Part 6
"Toloooongg ...!"Mata Abiyya terbelalak kaget saat melihat Safira tengah berada dalam bahaya. "Lho, itu kan Mbak Safira?!"Gegas, ia melajukan motornya dengan kencang, menghampiri sang istri."Woi, lepasin dia woi!" teriak Abiyya. Ia melajukan motornya hendak menabrak mereka. Kedua orang pria berpakaian preman itu menoleh dan dengan sigap langsung bergegas kabur membawa tas Safira."Hei tunggu! Balikin tas gue!" teriak Safira.Bruuuuummm ....! Motor dua orang preman itu melaju dengan kencang. Abiyya berusaha mengejarnya tapi kalah cepat. Abiyya kehilangan jejak para penjambret itu. Ia pun kembali menghampiri Safira yang tengah bersungut-sungut kesal. Memarkirkan motornya di pinggir jalan."Dasar preman gak tahu diri!" ketus Safira."Mbak tidak apa-apa?" tanya Abiyya menghampirinya."Aku tidak apa-apa, tapi tasku hilang! Semua barang-barangku ada di sana, hape, dompet, atm, uang. Aaarrrggh ...!" teriak Safira kesal."Duduk dulu mbak!" Abiyya menuntun Safira untuk duduk. Dia menyerahkan botol air minum yang sempat ia beli sebelum bertemu Eggy, tapi masih belum dibuka."Ini diminum dulu, biar hati mbak tenang," ujar Abiyya seraya menyerahkan botol air minum itu.Safira meraihnya dan langsung meneguknya hingga tersisa tiga perempat."Bocah, sini pinjam hapemu dulu.""Buat apa?""Udah siniin!"Abiyya menyerahkan ponsel itu padanya. Mata Safira melotot ketika melihat foto dirinya yang dijadikan wallpaper."Kamu diam-diam foto aku ya?""Hehe, sorry mbak, abisnya mbak cantik sih! Rugi kan kalau aku gak punya fotonya."Safira meliriknya sekilas, lalu bangkit menjauh. Menghubungi call center Bank agar kartu ATM yang dicuri preman itu diblokir."Nih." Safira mengembalikan ponsel milik Abiyya."Udah?"Safira mengangguk, lalu kembali duduk dengan perasaan kesal setengah mati."Mbak Safira mau kemana sih? Kok bisa ada di sini. Ini kan jauh banget lho dari rumah.""Cari angin.""Jangan dicari mbak, nanti malah masuk angin. Mending cari aku aja, aku bisa nemenin mbak tiap waktu!""Ih pede!""Biarin, yang penting kan udah sah! Jadi halal dong kalau godain istri sendiri."Safira mendengus. Mengambil nafas dalam-dalam. Perasaannya memang sedang tak karuan. Gara-gara kejadian kemarin yang berlalu begitu cepat, membuat suasana hatinya ambyar."Pulang yuk!" ajak Abiyya membuyarkan lamunannya.Safira menggeleng."Ya sudah kita jalan-jalan," ajak Abiyya lagi."Kemana?""Kemana aja dari pada gabut di rumah. Ngilangin suntuk."Safira terdiam. Kalau ia menolak Abiyya, dia pasti akan ditinggal di sini dan sudah pasti ia tak bisa pulang, karena tasnya raib dibawa jambret. Walau dalam keadaan terpaksa, ia harus menuruti permintaan sang suami. Jalan-jalan sebentar tak apalah, menghilangkan rasa suntuk di pikiran."Ayo, Mbak!"Safira mengangguk, bangkit dan menuju ke motor Abiyya. Pemuda itu tersenyum, setidaknya ada kemajuan untuk hubungannya hari ini."Mbak, sudah siap? Pegangan yang kencang ya! Aku mau ngebut," tukas Abiyya."Tunggu-tunggu, kita mau kemana?""Kemana aja yang penting bikin Mbak heppy. Aku akan tunjukin pemandangan yang bagus