Share

MP-4. Monster

Semua penumpang dalam helikopter panik seketika. Lima lelaki yang terindikasi terkena serum monster kembali mengamuk dan meraung di dalam kantong mayat.

"Shoot them!" teriak Polo sembari melepaskan seat belt yang menahan perutnya.

"No! No! No!"

DOR! DOR! DOR! DOR! DOR!

Mata Irina terpejam seketika. Ia mengepalkan kedua tangan di depan wajahnya terlihat menahan marah. Namun, gerak-geriknya yang mencurigakan itu, membuat seluruh moncong senapan terarah ke tubuhnya.

Akan tetapi, tangis kesedihan yang malah mereka dengar dari gadis cantik itu. Polo menatap Irina yang menangis terisak seperti menyayangkan perbuatan yang mereka lakukan.

"Hiks! Kalian ingin memusnahkan ras kita, ha? Sudah berapa banyak yang kalian bunuh? Sudah kubilang jika mereka bisa disembuhkan! Ini bukan wabah! 'Monster' tidak menular!" teriaknya dengan air mata sudah mengguyur deras wajah cantiknya seperti hujan lebat di luar.

"Jika hal itu benar, kenapa semakin banyak manusia yang terjangkit bahkan anak-anak?" tanya Polo tajam.

"Oleh karena itu, hiks ... oleh karena itu, kita harus mencari tahu. Berhenti membunuh mereka. Kita cari obatnya dan orang yang bertanggungjawab akan tragedi ini," jawab Irina terlihat sekuat tenaga untuk menghentikan isak tangisnya meski wajahnya masih basah terkena air mata.

"Bagaimana jika gagal? Obat itu tak ditemukan dan tak ada orang yang disalahkan?" sahut Polo tegas.

"Kalian bunuh mereka semua," jawab Irina tegas.

Polo dan semua pria bersenjata saling melirik seperti menyamakan pendapat. Mereka mengangguk sebagai pertanda setuju akan permintaan Irina.

"Oke. Sekarang giliranku. Bagaimana kau bisa tahu jika para 'Monster' ini bisa disembuhkan? Kau pernah mencobanya pada salah satu dari mereka? Aku tak menerima omong kosong," tegas Polo menunjuknya.

"Aku menemukan ini," jawab Irina yang membuat semua mata kembali terkunci padanya.

Irina mengeluarkan sebuah gulungan kertas yang ia selipkan dalam sepatu boots di kaki kirinya. Irina membuka lembaran itu dan meletakkannya di lantai helikopter. Kening semua orang berkerut.

"Ini dari sebuah robekan mungkin dari sebuah buku. Lihatlah, di sini ada tanda pada halaman kertas, sebuah logo sebuah perusahaan. Namun, dari data yang aku temukan melalui komputer di sebuah perusahaan saat aku berhasil menyusup ke sana, tak ada nama perusahaan farmasi tersebut. Tak ada perusahaan dengan logo ini, tapi di sini dikatakan jika mo—"

"Monster bisa disembuhkan. Semua yang kau katakan tentang merendam dalam air adalah salah satu cara untuk mendinginkan tubuh mereka. Jika itu benar, kenapa mereka berubah agresif kembali?" tanya Polo saat merebut kertas gulungan berwarna putih yang terlihat kumal dalam genggamannya.

"Panas. Tubuh mereka panas saat serum itu mengalir dalam tubuh mereka. Mirip seperti saat kita sedang marah. Jiwa dan pikiran kita seperti lepas kontrol. Kita mengamuk, otot-otot kita menegang, bahkan bisa menghancurkan sebuah barang saat kita meluapkan emosi. Bisa dibilang, para 'Monster' ini adalah sekumpulan orang-orang yang marah dan tak bisa mengendalikan amarahnya," jawab Irina mantab.

"Ya, dia benar, Polo. Air dalam kantong mayat ini panas. Bisa digunakan untuk berendam," sahut salah seorang anggota dalam tim yang mencelupkan tangannya dalam kantong mayat tersebut.

Kembali, orang-orang terdiam. Mereka mulai menemukan serpihan dari pecahan tragedi yang menimpa kehidupan di bumi.

"Sebenarnya, aku tak pernah mengamati dengan jelas para monster ini. Mereka begitu agresif dan rumor mengatakan, jika serangan mereka menular. Hal itu membuatku menjaga jarak dengan para 'Monster' ini," tunjuk Polo ke para Monster yang telah tewas di lantai.

"Lepaskan borgolku. Jujur, ini pertama kalinya aku lolos dari kejaran monster. Aku sama seperti kalian, aku membunuh mereka jika bertemu. Aku terlalu takut untuk mendekat meski mereka pingsan," ucap Irina gugup.

Polo segera meraih pergelangan tangannya yang terborgol dan membuka kunci tersebut. Irina bernafas lega dan berterima kasih. Senyum manisnya terbit dan hal itu membuat Polo mematung karena terpesona.

"Lalu, rumor yang mengatakan kau bisa mengendalikan 'Monster' dalam dirimu. Apakah itu benar? Siapa yang membuat berita itu?" tanya seorang lelaki berambut pirang cepak yang bertugas sebagai co-pilot.

"Aku. Aku yang menyebarkan rumor itu ke setiap manusia yang berhasil kutemui. Aku sengaja melakukannya untuk memberikan mereka harapan hidup. Namun, kalian lihat sendiri 'kan? Aku bisa mengendalikannya! Aku membuktikan ucapanku!" jawab Irina lantang.

Semua pria di dalam helikopter itu saling melirik terlihat ragu. Namun pada akhirnya, mereka mengangguk karena ucapan gadis itu benar setelah melihat aksinya tadi. Orang-orang mulai membubarkan diri dan saling berbisik seperti membicarakan sesuatu.

"Polo. Boleh aku bertanya?" tanya Irina berbisik seraya melirik lelaki bermata biru di sebelahnya setelah melihat gerak-gerik Marco.

"Apakah ini masih dalam kesepakatan barter?" tanya Polo memperjelas. Irina menggeleng dengan senyuman. "Kenapa? Sikapnya yang menyimpang?" tanya Polo tersenyum miring. Irina mengangguk cepat. "Sepertinya ada kesalahan dalam sistem syaraf di otaknya ketika ia sadar. Saat Marco bangun, katanya ... aku masih tertidur. Ia menungguku selama tiga bulan lamanya untuk membuka mata. Hingga ia nekat membangunkanku karena ... kesepian," jawabnya menatap Marco yang kini sibuk meneliti mayat para Monster di hadapannya.

"Apakah itu yang menyebabkan matanya merah?" tanya Irina penuh selidik.

"Sepertinya begitu. Beruntung, saat aku bangun, aku baik-baik saja tak mengalami gejala menyimpang sepertinya, tapi mata biruku menjadi semakin pekat dan pandanganku sangat tajam. Aku bisa melihat dengan jelas dari jarak hampir 1 kilometer," jawabnya sembari menunjuk kedua bola matanya dengan dua jarinya.

Irina terlihat kagum bahkan mulutnya sampai menganga lebar. Polo tersenyum manis padanya, tapi hal itu malah membuat Polo mematung seketika saat menyadari gadis bermanik hijau tersebut sangat cantik.

"Polo! Lihatlah!" teriak Marco dari tempatnya berjongkok dan terlihat, mayat seorang monster sudah tak berbusana karena ia telanjangi.

"Oh, shit!" pekik Irina langsung menutup mata. Marco terkekeh.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status