Share

MP-3. The Blue and Red Eyes

Irina tertidur selama proses pemindahan para monster tersebut ke dalam helikopter. Namun, sosok Irina menarik perhatian Marco.

Pria bermanik merah tersebut mendekati gadis berambut cokelat ikal, memiliki bulu mata lentik melengkung senada dengan alisnya dan parasnya menunjukkan keramahan bahkan saat memejamkan mata.

Pandangan semua pria yang duduk di bangku kini terkunci pada gerak-gerik tak lazim dari saudara kembar Polo.

"Dasar psikopat! Hentikan perilaku menjijikkanmu itu!" tegas Polo dari tempat duduknya dengan mata melotot.

"Iyuh," ucap seorang pria sampai memejamkan mata karena Marco malah menjilat hidung mancung gadis itu hingga ia terbangun dari tidurnya.

"Hah!" kejutnya saat melihat wajah Marco membungkuk di depannya dan mengunci kedua pergelangan tangannya seraya menekannya ke dinding helikopter.

Marco menyeringai dan kembali menjulurkan lidah. Para pria memalingkan wajah begitupula Irina yang membungkam mulutnya saat Marco menjilat dagunya dengan ujung lidah seperti menikmati ice cream.

"Marco enough! Jangan sampai aku datang ke sana untuk memukul kepalamu!" teriak Polo menggelegar seperti suara petir di langit.

Marco terlihat malas seketika. Ia menurunkan tangan Irina yang ia tarik ke atas, tapi masih memeganginya.

"Rasamu seperti manusia. Kulitmu hangat dan kenyal. Bibirmu ... aku belum memeriksanya. Sepertinya aku ha—"

"MARCO!"

Irina memejamkan matanya rapat. Tubuhnya gemetaran terlihat ketakutan. Marco yang sudah menjulurkan lidah dan terlihat siap untuk melumat bibir Irina langsung melepaskan cengkeraman karena gertakan Polo. Marco mengangkat kedua tangannya ke atas sembari mundur perlahan ketika Polo berjalan mendekatinya.

Marco menundukkan wajah dan pandangannya, sibuk memandangi ujung sepatu boots-nya dengan cuek, sedang Polo menatapnya tajam.

"Kita belum tahu kebenaran dari ucapannya, Marco. Bagaimana jika kau terinfeksi? Hanya kau yang kumiliki, Brother. Kau ingin meninggalkanku sendiri di tempat sampah ini?" tanya Polo menatap saudaranya lekat terlihat cemas.

Marco diam menatap Polo dengan wajah serius. Tiba-tiba, Marco memeluknya erat dan Polo membalas pelukannya. "I love you, Polo," ucap Marco dengan mata terpejam.

Semua orang yang melihat keduanya saling menyayangi tersenyum penuh haru, tapi tidak dengan Irina yang menatap Marco tajam.

"Hah, lihat Marco. Sentimental," kekeh pria berkulit hitam dan semua anggota tim mengangguk setuju.

"Marco! I need your help!" teriak co-pilot dan Marco segera berjalan ke depan sembari meninggalkan sebuah kedipan mata kepada Irina. Polo memijat keningnya yang mendadak terasa berat karena tingkah miring saudaranya.

"Barter," ucap Irina begitu saja, tapi mengejutkan pria bermanik biru.

"Tentang apa?" sahut Polo menatap gadis berpenampilan lusuh di sampingnya.

"Informasi. You and me. Kau pasti penasaran dengan sosok dan informasi yang kumiliki bukan? Hem, sama denganku. Aku hanya menawarkanmu satu kali, menolak, tak ada pertukaran lagi," jawab Irina tegas.

Polo terlihat ragu. Ia menoleh ke arah anak buahnya dan para lelaki bersenjata itu mengangguk.

"Kenapa ma—"

"Kita mendarat! Liberty! Pegangan kawan-kawan," teriak Marco yang tetap berdiri di belakang dua orang yang bekerjasama mengemudikan helikopter.

Polo segera duduk di samping Irina dan memasang seat belt. Irina menatap Marco keheranan yang memilih terpontang-panting di dalam helikopter. Lelaki bermanik merah itu malah tertawa senang saat tubuhnya menghantam dinding helikopter.

"Dia ...?" tunjuk Irina heran.

"Barter. Tahan pertanyaanmu," sahut Polo cepat.