yang belum pernah mbak datengin."Safira mengangguk, memegang pinggang Abiyya. Tapi Abiyya langsung menarik tangan Safira untuk memeluk perutnya, hingga tubuhnya makin merapat."Pegangan yang kencang, Mbak. Aku mau ngebut."Usai mengatakan hal itu, Abiyya langsung tancap gas, memacu sepeda motornya dengan cukup kencang. Saat melihat ada penjual helm pinggir jalan, ia segera berhenti. Membeli helm itu untuk sang istri."Pakai dulu nih, helmnya," ujar Abiyya. Dia langsung menyelipkan anak rambut Safira ke belakang telinga, lalu memakaikan helm itu padanya. Safira tampak gugup, pipinya merona. Sementara Abiyya hanya tersenyum simpul."Ayo naik lagi!"Safira mengangguk dan menaiki boncengan motornya, kembali memeluk perut sang suami. Ia baru tahu kalau Abiyya benar-benar ngebut saat mengemudikan motornya. Kesempatan dalam kesempitan.Abiyya tersenyum saat merasakan Safira makin mengeratkan pelukannya. Wajahnya ia tempelkan di punggung Abi. Mereka berkeliling melewati jalan yang berkelok-kelok. Kiri dan kanan hanya dijumpai pepohonan besar, tinggi menjulang. Suasana sepi, jarang ada kendaraan yang lewat. Sejauh mata memandang hanya terdapat hijaunya pepohonan.Satu jam perjalanan akhirnya sampai di tempat yang dituju. Tempat yang begitu indah tapi belum banyak wisatawan datang. Hanya orang-orang lokal saja dan orang-orang yang sengaja datang untuk camping."Turun, Mbak!" ujar Abiyya.Safira pun turun, melepas helmnya lalu mengibaskan rambutnya ke kiri dan kanan, untuk sesaat Abiyya terpukau dengan pemandangan di depannya. Bukan memandang bukit hijau yang asri, melainkan memandang sang istri yang begitu cantik berseri.Safira melihat sekeliling, menatap takjub pemandangan yang terhampar luas bagaikan permadani hijau, sangat memanjakan mata."Wow, amazing!" pujinya. Dia menyerahkan helm itu pada Abiyya, lalu berjalan, melangkah maju dengan langkah pelan."Waaah, ini sih indah bangeeeeettt!" teriaknya sambil tersenyum lebar."Mbak hati-hati, banyak bebatuan!" pungkas Abiyya.Safira menoleh sejenak ke arah sang suami, lalu kembali menatap pemandangan alam yang begitu indah dan sempurna."Aku baru tahu ada surga tersembunyi di sini.""Gimana, cantik kan?"Safira mengangguk. "Sangat cantik.""Mau naik ke atas?""Naik lagi? Bisa?"Bisa dong, dari sana justru bakalan kelihatan pemandangan waduknya yang dikelilingi perbukitan.""Oh ya? Beneran?"Abiyya mengangguk. "Tapi kalau mau kesana, pegangan tanganku, Mbak. Jangan sampai lepas. Licin soalnya takutnya malah tergelincir.""Oke, aku penasaran pengen lihat waduknya. Jadi di tengah-tengah perbukitan ini ada waduk?""Ya. Ayo pegangan tanganku, kita ke atas sekarang."Safira mengangguk dan menerima uluran tangan Abiyya. Mereka saling bergandengan tangan. Hati Abiyya makin berdebar-debar menggenggam tangan sang istri.Mereka berjalan melewati jalan setapak. "Hati-hati Mbak. Tetap gandeng tanganku, seperti aku yang takkan pernah melepaskan genggaman tangan ini."Safira tersenyum simpul, merasakan kehangatan tangan Abiyya."Mbak, tahu gak? Aku tuh bahagia memilih berjalan denganmu. Aku