supaya bisa operasi kakakmu."

"Tapi ..." Airy menggantung kalimatnya.

"Tapi apa?" Ratih mengerutkan kening.

"Boleh Ibu jawab jujur? Selama ini, aku kasih uang pesangonku ke ibu, untuk biaya Kakak cuci darah, dan itu bisa digunakan untuk 4 bulan. Kenapa Kakak tiba-tiba berhenti cuci darah? Kenapa, Bu?" cecar Airy.

Ratih gelagapan ditanya seperti itu oleh putri keduanya. Airy berpikir tidak mungkin kakaknya menyerah untuk sembuh. Dulu pernah Wina menyerah karena kekurangan biaya. Namun Airi berhasil membangkitkan semangat untuk Wina agar bisa sembuh.

"Se-sebenarnya ... uangnya, ibu pakai buat investasi."

Airy menaikkan kedua alisnya. "Investasi? Terus?"

"Ternyata, orang yang menawarkan investasi kepada Ibu, adalah seorang penipu. Dan ibu terlanjur memberikan seluruh hasil pesangonmu," jawab Ratih penuh sesal.

"Astaga! Ibu, kok bisa, sih?" Airy merasa syok mendengar pesangon yang ia berikan hilang lenyap karena investasi bodong.

"Ya ... terus mau bagaimana lagi? Sudah terlanjur."

Sebelum Airy bekerja di perusahaan yang sekarang, Airy di-PHK dari tempat kerja yang dahulu karena perusahaan mengalami pailit. Setiap karyawan yang di-PHK, mendapatkan pesangon yang sangat lumayan. Dan uang pesangon Airy, diberikan seluruhnya kepada Ratih agar kakaknya bisa melakukan cuci darah rutin selama 4 bulan. Tapi ternyata, uang itu malah lenyap karena kecerobohan Ratih.

"Bu! Ibu tuh harusnya pentingkan kesehatannya Kak Wina, Bu. Itu pesangonku, aku kasihkan semuanya ke ibu, buat biaya cuci darah kakak, supaya kakak bisa sembuh. Aku sendiri, bahkan nggak berani ngambil satu lembar pun loh. Kok malah ibu percaya sama mulut manis untuk melakukan investasi begitu?"

"Kenapa kamu jadi nyalahin ibu?" Ratih tidak terima dicerca Airy.

"Memangnya siapa yang disalahin? Kan ibu yang pakai uang itu!"

"Ya sudahlah." Ratih mengibaskan tangannya. "Terus sekarang, bagaimana dana pengobatan kakakmu itu?"

"Aku nggak punya uang, Bu. Aku juga belum gajian. Ibu bisa bantu kan?" Airy berharap sang ibu bisa meringankan beban pikirannya.

"Bantu apa memangnya? Ibu nggak punya uang juga. Ibu kan bisa punya uang, kalau kamu yang kasih. Nggak kamu kasih, ya Ibu nggak punya."

"Ibu punya perhiasan kan? Perhiasan itu Ibu jual, dan gunakan uangnya untuk biaya operasi Kakak. Kita bayar sebagian dulu biayanya. Nanti kita selanjutnya bisa menyicil."

"Apa?! Masa ibu suruh jual perhiasannya ibu? Enggak mau," tolak Ratih, "nanti kalau ibu arisan, teman-teman sosialitanya ibu itu bisa menghina Ibu. Masa Ibu gundulan nggak pakai perhiasan."

Airy berdecak kesal terhadap ibunya. Bisa-bisanya Ratih lebih sayang terhadap perhiasan ketimbang kesehatan anaknya sendiri. Airy tak habis pikir dengan sikap Ratih.

"Ibu kok bisa-bisanya malah lebih mikirin gimana nanti kalau ketemu teman sosialita nggak pakai perhiasan? Yang penting sekarang dijual aja dulu. Nanti, kalau aku udah gajian, Ibu aku belikan perhiasan lagi," saran Airy 

"Nggak. Nggak boleh. Perhiasan Ibu nggak boleh dijual," tegas Ratih 

"Bu!" rengek Airy.

"Lagian, kalau kamu jual semua perhiasan yang ibu punya, paling mentok kamu dapat duit nggak nyampe 300 juta. Sedangkan biaya operasi transplantasi ginjal kakakmu itu, 750 juta. Pokoknya Ibu nggak mau kasih perhiasan ibu supaya dijual buat biaya operasi kakakmu. Ibu nggak akan kasih."

"Ibu! Ibu pilih Kakak sehat, tapi perhiasan Ibu hilang di jual, atau pilih perhiasan ibu tetap utuh, tapi Kakak meninggal?" tanya Airy menahan kesal.

"Kamu ini ngasih pilihan apa sih? nggak usah aneh-aneh, deh."

"Ibu kok bisa kayak gitu sih, Bu? Kakak itu anak kandungnya Ibu, lho. Kenapa ibu bisa tega kayak gitu?" Protes Airy.

"Ya kamu sendirilah yang cari uangnya. Jangan nyuruh ibu buat jual perhiasan."

"Setidaknya, tolong bantu aku sekali ini aja, Bu," mohon Airy.

Ratih berdecak. "Ibu nggak mau. Kamu harus usaha sendiri sana!"

Ratih kemudian melenggang pergi meninggalkan Airy menuju ruang ICU tempat Wina beristirahat. Airy menatap nanar punggung ibunya. Ia menitikkan airmata sedih karena sang ibu tidak ingin membantu dirinya.

Ratih telah masuk ke dalam ruang ICU untuk menemui putri sulungnya. Sedangkan Airy, memilih berada di luar ruang ICU sambil memandang Wina yang terbaring lemah dengan mulut terpasang oksigen, melalui sebuah kaca pintu. Airy sangat menyayangi sang kakak. Ia tidak ingin kehilangan saudara yang ia miliki. 

"Kak Wina! Aku akan berusaha melakukan apapun demi kesembuhan kakak," gumam Airy.

"Tapi, kemana aku harus mencari pinjaman ...?"

Palawakin
Susunod na Kabanata
I-download

Pinakabagong kabanata

Higit pang Kabanata

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Mga Comments

Walang Komento
27 Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status