Irina mengangguk sembari memegangi seat belt-nya erat dan mata terpejam seperti takut saat helikopter bergoncang karena hantaman angin kencang disertai hujan lebat di luar.

"Kita tetap berada di sini sampai badai reda. Berbahaya jika berada di luar," ucap Pilot menginformasikan sembari melepaskan headphone di dua telinganya. Semua orang mengangguk.

Polo menoleh ke arah Irina dan gadis itu juga melakukan hal sama.

"Ladies first. Aku berusaha sopan," ucap Polo menatapnya lekat.

"Oke. Kalian kembar, tapi kenapa warna mata kalian berbeda? Kau biru dan Marco merah," tanya Iriana sembari melirik Marco yang duduk di atas sebuah kotak kayu sembari memeluk lututnya.

Polo terdiam dan wajahnya tertunduk seketika. Mata Irina masih mengunci wajah Polo yang tak meninggalkan sisa tanah di kulitnya.

"Jujur, selama tiga tahun mengikuti Marco dan Polo, aku tak tahu asal mata itu. Jawablah, Capt! Beritahukan rahasiamu jika kau memang percaya pada kami," ucap seorang lelaki bertubuh besar dan memiliki otot lengan yang padat.

"Aku saja. Sepertinya Polo mendadak sariawan," sahut Marco dengan santai dan senyum terkembang. Mata semua orang beralih ke pria bermanik merah tersebut. "Aku tak tahu kenapa mataku berubah merah. Dulu seingatku, mataku dan Polo berwarna biru lembut, seperti langit. Lalu ... aku dan Polo berumur 31 tahun sampai saat terbangun dari tidur, kami sudah berada di sebuah tabung."

Praktis, mata semua orang terbelalak.

"Tabung?" tanya Irina terlihat kaget dan Marco mengangguk. "Kalian? Sorry, aku tidak paham," sambung Irina sampai mengedipkan mata berulang kali terlihat bingung.

"Malam itu, aku dan Marco baru saja kembali dari Gym, salah satu usaha yang dimiliki oleh ibu kami, Lopez. Seperti sipil lainnya, kami melakukan kegiatan normal. Hanya saja, sebelum tidur, tiba-tiba saja ayah kami, Brian, menyuntikkan sebuah serum. Ia mengatakan jika itu vitamin untuk kesehatan tubuh kami dan yah, kami percaya saja," sahut Polo menjelaskan dengan tenang.

"Aku, aku yang akan melanjutkan!" sahut Marco mengangkat tangan tinggi penuh semangat. Polo mengizinkan dengan menunjuk saudaranya.

"Oke. Em, lalu ... kami tidur. Entah apa yang terjadi, saat aku membuka mata, aku berada di dalam tabung kaca. Aku panik dan berusaha keluar dari tempat sempit itu. Lalu ... aku berhasil. Tabungku terbuka, tapi pemandangan mengerikan terjadi. Ya, seperti yang terjadi saat ini. Neraka dunia," sambung Marco antusias.

Semua pendengar saling melirik. Irina menatap Polo seksama dari atas sampai bawah.

"Tahun berapa saat kau disuntik oleh ayahmu, Polo?" tanya Irina curiga.

Polo mendesah. "2041, jika aku tak salah ingat."

"What? Berarti seharusnya ... kau sudah berumur ...."

"Yup! Kami seharusnya sudah menjadi kakek-kakek berumur 60 tahun. Hehe, kami diawetkan, tapi dalam keadaan hidup. Lalu kau tahu, Irina? Saat kami bangun, semua orang sudah menghilang," sahut Marco yang kembali mengejutkan para pendengar.

Terlihat, raut kesedihan di wajah dua lelaki kembar yang memiliki manik berbeda itu. Semua orang terdiam dan keheningan menyelimuti cabin helikopter meski suara petir menggelegar masih terdengar kencang di luar.

"Harghhh!"

"Oh, God! Mereka sudah sadar!" pekik Irina panik saat melihat para monster kembali meraung dalam kantong mayat berisi air.

Comments (3)
goodnovel comment avatar
Nia Ev Liana
mode nyimak ya Ju ...
goodnovel comment avatar
Ty Niez
qlo Marco polo 60 tahun terus Irina berapa??
goodnovel comment avatar
Siska Handayani Suwarsih
marco polo anaknya brian sm lopez, iriana tolya anaknya wiliam dan sia...waaa iini keren..
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status