rela untuk berjalan jauh asalkan selalu memegang tanganmu.""Mulai deh nggombal lagi!"Abiyya tertawa. "Aku serius, Mbak.""Masih jauh gak naik ke atas?""Sebentar lagi, mbak akan menemukan pemandangan yang benar-benar indah."Mereka kembali naik ke atas."Nah sekarang sudah sampai, lihatlah ke arah sana, Mbak!"Safira mengikuti arah tunjuk Abiyya. Netranya tampak berbinar, melihat pemandangan indah luar biasa."Wow, luaaarrr biasa! Ini indah banget ..." teriak Safira seraya tertawa kecil. Segala kegundahan di hatinya hilang sejenak.Abiyya tersenyum melihat wanita di sampingnya tampak bahagia. Walaupun ini cuma jalan-jalan dadakan, tak ada rencana apapun dari awal, tapi dia takkan melewatkan kesempatan. Abi ingin mengambil hati Safira perlahan-lahan, membahagiakannya, menciptakan senyuman di wajah cantiknya."Hei bocah, ngomong-ngomong sekarang jam berapa?" tanya Safira.Abi mengeluarkan ponselnya, melihat angka yang tertera di layar ponsel."Baru jam sebelas mbak."Safira kembali menikmati semilir angin perbukitan seraya melihat pemandangan indah walaupun hari cukup terik."Mbak?""Hmmm ...""Tahu gak bedanya jam sepuluh sama mbak itu apa?""Apa emangnya?""Kalau jam sepuluh kesiangan kalau mbak kesayangan aku."Safira tersenyum, merasakan hangat pelukan Abiyya. “Aku senang kamu bisa menemukan jalan yang kamu cintai. Kita bisa menjalani ini bersama.” Abiyya melepaskan pelukannya, masih terlihat bersemangat. “Aku harus segera membalas pesan ini. Mereka ingin bertemu untuk membahas detailnya. Rasanya seperti mimpi, sayang!” Dengan semangat baru, Abiyya mulai mengetik balasan. Sementara itu, Safira mengamati suaminya, bangga dan penuh harapan. “Jangan lupa, kita juga harus mempersiapkan segala sesuatunya untuk kelahiran si kecil. Tapi, aku yakin kamu bisa membagi waktu.” “Pasti! Kita akan atur semuanya,” jawab Abiyya. “Setelah kontrak ini, aku berencana untuk lebih fokus, sehingga bisa memberi yang terbaik untuk kita nanti.” Keesokan harinya, Abiyya bertemu dengan produser yang menghubunginya. Ketika produser itu tiba, Abiyya langsung menyapa. “Hai, Pak! Senang bertemu denganmu.” “Senang juga, Abiyya. Say
Ibu Safira tersenyum lebar, tetapi wajahnya tiba-tiba berubah khawatir saat melihat ekspresi Safira. "Kamu tidak enak badan ya, sayang?"Safira menggeleng, meski wajahnya sedikit pucat. "Iya, Bu. Sebenarnya aku ingin ngomong sesuatu.""Ngomong saja, Nak," jawab ibunya sambil memimpin mereka ke ruang tamu.Setelah duduk, Safira menarik napas dalam-dalam. "Bu, ada kabar baik. Sekarang, aku sedang hamil." "Hamil? Serius, Nak? Alhamdulillah!" Ia segera memeluk Safira dengan erat.Abiyya juga ikut tersenyum, merasa lega melihat reaksi positif dari ibu Safira. "Iya, Bu. Jadi Safira resign dari kerjaan. Kami ingin fokus pada kesehatanku dan si kecil."Ibu Safira melepaskan pelukan dan menatap mereka dengan penuh kasih. "Kalian sudah mengambil langkah yang tepat. Kesehatanmu dan bayimu lebih penting. Kami akan mendukung kalian sepenuhnya.""Iya Bu, sudah beberapa hari ini aku mual-mual terus, rasanya pengin muntah."
Part 46Pagi itu, Abiyya dan Safira berdiri di depan pintu kafe tempat mereka bekerja. Cafe itu sudah ramai dengan rekan-rekan kerja Safira yang sedang memulai aktivitas pagi. Abiyya menggenggam tangan Safira erat, memberinya senyuman penyemangat.“Siap?” tanya Abiyya pelan.Safira mengangguk, meski ada sedikit kegugupan di wajahnya. “Siap, Abii.”Mereka melangkah masuk, dan suasana kafe yang semarak langsung berubah saat rekan-rekan kerja melihat Safira. Beberapa dari mereka melambai dan menyapa.“Hai, Safira! Dari mana saja kamu, baru berangkat sekarang? Kamu sakit ya?” sapa Lita, rekan kerjanya yang ceria.Safira tersenyum tipis. “Iya, Lita. Hari ini ada sesuatu yang mau aku omongin sama Bos Elang.”"Seperti biasa Mas Bos ada di ruangannya."Safira dan Abiyya mengangguk mereka langsung menuju ruangan Bos.“Safira, Abiyya, ada apa? Tumben pagi-pagi sudah barengan ke sini?"Safira menarik napa
“Kamu gimana, sayang? Masih mual?” tanya Abiyya, tangannya memegang tangan Safira erat. Safira mengangguk kecil, senyumnya masih mengembang. “Iya, masih mual, tapi rasanya beda. Ada perasaan senang yang nggak bisa dijelasin.” Abiyya terkekeh pelan. “Aku masih kayak mimpi, tahu nggak? Aku bakal jadi ayah dan kamu akan jadi ibu. Aku janji, aku bakal jadi suami yang lebih perhatian dan ayah yang paling keren buat anak kita.” Safira tertawa, matanya berkaca-kaca lagi. “Kamu udah cukup keren, Bi. Cuma, nanti kalau aku ngidam yang aneh-aneh, jangan protes ya,” candanya sambil menahan senyum. “Waduh, siap-siap deh aku! Makan mangga muda jam tiga pagi? Beli es krim di tengah hujan? Apa aja, aku siap!” Abiyya berlagak dramatis, membuat Safira tergelak. Matahari mulai mengintip di balik jendela, menandakan pagi sudah mulai menyapa. Keduanya saling pandang, merasakan detik-detik perubahan besar dalam hidup mereka. Pagi
Part 45Safira terbangun di pagi buta dengan perasaan mual yang tiba-tiba menyerang. Ia bergegas menuju kamar mandi, mencoba menenangkan perutnya yang bergejolak. "Hueeek .... hueeekk ...."Abiyya, yang masih tertidur lelap di sampingnya, tersentak bangun mendengar suara lirih istrinya.“Sayang? Kamu nggak apa-apa?” tanyanya, setengah mengantuk dan khawatir.Safira keluar dari kamar mandi, wajahnya pucat namun matanya berbinar aneh. “Aku nggak tahu, Bi. Perutku mual banget, rasanya pengen muntah.""Semalam kamu makan apa? Jangan makan terlalu pedas lho!""Enggak kok, aku gak makan yang aneh-aneh. Mungkin aku masuk angin doang.""Kamu jangan kecapekan ya kerjanya. Aku gak tega kalau kamu sakit kayak gini."Safira mengangguk pelan. "Ayo kita sholat dulu, Bi. Kamu mandi dulu gih!""Okey, Sayang ...."Sembari menunggu sang suami selesai mandi, Safira memasak nasi di magiccom. Se
***Hari-hari berlalu .... Pagi itu tampak cerah, sinar matahari menyinari bumi dengan lembut, menciptakan suasana hangat yang menyenangkan. Burung-burung berkicau riang di pepohonan, seolah merayakan hari baru. Safira membuka jendela rumah kontrakannya, menghirup udara segar yang penuh aroma bunga dari taman di seberang jalan. Hari ini adalah hari liburnya, dan dia merasa bersemangat."Sayang, gimana kalau kita jalan-jalan hari ini? Cuacanya enak banget!” Tiba-tiba Abiyya muncul dari belakang sembari tersenyum.Senyum merekah di wajah Safira. Dia membalas dengan cepat, “Tentu! Mau kemana?”Abiyya menjawab, “Bagaimana kalau ke taman? Kita bisa refreshing sambil menikmati suasana pagi.”"Iya, Bi. Aku siap-siap dulu."Abiyya tertawa kecil melihat istrinya yang tampak begitu antusias ketika diajak jalan.Safira cepat-cepat bersiap, memilih pakaian yang nyaman dan menyenangkan. Ia juga memoles wajahnya tipis-tipis